Chapter 9

1073 Words
FATHIR Pernah dengar jika vampire adalah mayat hidup selain zombie? Tentunya mereka dalam jenis yang berbeda. Vampire di bedakan menjadi beberpa jenis termasuk vampire alami dan vampire yang di bangkitkan oleh vampire lain. Dan fathir ada di jenis vampire kedua. Dia tidak tau bagaimana kejadiannya hingga ia bisa menjadi seorang vampire yang dia ingat ia bangun dari dalam sebuah peti di dalam suatu ruangan yang gelap. Yang ia tau setelahnya adalah jion, lelaki yang menjadikan ia sebagai putranya. Fathir tau jika dia hanyalah sebongkah mayat yang di hidupkan menjadi makhluk lain tapi kenapa? Kenapa dirinya tak dapat mengingat apapun setelah kematiannya. Sekarang lelaki itu ada di atas sebuah gedung pencakar langit tanpa pengaman apapun ia teringat yang di katakan Dean tadi. "Untuk apa kita di ciptakan sebagai vampire jika bukan untuk menghisap darah" Kata-kata itu begitu sepele namun membuat fathir masih mengingatnya sampai sekarang. Semburat cahaya matahari dari timur adalah salah satu yang fathir sukai tapi hanya sekedar suka dan jika ia berlama-lama sampai cahaya pagi itu mengenainya maka ia akan merasa tubuhnya terbakar. Sebelum cahaya itu semakin terang fathir segera pergi dari puncak gedung mencari tempat yang tak di jangkau matahari salah satunya sebuah ruangan. Sekolah adalah tempat persembunyian yang bagus dari matahari karna tempatnya di dalam ruangan. Fathir menoleh kearah tempat duduk nina kemudian meletakkan setangkai bunga mawar sebelum ia kembali ke kursinya. Tak lama nina datang bersama Abigail dan duduk di kursi masing-masing. "Wah kau sepertinya mendapat bunga dari penggemarmu lagi" kata aby. Terlihat nina mencari siapa yang meletakkan bunga mawar di mejanya dan matanya menetap beberapa detik di tempat fathir duduk. "Aku sangat berterima kasih pada siapapun yang memberiku bunga ini karna bagaimanapun aku sangat menyukai bunga mawar" jawab nina. Tentunya fathir mendengar apa yang nina katakan mengingat pendengarannya yang begitu tajam dan jarak mereka yang bisa di katakan tak terlalu jauh. Fathir melihat Abigail yang tertawa bersama nina, sepertinya gadis itu sudah tidak terlalu memikirkan kejadian kemarin karna Dean tidak mungkin memanipulasi pikiran Abigail mengingat gadis itu yang sudah kabur sebagai buruan Dean. Langit tiba-tiba mendung di susul suara Guntur dan tetesan hujan yang semakin deras. "Yah kok hujan sih aku kan gak bawa payung" dumel aby. "Aku juga tidak membawa payung kita berdoa saja semoga waktu kita pulang nanti hujan sudah reda" ujar nina, aby tersenyum "Biarlah hujan asal aku bersama sahabatku" katanya dengan manja. Keduanya tertawa pelan. *** NINA Hujan sudah reda meninggalkan aura lembab dan dingin nina menyusuri jalan yang basah untuk menuju rumahnya. Tangannya menarik ponsel yang ia letakkan di saku baju namun sesuatu terjatuh dari sana. Beruntung secarik kertas tadi tidak mengenai genangan air di jalanan sehingga nina masih bisa membaca tulisannya. Dahinya berkerut, sejak kapan ada sebuah alamat yang ia simpan di dalam saku bajunya sendiri? Nina yang penasaran kini berbalik arah menuju alamat yang tertulis di kertas tadi niatnya ia cuman iseng namun melihat jalanan yang tidak asing seperti ini membuat nina merasa sesuatu memukul kepalanya dengan keras. Bayangan-bayang blur mulai mengisi ingatannya, dengan langkah pasti nina mulai menelusuri jalan yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya sembari melihat alamat yang sedang ia pegang. Akhirnya setelah berjalan begitu jauh ia bertemu dua orang ibu-ibu yang sedang menanam sesuatu di depan rumah mereka masing-masing. "Permisi bu, apa benar alamat ini ada di sini" Tanya nina pada salah satu dari ibu-ibu tadi sembari menunjukkan kertas yang dia bawa. "Oh rumah yang itu" ibu tadi menunjuk rumah sebelahnya yang berjarak beberapa meter. "Terima kasih" ucap nina. Entah kenapa ia merasa pernah bertemu ibu-ibu tadi tapi jika ia pernah bertemu pasti ibu-ibu tadi mengenalnya bukan? Sekarang nina sudah ada di depan rumah itu, mencoba membunyikan bell namun sepertinya belnya sedang rusak sehingga nina bergerak mengetuknya beberapa kali. Tak ada jawaban dan nina sendiri juga bingung kenapa ia mau repot repot berjalan jauh dengan sesuatu yang tidak pasti. Namun lagi lagi seperti ada palu ganda yang menghantam kepalanya, teringat wajah fathir dan dirinya yang berbicara dengan lelaki itu. 'Apa mungkin ini rumahnya fathir?' pikir nina. Entah keberanian dari mana gadis itu mulai membuka pintu yang ternyata tak di kunci kemudian matanya meihat ke segala arah yang gelap karna memang di luar masih mendung dan matahari masih tertutup awan hitam. Tapi bukannya masih ada lampu? Ragu-ragu nina menggumamkan nama fathir awalnya cuman sekedar gumaman tapi semakin lama semakin keras ketika ia mengingat pernah kerumah ini dan nina semakin yakin ketika fathir muncul seperti waktu itu. Raut wajah fathir tetap datar tapi nina malah mengembangkan senyum lebar seakan dia menemukan sesuatu yang istimewa. "Aku tidak percaya ternyata benar, alamat yang tertulis di sini benar, aku sekarang mengingatmu ternyata itu bukan mimpi" seru nina. Persisi saat hari itu di mana fathir berbalik akan pergi nina mengejarnya. "Aku tau fathir, aku mengingatnya" seru nina lagi hal itu membuat fathir berhenti ia berbalik menoleh kearah nina namun sepertinya gadis itu tdak takut jika dia telah mengingatnya. "Aku ingat jika aku pernah bertemu di sini dan mengajakmu menjadi temanku" Ssepertinya fathir salah ia mengira nina mengingat kejadian di depan toko elektronik itu tapi malah kejadian kemarin. Nina menarik tangan fathir saat lelaki itu akan menghindarinya lagi. "Jika kau mengingatnya maka pergilah" ucapan fathir membuat tangan nina terlepas dari lengan fathir. "Lagi-lagi kau mengusirku" nina tak percaya dengan yang ia dengar dari fathir meski sudah berkali kali fathir mengusir, nina masih bersikukuh. "Aku tidak peduli berapa kalipun kau mengusirku atau apapun yang pasti kita berteman kan" "Aku bukan orang baik, kau akan celaka" "Ah tidak itu tidak benar menurutku kau baik buktinya jika kau jahat mungkin sekarang kau akan menyakitiku tapi kau tidak melakukannya" Fathir mengacak rambutnya sebelum dia mendorong nina sampai menabrak dinding. "Berapa kali ku katakan, aku bukan orang baik, KAU AKAN CELAKA" kata fathir dengan menekan kalimat yang dia ucapkan. Nina menggeleng tak percaya "Jika kau bukan orang baik maka berusahalah menjadi orang baik" Jika itu bisa fathir lakukan maka lelaki itu akan melakukannya dari dulu. Fathir sedikit menunduk menyamai tinggi nina yang hanya sebatas dadanya, menatap lekat wajah gadis itu yang masih sama seperti kemarin, tanpa rasa takut. "Bagaimana jika aku mencelakaimu?" "Kau tidak akan melakukannya" "Bagaimana jika aku tiba-tiba menggigitmu" Nina terkekeh "Kau bukan vampire yang sering Abigail lihat di filmnya" "Lalu bagaimana jika aku ini vampire?" Kali ini nina menaikkan sebelah alisnya "Vampire itu tidak nyata aku tidak percaya jika dia ada dan meskipun kau ini seorang vampire aku yakin saat ini kau pasti sudah menggigitku dan menyesap habis darahku" Jadi ini alasan kenapa nina tak takut padanya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD