Bagian empat

503 Words
Caca keluar dari cafe dengan perasaan senang yang menggelayuti hatinya. Caca berjalan tanpa rasa capek seperti tadi, hanya perasaan senang dan senang yang ia rasakan. Mata Caca menyipit, di ujung jalan sebelum pertigaan, terlihat pria dewasa dengan penampilan acak-acakan. Entah mendapat ilham dari mana, Caca menghampiri pria itu. Memastikan apakah pria itu baik-baik saja. Penampilannya sangat memprihatinkan. Caca duduk di sebelahnya, nampaknya pria itu belum juga menyadari kehadiran Caca. Akhirnya Caca memberanikan diri untuk menegur pria itu terlebih dahulu. "Om?" Pria itu sepertinya kaget, kepalanya tertoleh ke samping untuk melihat siapa orang yang menegurnya. Tatapannya jatuh pada kedua bola mata hangat yang tengah menatapnya dalam-dalam. Mata orang itu memerah, garis hitam pada matanya sangat tercetak jelas, tapi satu yang baru Caca sadari. Pria itu sangat sangat tampan. Ia mempunyai rambut halus di sekitar dagu nya, mata coklat, dan juga rambutnya yang berantakan menambah kesan ketampanannya. Tak lupa rahang nya kokoh serta hidungnya mancung. Perasaan Caca mendadak memburuk, tapi ia masih tetap duduk di sebelah pria yang sama sekali tak dikenalnya. "Kamu siapa?" Tanya pria itu lemah. Pandangannya masih setia menatap mata Caca. "Caca, om siapa?" Caca berbalik tanya. "Nama kamu Caca? Saya James." Ujarnya gamblang. Secara tidak langsung Caca sudah berkenalan dengan pria yang tadi tidak dikenalnya. Cara berkenalan mereka persis anak TK yang baru mendapat teman baru. James mulai tersenyum, kesedihan nya seketika melebur terbawa angin. Kini ia memperhatikan perempuan cantik namun kurus di sebelahnya. Caca cantik, namun tidak terurus. Kulitnya sawo matang, wajah nya pun tidak mulus. Hanya berbekal sabun mandi untuk merawat muka dan juga badannya. Namun aura kecantikannya terpancar jelas secara alami. "Om gak apa-apa?" Caca bertanya dengan nada khawatir, ia tak pernah sepeduli ini pada orang asing. Entahlah kenapa ia menjadi sepeduli ini terhadap orang asing. "Emang saya kenapa?" James malah melempari pertanyaan balik kepada Caca. Ia merasa dirinya baik-baik saja, tidak ada yang salah. Pikirnya. "Penampilan om kayak orang gila sekarang," Caca menyebutkan kalimat itu dengan wajah teramat polos. Mana ada orang gila setampan James? Astaga, banyak perempuan di luar sana yang akan memuja-muja James. Caca enteng menyebutkan bahwa James seperti orang gila. "Gitu ya?" Tanya James. Ia semakin gemas terhadap Caca. Bisa-bisanya Caca bersikap biasa saja didepan artis papan atas sekelas James. Bagaimana tidak biasa saja, tv saja Caca tidak punya, sehingga ia tak mengetahui siapa itu James. "Iya om," Caca sudah mengetahui jika pria bernama James itu baik-baik saja rupanya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Caca berdiri hendak melanjutkan perjalanan nya, James tiba-tiba mencekal lengan Caca. "Kenapa om? Om butuh sesuatu?" "Kamu mau kemana?" James bertanya, James suka melihat Caca tersenyum. Perasaan nya bergetar. "Mau ke alun-alun. Om mau ikut?" Tanya Caca lugu. Bahaya, Caca mengajak pria yang baru saja di kenalnya. Caca seperti merasa jika ia sudah mengenal baik James, tak ada perasaan buruk tentang James. James heran, kenapa Caca sama sekali tidak berteriak atau pun salah tingkah dihadapannya. Perempuan lain akan berlaku sebaliknya jika didekat James. "Boleh, kamu temani saya ya?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD