Bab 17 Kamar Baru Yana

1141 Words
Setibanya di Mansion Matahari, Yana disambut oleh Bibi Jelita yang tersenyum lebar penuh kehangatan. Dengan penuh keharuan, Bibi segera memeluk Yana erat-erat. "Akhirnya, Nona sudah kembali. Bagaimana keadaan Anda, Nona?" Yana tersenyum canggung, lalu perlahan melepas pelukan Bibi Jelita. Dia masih ingat betapa baiknya dia. "Terima kasih, Bibi. Aku sudah baik-baik saja sekarang," balas Yana dengan sopan. "Oh, untunglah. Ayo, aku akan menunjukkan kamarmu," kata Bibi dengan riang, menarik tangannya dengan penuh semangat. Yana melirik sebentar kepada pria berpakaian hitam yang menemaninya tadi, kemudian mengikuti langkah Bibi Jelita masuk ke dalam mansion. Ketika tiba di kamar yang dimaksud, Yana menyadari bahwa itu adalah kamar bekas gudang. Tidak terlalu luas, tapi cukup bersih dan terlihat seperti sudah dibereskan khusus untuknya. "Jika kamu membutuhkan sesuatu, katakan saja kepadaku," ujar Bibi Jelita dengan ramah. Sayangnya, Yana merasa takut untuk meminta apapun. Dia khawatir bahwa segala sesuatu yang diminta akan dihitung sebagai hutang oleh Kafka. Maka dari itu, dia menggeleng cepat. “Terima kasih, Bibi Jelita. Sepertinya aku tidak akan butuh apa-apa dalam waktu dekat. Aku akan membereskan tempat ini sebentar sebelum menempatinya," ujar Yana sambil melihat sekeliling kamar. Meskipun kamar itu bersih, Yana merasa perlu melakukan sesuatu sebelum bisa merasa nyaman tinggal di sana. Dia tidak tahu berapa lama dirinya akan tinggal di mansion ini. Setidaknya, kamarnya adalah satu-satunya tempat yang dia rasa aman untuk saat ini di Mansion Matahari. Sebenarnya ada banyak kamar kosong di mansion tersebut, tapi sepertinya Kafka dengan sengaja menempatkannya di kamar yang paling buruk. Bahkan, kamar pelayan pada umumnya masa lebih bagus daripada ini. Yana bergumam di dalam hatinya dengan perasaan lelah, “Sepertinya, kebenciannya sudah mendarah daging. Dia bahkan memberiku kamar bekas gudang. Sungguh pria yang sangat pendendam.” Sewaktu mereka menikah, sebelum dia membiarkan Kafka tidur bersamanya di satu ranjang yang sama, dia sering menyuruh Kafka tidur di kamar mandi. Walaupun kamar mandi mereka sangat bagus dan mewah, tetap saja kamar mandi adalah kamar mandi, bukan tempat untuk tidur. Setelah satu jam mengatur kamar barunya, Yana duduk di ranjang, menatap hampa sambil mengingat masa lalu. Mansion Matahari pernah menjadi tempat penuh kenangan bagi dirinya dan Kafka. Mansion itu dulunya adalah rumah pernikahan mereka. Meski keluarganya dulu tinggal beberapa meter dari sini, di area yang sama. Semua berubah ketika perusahaan keluarganya bangkrut, dan mereka terpaksa menjual semua aset, termasuk mansion utama keluarga Jazada untuk melunasi hutang. Yana tidak mengerti mengapa Kafka membeli kembali mansion kakeknya dan mempekerjakan orang-orang lama yang pernah bekerja untuk mereka. Tidak lama kemudian, Bibi Jelita muncul di pintu kamar, membawa nampan berisi makanan. "Nona Yana, apakah Anda sudah selesai?" tanyanya sambil tersenyum lebar. "Sudah, Bibi. Di sini sangat nyaman," jawab Yana dengan lembut. Namun, di balik senyum itu, Bibi Jelita tampak cemas. Dia tahu bahwa Yana, yang dulu hidup dalam kemewahan, kini harus beradaptasi dengan kehidupan yang jauh berbeda. "Ini, makanlah," Bibi Jelita menaruh nampan di meja. "Katanya, kamu tidak boleh makan yang terlalu berat. Bubur ini kesukaanmu. Makan pelan-pelan saja." Yana menatap makanan itu sejenak sebelum bertanya cepat, "Bibi, kapan aku mulai bekerja?" Bibi Jelita terkejut. "Aduh, Nona, bagaimana Anda bisa bekerja kasar? Bukankah Anda tidak pernah melakukan pekerjaan rumah selama ini?" Yana termenung sejenak, lalu tersenyum kecil. "Aku tahu, Bi, tapi keadaan sudah sangat berubah. Mau tidak mau, aku harus belajar hal-hal baru agar bisa bertahan hidup." Bibi Jelita menatapnya dengan tatapan penuh iba, merasakan beratnya perubahan yang dialami Yana. Tidak pernah dalam hidupnya Bibi Jelita melihat Yana dalam kondisi seperti ini. Seorang wanita yang dulunya penuh kemewahan, kini harus berjuang untuk bertahan dengan segala cara. Sepanjang sisa hari itu, usai menikmati makanannya, Yana akhirnya mendengarkan penjelasan Bibi Jelita mengenai tugas-tugas yang harus dilakukan untuk menjaga Mansion Matahari tetap bersih dan rapi. “Nah, ini adalah daftar pekerjaan yang harus kamu lakukan. Tapi, apakah kamu yakin, Nona Yana? Kamu belum pernah melakukan hal ini sebelumnya, bukan?” ucap Bibi Jelita dengan nada lebih akrab. Suasana hati Yana sedikit lebih ringan ketika dia meminta Bibi Jelita berbicara lebih santai dengannya. Bagaimanapun, dia bukan lagi nona kaya raya. Mereka sudah setara sekarang. Jadi, Bibi Jelita tidak perlu berbicara dengan sikap yang terlalu hormat kepadanya. "Terima kasih, Bi. Aku akan segera mempelajarinya dengan baik. Jangan cemas. Aku adalah orang yang pandai belajar dalam waktu singkat. Bibi pasti tidak tahu, setelah aku bercerai, aku sudah cukup belajar tentang dunia kejam di luar sana," ucap Yana sambil tersenyum penuh percaya diri. Bibi Jelita tersenyum lebar, memberikan semangat sambil mengusap lembut kepala Yana. "Yana, kamu benar-benar perempuan yang baik. Aku yakin semua tindakan burukmu di masa lalu pasti ada alasannya." Bibi Jelita mengatakan hal itu dengan tulus. Dalam hatinya, dia tahu bahwa sikap keras Yana baru terlihat setelah dia menikah dengan Kafka Bimantara, yang disebabkan oleh kesalahan satu malam. Sebelum itu, Yana hanyalah seorang gadis kaya yang arogan dan energik, tetapi tidak pernah melakukan hal buruk kepada orang lain, kecuali kepada Kafka. Berita viral tentang malam terlarang mereka tentu saja memicu berbagai spekulasi. Banyak yang berpendapat bahwa Kafka sengaja menjebak Yana malam itu untuk mendapatkan kesuksesan dan pengaruh keluarga Jazada. Namun, untuk menutupi situasi yang rumit, Yana mengklaim bahwa Kafka adalah kekasihnya. Meskipun pernyataannya terdengar aneh bagi banyak orang, tak ada yang berani menyelidiki lebih jauh. Tidak lama kemudian, keduanya menikah secara resmi, meskipun pernikahan mereka tidak tergolong mewah. Pada hari ketika Kafka Bimantara mengumumkan dirinya sebagai pewaris yang hilang dari keluarga Bimantara, semua spekulasi buruk orang-orang tentang malam terlarangnya bersama Yana Jazada seperti menghilang begitu saja. Mereka tidak lagi berani menggossipkannya sembarangan. Kekuatan dan pengaruh Kafka terbukti sangat mengerikan, sehingga hanya orang-orang yang bodoh dan sombong akan kemampuan mereka sendiri yang masih berani menyinggungnya. Kini, dengan status barunya sebagai pewaris tunggal dan terpandang, Kafka menjadi sosok yang ditakuti sekaligus dihormati. Tidak ada yang ingin mencari masalah dengannya, terutama karena mereka tahu bahwa keluarga Bimantara memiliki kekuasaan yang mampu menghancurkan siapa pun yang mencoba mengganggu mereka. Bahkan, semua celaan dan fitnah tentang malam terlarang itu seolah tidak pernah terjadi, terkubur di bawah bayang-bayang kekuasaan Kafka. Di malam hari, Yana akhirnya berhasil mengakrabkan diri dengan semua pengurus mansion. Walaupun semuanya adalah pengurus lama, beberapa di antaranya tidak seakrab seperti Bibi Jelita. "Yana, jangan sungkan. Jika ada masalah, kamu bisa meminta bantuan kepada kami," ujar Wujan, seorang pria bertubuh besar. Dia adalah tukang kebun di Mansion Matahari. "Terima kasih. Aku sangat menghargainya," balas Yana dengan ketulusan dalam suaranya. "Sebagai sambutan, bagaimana kalau kita mengadakan pesta untuk merayakan keluarnya Nona Yana dari rumah sakit?" kata Bibi Jelita dengan nada yang sangat bersemangat. Yana segera memotongnya. "Bibi, tidak perlu. Aku tidak enak hati. Bagaimana kalau sampai Tuan Bimantara mengetahui hal ini? Aku tidak ingin kalian mendapat masalah." Bibi Jelita hanya terkekeh kecil. "Jangan cemas. Biasanya kami melakukan pesta kecil di belakang mansion, dan jarang ada yang datang ke sana. Apalagi Tuan Muda. Lagi pula, kami biasanya melakukan pesta dengan uang kami sendiri. Tentu saja tidak akan mengambil hak yang bukan milik kami."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD