Perjalanan dua bersaudara itu pun berlanjut, mereka akan menempuh waktu sekitar setengah jam lebih untuk sampai di salah satu hotel milik personil si kembar itu. Sementara Ayu masih sibuk dengan pikirannya tentang Imam.
"Ya ya kenapa sampai aku lupa menanyakan hal sepenting itu, eh tapi memangnya harus ya? Kan kita juga hanya berteman saja, kek orang mau nikahan aja pakai harus tau t***k bengeknya segala." Batin Ayu bermonolog sendiri.
Aichal yang melihat raut wajah sang adik seakan bisa membaca apa yang gadis itu sedang pikiran kan. "Tentu saja kamu juga harus tau asal usul dan latar belakangnya. Bukan kah sebuah pasangan juga berawal dari kenalan, temenan lalu jadian." Aichal memperjelas ucapannya untuk membenarkan pernyataan yang tengah sibuk bergentayangan di pikiran adiknya itu.
"Ayo turun kita sudah sampai!" lanjutnya lagi yang kini telah selesai melepaskan sabuk pengamannya dan lebih dulu keluar dari mobil itu. Mereka sudah sampai di depan loby hotel.
Ayu hanya bisa menatap punggung sang kakak lalu menyusulnya baru saja ia menutup pintu mobil itu pemandangan yang sedikit membuatnya tak nyaman kini ada di hadapannya. Lagi-lagi setiap melihat itu dia hanya bisa menghela nafas kasarnya.
"Sayaaang, aku kangen!" ucap Tere yang benar-benar terlihat sangat cantik seperti orang bule, mata biru, rambut pirang yang lurus dan kulit yang sangat bening. Kini Tere tengah membentangkan kedua tangannya untuk menyambut Aichal si bos tampannya itu. Aichal dengan senang hati menyambut pelukan hangat Tere karena ia sudah terbiasa dengan wanita cantik yang aslinya adalah seorang lelaki sepertinya itu. Sementara Ayu benar-benar tidak terbiasa dengan tingkah laku mereka.
"Hai Tere ku. Terimakasih sudah selalu setia menyambut ku di sini." Ucap Aichal seraya melepaskan pelukannya.
"Eh si cantik ikut juga. Sini sini masuk ikut sama sis Tere." Ucap wanita dua alam itu seraya menghampiri Ayu, dengan sedikit berat hati gadis itu memaksakan senyumnya. Sementara Aichal sudah masuk ke dalam hotelnya terlebih dahulu seraya menahan tawa melihat raut wajah sang adik yang seperti sedang menahan sakit perutnya yang ingin BAB.
"Terimakasih sis Tere." Ayu pun berjalan menyusul sang kakak setelah menghindar dari pelukan Tere yang hanya tersenyum karena di tolak, ia pun menyusul gadis itu dan berjalan di belakangnya. Tentu wanita jadi-jadian itu tak kecewa karena ia sangat mengerti adik sang bos seperti apa.
Inilah hotel yang berhasil di jalankan oleh salah satu personil kembar tiga itu yang dulu di juluki 3 Pangeran di sekolah mereka. Memang bukan hotel berbintang lima, namun hotel ini sudah bisa masuk kategori hotel mewah dan sangat indah. Letaknya sangat mendukung dan selalu menarik perhatian para wisatawan lokal maupun asing yaitu tepat berhadapan langsung dengan pantai. Bahkan para pengunjung serasa memiliki pantai pribadi di sini.
"Dek biar Tere yang menemani kamu di sini, kakak mau rapat dulu dengan tim mungkin selama dua jaman lebih." Tutur Aichal yang kini berada di ruang resepsionis bersama sang adik dan juga orang kepercayaannya itu.
"Ya kak." Ayu hanya bisa menganggukkan kepalanya, selain tidak nyaman karena Tere adalah lelaki sejujurnya Ayu kurang percaya diri jika ada didekatnya. Bagaimana tidak lihat saja perbandingan mereka yang sangat mencolok, padahal dia adalah perempuan tulen tapi fisiknya jauh lebih hancur dari wanita jadi-jadian itu. Lihat saja kulit sehat dan bening Tere dan wajahnya yang begitu terawat. Lah dia sendiri buluk begitu, kalau berjalan dengan Tere kesannya kek bos lagi jalan sama pembantunya.
"Ayo sayang kita liat sunset di pantai, pasti indah sekali!" Ajak Tere yang kini menarik telapak tangan Ayu.
Mereka pun berjalan menuju pantai, tepat sekali ketika mereka sampai pemandangan indah sang Surya dengan warna jingganya itu akan tenggelam kaki langit sana. Namun tak hanya itu bahkan ada seseorang dengan baju putih lengan panjang dan celana panjangnya yang juga berwarna putih tengah berdiri di sana seperti sebuah siluet yang indah dengan latar belakang sunset yang mengagumkan.
Ayu seakan-akan sedang melihat fatamorgana, tapi masa iya aku hanya berfantasi pikirnya. Sosok tubuh dengan bahunya yang lebar dan tinggi itu benar-benar nampak seperti seseorang yang dua hari ini menghilang tanpa kabar.
Gadis itu memastikan dirinya kalau dirinya tak salah melihat sosok itu. Ayu mulai menggosok ke dua matanya dengan tangan namun bayangan itu tak juga menghilang. Dan sekarang dengan suara centilnya yang melengking si Tere dia memanggil sosok pria itu.
"Hai Sweety." Sapa Tere yang melambaikan tangannya dan berlari kecil ke sosok yang berdiri di bibir pantai itu.
Pria itu pun menoleh ke arah sumber suara, dan betapa mengejutkannya. Benar saja sosok itu adalah malaikat penyelamat Ayu waktu itu.
"Imam." Gumam Ayu pelan menyebutkan namanya dengan wajah tak percayanya.
Pria itu pun tersenyum, senyum yang selalu sama. Senyum yang sangat manis yang membuat keindahan sore itu semakin indah. Langit jingga, matahari yang sebentar lagi akan kembali ke peraduannya dan kini ditambah lagi hadirnya sosok seseorang pangeran termanis di sana. Angin sepoi-sepoi nan lembut serta suara deburan ombak yang sudah terdengar seperti pengiring keromantisan suasana di sana.
"Assalamualaikum dek." Sapa lembut suara itu yang kini sudah ada di hadapan gadis yang masih mematung di tempatnya dengan tatapannya yang tak lepas dari wajah manis sosok penyelamatnya itu.
Tangan Imam tiba-tiba sudah berada di pucuk kepalanya, menyentuh lembut setiap helai rambutnya. Ya pria itu seakan memberikan kehangatan dengan mengusap pelan kepala gadis itu.
Cukup lama mereka terdiam dan hanya saling pandang.
"Hem." Suara Tere pun menyadarkan aksi saling pandang mereka.
"Kalian tinggal di sini dulu ya. Aku mau masuk sebentar. Aichal memanggil ku." Pamit wanita-wanitaan dengan mata biru itu.
"Oh ya silahkan cantik. Terimakasih ya." Ucap Imam yang sedikit terbata sementara Ayu tengah menundukkan kepalanya sejenak, ia bukan mengheningkan cipta ya. Hanya saja ia menyembunyikan rasa malunya dan wajah yang merah seperti tomatnya di sana.
"Bagaimana kabar mu?" tanya Imam kemudian yang kini sudah berdiri di samping gadis itu. " Bagaimana kalau kita duduk di sana, matahari sudah hampir mau tenggelam lho!" ajaknya yang kini menarik telapak tangan gadis itu tanpa menunggu jawaban yang keluar dari bibirnya dan mengajaknya duduk di bibir pantai, duduk di atas pasir putih yang lembut itu.
"Lihat lah indah sekali bukan, Kilauan cahaya di sana!" ucap Imam seraya menunjuk ke arah kilauan cahaya yang ada di sekitar sang Surya.
Lagi-lagi mereka kembali terdiam, Ayu belum berani lagi menatap wajah itu karena rasa panas yang masih terasa di kedua pipinya.