Amira tertawa kesal, tidak memenuhi keinginan suami untuk mengirim fotonya lebih banyak. Amira memilih melangkah mendahului Ilyas yang langsung menyusul. "Aku belikan mie ayam lain kali ya," bujuk Ilyas sudah berjalan di sebelahnya. Mata Amira mendelik kesal. "Aku bisa beli sendiri tuh." Ilyas mengusap bahu. "Aku ingin mencetak foto kamu dan dipajang di ruang kerja." Mendengar hal itu, Amira menoleh. "Kenapa? Mau dipajang bersebelahan sama wanita bernama Rindi itu." "Mana ada. Foto itu tetap di sana, bukan karena aku sengaja." "Terus?" "Jadwal terlalu padat. Mana sempat mindahin bingkai foto, lebih penting nyawa pasien kan." Amira melirik suaminya. Entah ucapan Ilyas bisa dipercaya atau tidak. Namun, Amira memilih untuk percaya, karena itu adalah hal paling dasar tapi nilainya sang