Ayu POV
Tibalah kini saatnya Aku akan menjadi MUA untuk pasangan pengantin yang siang ini akan melaksanakan prosesi ijab-qabul nya.
Aku hanya bisa menghela nafas berat setelah selesai merapikan alat tempurku di butik mama.
"Ma apa tidak bisa aku digantikan yang lain saja?" pinta ku dengan wajah memelas pada mama yang tengah duduk di kursi kebesarannya.
Wanita anggun yang tadinya sibuk dengan ponselnya kini mengalihkan pandangan menatap wajahku yang tak lain adalah anak gadis satu-satunya.
"Tidak bisa sayang, kamu tidak bisa mundur kali ini!" ucap mama.
"Mama sengaja ya suruh Ayu yang merias pengantinnya?" tanyaku yang kini sudah membelalakkan mata mendengar ucapan mama.
"Kamu harus belajar menghadapi kenyataan pahit nak, karena bagaimana pun suatu saat akan ada masanya kita berhadapan dengan masa lalu. Mau tidak mau, suka tidak suka kita harus menghadapi dan menyelesaikannya." tutur mama panjang lebar.
Aku hanya memutar bola mataku lalu menatap malas ke arah mama.
"Eits tidak boleh begitu nak. Mama tidak suka di liatin seperti itu!" protes mama yang kini menghampiri ku dan mencubit pipiku seenaknya
"Aw sakit ma!" rintih ku.
"Biarin kamu nya sih bandel kalau dikasi tau. Sudah keseringan mama ingetin tapi kamu ulang terus menatap mama seperti itu," ucap mama tak terima.
"Maaf mah." Ucapku lirih dan memeluk tubuh mama yang berada di sampingku.
"Anak mama pasti kuat kok, lagi pula dia hanyalah masa lalu nak!" ucap mama menguatkan.
Mama benar abang Ichal hanya masa lalu, iya masa lalu yang penuh dengan kenangan manis untukku. Aku juga berharap kenangan itu tidak akan pernah hadir lagi.
Buatku abang adalah sahabat lelaki pertamaku sekaligus cinta monyet ku semasa SMA dulu. Namun semuanya kacau gara-gara perempuan itu, atau mungkin aku yang mengacaukan hubunganku sendiri karena menyuruh abang untuk memilih. Ah sudah lah, aku tidak mau mengacaukan hari berharga seseorang hanya karena ingatan masa lalu yang sudah tidak berharga untuk diingat kembali.
Aku dan mama akhirnya berangkat ke tempat acara setelah semua persiapan selesai. Matahari baru terlihat menampakkan dirinya di ufuk timur. Cahaya hangatnya mulai menyentuh lembut kulitku. Baru saja aku akan menarik handle pintu mobil, sebuah suara yang akhir-akhir ini membuat jantungku berdebar tak menentu terdengar menyapaku.
"Sudah mau berangkat ya dek, untung saja tidak terlambat!" ucapnya yang kini sedang berdiri dengan motor ninja nya.
"Kak Imam kok bisa ada di sini?" tanyaku dengan kening berkerut dan kedua alis terangkat.
Aku berjalan menghampiri Imam yang berjarak hanya dua meter di belakang mobil mama terparkir.
"Iya karena kakak mau ke sini menemanimu!" ucapnya lagi dengan santai.
Mama yang tadinya sudah di dalam mobil kini menyembulkan kepalanya dari kaca mobil yang terbuka sempurna.
"Kamu berangkat sama teman mu saja sayang biar cepat sampainya!" perintah Mama.
Mobil pun melaju meninggalkan butik begitu mama menaikan kaca pintunya.
Siapa lagi yang merencanakan kegaduhan ini? aku hanya bisa membatin sendiri.
Dengan senyum lebarnya Imam menyerahkan sebuah helm padaku. Aku menerimanya dengan senyum sedikit dipaksakan.
Akhirnya aku ke tempat acara bersama Imam dengan dibonceng motor ninjanya itu. Sungguh aku paling tidak suka dibonceng dengan motor modelan belalang begini, bakalan encok ini pinggang sesampainya di hotel nanti.
Tidak mungkinkan aku harus menempel padanya, ya elah nyiksa banget sih. Aku akhirnya berpegangan pada kedua bahunya, biarkan saja terlihat aneh dari pada aku harus menempel pada bahunya itu malah akan terlihat "sungguh terlalu".
Setelah 15 menit perjalanan dari butik sampailah kami di depan loby sebuah gedung pertemuan yang akan menjadi saksi hidup baru mantan sahabatku.
Aku turun dan menunggu Imam yang memarkirkan motornya di depan pintu masuk gedung tersebut. Narmada Convention Hall akan menjadi tempat bersejarah untukku, tempat di mana aku akan merias pengantin wanita orang yang pernah berarti di masa alay SMA ku. Dan kini aku bahkan ditemani oleh seseorang yang baru aku kenal namun sudah bisa membuat jantungku berdebar dengan heboh karena perlakuan manisnya.
"Ayo masuk." Ajak Imam yang kini sudah berdiri di sampingku.
Sementara aku hanya berdiri menatap pintu kaca itu, dengan sedikit keraguan dan kegundahan di hati aku melangkahkan kaki menuju kamar pengantin wanita. Ketika kami berada tepat di depan pintu kamar hotel, Imam pamit dan meminta izin untuk menungguku di restauran hotelnya saja. Aku hanya menganggukkan kepala tanda mengiyakan, karena tidak mungkin juga aku menyuruhnya menemaniku bukan.
"Semangat ya, kamu pasti bisa!" pesannya lalu pergi dengan melambaikan tangan kanannya.
Apa-apaan ucapannya itu, seperti sebuah sindiran saja. Ditambah senyum penuh artinya itu. Aish menyebalkan.
Aku mengetuk pintu kamar itu terlebih dahulu lalu masuk ke dalamnya karena memang pintu itu tidak terkunci seperti yang diperintahkan mama.
Baiklah kini saatnya mengeluarkan keahlian ku, mari kita bertempur. Aku menyemangati diri sendiri.
Semua alat make up ku sudah tertata rapi di meja hotel ini, Rani salah satu pegawai butik yang membantu menyiapkannya sekaligus yang akan menjadi asistenku kali ini. Sementara mama sudah lebih dahulu kembali ke butik setelah melakukan semua persiapan untuk kedua pengantin, dan sekarang adalah giliran ku.
"Maaf ya mbak aku sedikit telat!" ucapku basa basi sambil memulai pekerjaanku, pengantin wanita yang sudah siap di depan cermin menatapku dengan senyuman dari pantulan cermin itu.
"Iya mbak tidak apa-apa, ternyata mbak masih muda ya. Hebat lho sudah jadi MUA." Pujinya.
Aku mulai mixing fondasennya terlebih dulu, memilih shade yang cocok dengan kulit sawo matang pengantin wanitanya. Rani sudah bersiap dengan segala keperluan yang lainnya.
"Mbak bisa aja, oh ya kita belum kenalan secara langsung ya, nama aku Alesha!" tuturnya.
Percakapan pun berlanjut hanya mengenai perkenalan saja setelah aku menyebutkan namaku, kami sama-sama diam. Aku sibuk mengerjakan pekerjaanku, memoles setiap inci wajahnya memberikan sebuah riasan yang akan membuat dirinya menjadi wanita paling cantik sedunia di hari bahagianya ini. Aku memberikan sentuhan dengan warna-warna natural pada eyeshadow, lipstik dan juga blush-on nya serta bentuk alis dan bulu mata yang tidak terlalu mencolok. Karena pada sesi akad ini pengantin wanita akan mengenakan gaun berwarna putih tulang, tak lupa aku menutup bagian kepalanya dengan model jilbab yang menutupi d**a dengan sedikit tambahan mahkota di pucuk kepalanya.
Hampir satu jam setengah aku menghabiskan waktu untuk merias wajah dan juga memasangkan hijabnya. Pengantin wanita kini sudah siap dengan sempurna, kali ini tidak ada sesi melukiskan hena di punggung tangan karena pengantinnya akan mengenakan sarung tangan.
"Subhanallah bagus sekali hasilnya mbak Ayu, aku suka mbak!" pujinya setelah aku selesai memasangkan aksesoris tambahan di kepalanya.
Aku hanya tersenyum puas dengan hasil karyaku hari ini, tapi sungguh hatiku sedang tidak baik-baik saja saat ini. Di tambah lagi setelah ini aku akan menemui calon pengantin prianya.
Apa aku akan bisa sekuat sekarang?
Suara ketukan pintu pun terdengar dari luar sana yang menyadarkan ku dari segala pikiran yang bisa saja akan mengacaukan perkejaan ku yang hampir selesai hari ini. Setelah acara akad ini selesai tugas ku juga selesai dan Rani yang akan melanjutkan sisanya, untuk mengganti gaun ke dua yang akan digunakan pada acara resepsinya sore nanti.