kesal

2175 Words
“Tau gini, gue gak usah pake acara ngebut-ngebut segala tadi! Mana hampir nabrak ayam sama nenek-nenek pula!” Diva mendengus sebal dan mengerucutkan bibirnya. Pasalnya, beberapa menit yang lalu, Bu Lulu, guru BP sekolah Diva masuk ke kelas Diva dan memberitahu bahwa hari ini Bu Arny berhalangan untuk mengajar. Sebagai gantinya, Bu Arny mewanti-wanti anak-anak kelas Diva untuk belajar karena besok akan diadakan ulangan mengenai bab matriks. Andrew mengunyah roti bakarnya dengan lahap sambil mengacak rambut Diva yang langsung ditepis oleh cewek itu. “Nyantai aja kali Diva … itung-itung, elo gak ngerepotin gue hari ini.” Diva berdecak sebal. “Jadi gue ngerepotin lo selama ini?” “Yah, nggak nyadar dia.” Andrew tertawa renyah dan menawarkan roti bakarnya. “Mau Diva?” “Ogah! Gue mogok makan!” “Ngambek?” “Iya!” “Yakin sanggup ngambek sama gue???” Asli, pertanyaan Andrew benar-benar menggoda iman Diva banget! Sejak kapan sih sahabatnya ini berubah jadi kayak gini? “Lo lagi kesambet, Ndrew?” tanya Diva polos. Otomatis, kegiatan makan roti bakarnya Andrew terhenti. “Maksud lo?” tanya cowok itu dengan alis yang terangkat satu. “Sejak kapan sih lo jadi kayak gini? Omongan lo barusan kayak cowok-cowok playboy yang lagi ngerayu ceweknya buat nggak ngambek atau marah lagi sama mereka, tau gak?” Andrew meringis. “Emang ya?” “He-eh!” Diva mengangguk tegas. “Apa lo lagi suka sama cewek …?” Andrew menoleh dan tersenyum. Senyum yang maniiiis banget. Diva tidak pernah melihat senyum Andrew yang seperti ini sebelumnya. Trus, kenapa kayak ada sesuatu yang menggelitik perut Diva, ya? Aneh banget deh …. “Iya ….” “Hah?” Andrew menarik napas panjang dan memutar tubuhnya. Kini cowok itu berhadap-hadapan dengan Diva. “Iya! Gue lagi naksir cewek ….” Diva bengong. Lututnya terasa sedikit lemas. Matanya menerawang menyelami kedua mata hitam legam milik Andrew. Jantungnya berdetak cepat. Dadanya sedikit bergemuruh. Kupingnya panas. Aneh, dia kenapa sih? “Diva? Diva? Heh!” Diva tersentak ketika mendengar nada keras dari Andrew juga lambaian tangan cowok itu di depan mukanya. Diva gelagapan dan langsung masang tampang aneh. “Kenapa Ndrew?” Andrew tersenyum kecil. “Kok nanya ke gue? Yang harusnya nanya itu gue. Elo kenapa? Kok bengong barusan?” Diva garuk-garuk kepala sambil cengengesan. “Ng … Nggak pa-pa kok. Gue tadi cuman shock aja ternyata lo bisa naksir cewek juga.” “Ya iyalah Diva sayang … gue kan cowok normal.” “Siapa?” bisik Diva pelan. Beruntung jantung dan dadanya sudah kembali normal. Mungkin tadi dia hanya terkejut ketika mengetahui bahwa sahabatnya ini naksir sama cewek. “Ada deh ….” Andrew sok misterius. Diva cemberut. Saat sedang asyik-asyiknya ngobrol, tiba-tiba suasana berubah hening. Pak Beno, kepsek SMA PELITA HARAPAN memasuki kelas 12 IPA 2 dengan langkah pelan. Dibelakangnya, sosok seorang cowok dengan wajah tampan mengikuti. Semua cewek di kelas Diva menatap takjub dan terpesona pada cowok itu. Beberapa bahkan menahan napas mereka saking terpesonanya. “Perhatiannya sebentar anak-anak ….” Pak Beno memecah kesunyian yang mendadak tercipta di kelas tersebut. “Hari ini kalian kedatangan teman baru. Dia pindahan dari Surabaya.” Pak Beno memberi isyarat pada cowok itu untuk memperkenalkan dirinya. Dengan patuh, cowok tersebut segera membuka suara. “Salam kenal semuanya. Nama gue Joey Putra Pramana. Kalian bisa panggil gue Jo.” Jo berkata dengan nada datar. Jo melihat semua cewek di kelas itu sibuk cari perhatian dirinya. Mereka memasang tampang manis dan memikat untuk dilirik Jo. Hanya Tiara dan Diva yang tidak mengikuti tingkah teman-teman mereka. Ya iyalah, soalnya kan Tiara udah punya gebetan, si Roy. Meskipun Roy nggak secakep Jo-Jo itu, tapi di mata Tiara, Roy jauh lebih cakep dan keren. Namanya juga jatuh cinta, orang jadi lupa diri alias mendadak sarap! Sementara Diva tidak peduli dengan siapapun yang sekarang sedang memperkenalkan diri di depan kelas. Samar sih, dia denger nama murid baru itu. Jo. Cuman itu. Diva sibuk ngobrol dan bercanda sama Andrew. Andrew sampai setengah melotot pada Diva karena cewek itu terus-terusan tertawa. Meskipun dalam skala pelan, alias berusaha ditahan mati-matian sama Diva, tetap aja Andrew takut kalapnya Diva kumat, trus dia ngakak kenceng banget. Buntut-buntutnya kan dia juga yang kena omelan maut Pak Beno. Andrew mana tega sih ngebiarin Diva kena masalah? Ternyata bencana buat Diva akan segera tiba. Jo paling tidak suka kalau ada cewek yang nggak merhatiin dia. Itu namanya cari mati! Dimana-mana, Jo selalu jadi pusat perhatian para cewek-cewek. Dari yang jelek sampai cakep. Dari yang muda sampai tua. Dari yang d**a rata sampai d**a model Pamela Anderson. SEMUANYA! Berani bener cewek itu nggak ngelirik dia sama sekali, batin Jo emosi! Jo meneliti keseluruhan fisik Diva. Tampang oke, tapi terkesan tomboy. Mmm, bukan kesan lagi ding, emang udah keliatan tomboy dari sikap tubuhnya. Putih, hidung pesek, bibir mungil dan merah. Bibir kesukaan Jo. Seksi, pikir cowok itu dalam hati. Dadanya, okelah, 36B. Tubuh langsing, lehernya jenjang. Asli, dari skala 10 sampai 100, cewek itu menempati angka 85. Jo menyeringai kecil. Santapan baru, kudapan yang asik! Diva sedikit gelisah karena Andrew lagi ke kamar mandi. Cewek itu juga tidak bisa sepenuhnya konsen sama ocehan Pak Anto di depan kelas yang menerangkan semua t***k-bengek tentang ramuan ini, dicampur ramuan itu, dan sebagainya. Kenapa? Jawabannya cuman satu …. Diva risih diliatin terus sama Jo! Ya, murid baru itu terus-terusan melihat Diva. Dari atas, sampai bawah, trus balik lagi ke atas dan begitu terus dari tadi. Sempat Diva menoleh hanya untuk menangkap basah Jo yang sedang ‘mengeksploitasi’ tubuhnya itu, supaya Jo malu dan akhirnya berhenti ‘menjelajahi’ tubuh Diva. Tapi, boro-boro malu trus buang muka, si Jo malah makin ngeliatin Diva. Cowok itu bahkan mengedipkan sebelah matanya ke arah Diva dan menancapkan tatapannya pada d**a Diva. Uuggh! What a jerk guy! “Kenapa lo?” Diva menoleh dan menatap Andrew yang baru saja duduk di sebelahnya dengan tatapan lega. Andrew bisa melihat bahwa tindak-tanduk dan mata sahabatnya itu menyiratkan kegelisahan dan ketakutan. “Kenapa lo?” tanya Andrew sekali lagi. Tatapannya dan nada suaranya sarat ketegasan. Diva menelan ludah susah payah. “Mmm, itu ….” “Itu apa?” bisik Andrew pelan. Sengaja intonasinya dibuat serendah mungkin, supaya macan tidurnya Pak Anto nggak bangun. Bisa-bisa guru yang satu itu membuat ramuan Avada Kedavra buat menghancurkan Andrew dan Diva. “Tapi lo janji jangan ngamuk, ya?” pinta Diva pelan. Dia emang tomboy, tapi dia paling takut kalau ada cowok yang mulai menunjukan tanda-tanda kurang senonoh terhadap dirinya. Walaupun tomboy, Diva kan tetep aja cewek. Cuman mungkin hormone cowoknya lebih dominan daripada hormone ceweknya. Nggak bisa disalahin juga sih, mungkin mamanya Diva yang salah ngidam waktu hamil Diva :P “Tergantung ….” Andrew mengedarkan pandangannya ke seisi kelas, mencari tahu apa yang membuat Diva sebegitu gelisahnya. “Dari tadi … pas lo ke WC, si Jo ngeliatin gue terus.” Diva berkata pelan. “Maksudnya ngeliatin?” selidik Andrew. Nada suaranya mulai berubah ganas. Waduh, kacau nih, pikir Diva. Andrew emang kalem, baik, ramah, dan semua-muanya yang bagus-bagus. Tapi, berdasarkan pengalaman Diva, Andrew itu paling mengerikan kalau lagi kalap! Asli, sumpah itu gak bohong! Diva pernah cerita sama Andrew kalau dia disekap sama tetangganya yang dua tahun lebih tua dari dia, dan dipegang-pegang gitu. Waktu itu Diva hampir nangis. Diva juga heran kenapa sikap tomboy dan jago berantemnya itu hilang kalau dia di kurang-ajarin sama cowok. Apalagi sampai dipegang-pegang trus di grepe-grepe. Wuih, serasa surut entah kemana sikap tomboynya itu. Karena nggak terima Diva dilecehkan kayak gitu, besoknya Andrew langsung datengin tetangganya Diva trus hajar dia habis-habisan! Kayaknya Andrew nggak bakalan berenti kalau Diva nggak manggil papanya sama Pak RT waktu itu. Tetangganya Diva yang sempat masuk rumah sakit karena babak belur kabarnya trauma dan pindah entah kemana. “Diva,” panggil Andrew pelan. Diva tersadar dari lamunannya. “Maksudnya dia ngeliatin lo, apaan?” “Ng … itu … dia ngeliatin gue dari atas sampai bawah terus, Ndrew ….” Diva terpaksa jujur. Mau bohong juga percuma, Andrew udah terlanjur hapal semua kelakuan Diva. “Trus, dia sempet … mmm … ngeliatin d**a gue, sama ngedipin matanya ke gue.” Tangan Andrew mengepal. Tatapannya tajam, terarah lurus pada Jo. Sementara Jo hanya tersenyum sinis, dan mengalihkan pandangannya pada papan tulis. “b*****t!” umpat Andrew. Cowok itu hendak berdiri, namun ditahan oleh Diva. “Eh … Eh … Ndrew, lo mau ngapain?” tanya Diva panik. Andrew mengerutkan keningnya dan menatap Diva heran. “Gue mau nyamperin cowok itu lah, mau gue kasih peringatan!” Diva menggeleng. “Aduuh … jangan deh, jangan bikin ribut. Ini ada Pak Anto loh! Nanti elo yang kena masalah.” “Tapi kan dia ….” Diva makin mengeratkan cekalan tangannya. “Udahlah, yang penting kan dia nggak ngapa-ngapain gue. Cuman ngeliatin gue aja. Kalau dia macem-macem, baru lo bertindak.” Andrew terdiam. Ditatapnya Diva yang sedang menatapnya balik dengan memelas. Andrew akhirnya mengalah dan menghela napas. “Kalau dia mulai berbuat yang aneh-aneh ke lo, langsung lapor ke gue! Paham?” Diva mengangguk dan tersenyum. Cewek itu ngadu …. Itulah pikiran pertama yang muncul di benak Jo. Beberapa menit yang lalu, Jo melihat cewek yang bernama Diva itu berbicara serius dengan teman sebangkunya. Cowok tinggi berkacamata minus dengan tampang indo. Dan, Jo sempat melihat teman sebangku Diva itu menatapnya tajam. Jadi, asumsi Jo kalau Diva mengadu pada temannya itu memang benar. Siapa suruh punya tubuh oke, iya nggak? Batin Jo lagi. “Lo tau siapa nama cowok yang duduk sebangku sama Diva?” Firman, cowok teman sebangku Jo menolah dan mengangguk. “Andrew … kenapa?” “Andrew siapanya Diva?” tanya Jo lagi. “Sahabat … lo hati-hati aja sama Andrew. Dia nggak akan segan-segan ngehajar cowok manapun yang berani kurang ajar sama Diva.” Firman mengingatkan. Jo tertawa kecil. “Begitu?” tantangnya. Andrew dan Diva …. Jo manggut-manggut kayak pajangan yang ada di dashboard mobilnya. Kita liat, sepenting apa Diva buat cowok yang bernama Andrew itu! Panas matahari siang ini berhasil membuat Diva mengipas-ngipas tubuhnya dengan buku catatan Kimia-nya. Waktu sudah menunjukan pukul dua siang, tapi Diva harus menunda untuk pulang ke rumah karena Andrew memintanya untuk menemaninya ke toko buku. Tapi sekarang, sahabatnya itu malah ngacir ke kamar mandi. Siapa suruh makan bakso sambelnya hampir semangkok! Diva menunggu Andrew di dalam kelasnya yang sudah kosong melompong. Tadi dia meminta Tiara untuk menemaninya menunggu sampai Andrew kembali ke kelas dan menjemputnya. Tapi cewek itu malah menolak dengan halus karena alasan sakit perut. FOR THE GOD’S SAKE, emang hari ini hari sakit perut nasional, ya?! “Hai, Diva ….” Satu suara berat itu berhasil mengagetkan Diva, dan cewek itu langsung memutar kepalanya untuk melihat si pemilik suara. Di ambang pintu, Diva melihat si murid baru, Jo, sedang bersandar sambil melipat kedua tangannya di depan d**a. Senyumnya terlihat menakutkan di mata Diva. Cewek itu langsung memasang sikap waspada. “Duh, tegang banget ….” Jo mulai melangkah perlahan mendekati Diva. Diva refleks memundurkan kakinya. “Biasa aja dong. Gue nggak gigit kok, cuman nerkam!” Ucapan Jo barusan berhasil membuat ketakutan Diva keluar melewati batas maksimal. Usahanya untuk mundur terhenti karena sekarang di belakang Diva terdapat tembok kokoh yang menghalanginya. Tadinya Diva ingin berlari ke samping, tapi Jo lebih cepat. Cowok itu merentangkan kedua tangannya, menutupi tubuh Diva dengan kedua tangannya dan menghalangi akses jalan keluar bagi cewek itu. Wajah Diva kini pucat. Tubuhnya gemetar. Tatapannya mulai meliar. Namun Jo tidak merasa kasihan sama sekali. Jo justru menikmati ketakutan cewek di depannya ini. Jo mulai mengelus pipi mulus Diva. “Diva … Diva … Diva … siapa suruh lo nggak ngelirik gue sama sekali tadi. Semua cewek berebut nyari perhatian gue pas gue memperkenalkan diri gue di depan kelas, tapi lo malah asyik ngobrol sama teman semeja lo si Andrew itu!” Diva berusaha keras menahan agar tangisnya tidak keluar. Kalau dia menangis sekarang, itu sama saja dia menyatakan kalau dia kalah dari Jo. Tangan Jo mulai mengelus leher jenjang Diva. Diva menelan ludah susah payah. Andrew … lo dimana?! Gue takut! “Jadi sekarang, lo harus rasain pembalasan dari gue!” Jo menahan kedua tangan Diva dengan kuat ke dinding. Cowok itu kemudian memajukan kepalanya ke arah Diva. Diva ingin teriak, tapi suaranya mendadak tercekat di tenggorokan. Dia berontak sekuat tenaga agar dirinya terlepas dari cengkraman Jo, namun tenaga cowok itu lebih kuat. Sedikit lagi, Jo berhasil melumat bibir mungil Diva. Namun tiba-tiba saja, bahunya diputar dengan keras dari belakang. Disusul kemudian sebuah kepalan tangan melayang dengan kencang ke wajah Jo. Jo jatuh tersungkur ke lantai dengan mulut dan hidung mengeluarkan darah. Disekanya darah itu, kemudian Jo mendongak untuk melihat siapa orang yang berani menghajarnya dan mengganggu aktivitasnya! Orang itu menatap sangar Jo. Sementara Jo, hanya terkekeh pelan begitu tahu siapa orang yang baru saja menghajarnya. Mata orang itu berkilat-kilat penuh amarah. Dadanya naik-turun, tanda bahwa dia berusaha meredam kuat emosinya agar tidak sepenuhnya tumpah keluar. “Berani lo sentuh lagi dia seujung rambut pun,” ucap orang itu penuh penekanan. “Akan gue buat lo nyesel udah pernah dilahirin ke dunia!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD