Pertemuan pertama

1407 Words
3.Pertemuan pertama Sabtu pagi-pagi sekali Inaya sudah siap untuk melakukan perjalanan Jakarta–Bandung. Sengaja Inaya berangkat pagi untuk menghindari macet di perjalanan. Mengingat hari ini adalah WeekEnd, biasanya banyak warga Jakarta yang keluar kota untuk melakukan rekreasi bersama keluarga mereka. Bandung merupakan salah satu kota tujuan untuk melepas penat setelah seminggu berkutat dengan jadwal kerja yang padat. Untuk mempersingkat jarak tempuhnya, Inaya nanti akan melewati jalan tol layang Jakarta–Cikampek II Elevated. Beberapa botol air mineral, roti, snack sudah dipersiapkan Inaya untuk menemani perjalanannya nanti. Dia tidak berniat untuk mampir di Rest Area. Nanti saja, kalau sudah sampai di Bandung Inaya akan berburu kuliner untuk memanjakan perutnya. Sudah lama Inaya tidak makan Nasi Tutug oncom. Nasi yang ditumbuk dan dicampur oncom, ditambah dengan lauk pauk yang sesuai selera. Makanan ini akan menghadirkan sensasi rasa yang aduhai di perut Inaya. Lalu Inaya akan membeli Surabi untuk cemilannya nanti di Hotel. Jajanan tradisional ini termasuk salah satu camilan yang sedang nge-hits di Kota Bandung. Tampilannya yang imut dengan topping yang beragam rasa membuat surabi menjadi jajanan yang paling banyak diburu para pendatang dan kaum urban Bandung. *** Di seminar pra nikah, tentunya kita akan diberi pengetahuan yang lebih luas dan mendalam tentang hakikat dari ikatan suci pernikahan. Sebagai manusia yang telah memasuki masa dewasa, maka keseriusan dalam menjalin ikatan cinta haruslah dilandasi dengan komitmen bahwa kamu akan bersungguh-sungguh untuk hidup saling membahagiakan hingga maut yang akan memisahkan kalian berdua. Maka dari itu, sangat ditekankan untuk tidak berpacaran terlalu lama. Loh, kenapa? Karena pasangan yang terlalu lama pacaran nantinya akan dianggap sebagai ketidakseriusan hubungan menuju ke pernikahan, digantung dalam cinta tentu bukan hal yang enak bukan? Faktor inilah yang membuat Inaya bersemangat untuk hadir dalam seminar pra nikah kali ini. Ditambah lagi dengan narasumber acara, Bunda widyawati. Beliau merupakan seorang psikolog dan penulis yang sudah terkenal dengan ilmu dan bukunya tentang dunia pernikahan. Walaupun Inaya belum mempunyai tambatan hati yang akan membawanya ke pelaminan, Inaya merasa perlu mengambil ilmu dari materi yang akan disuguhkan nanti. Sehingga nanti jika saatnya Inaya menemukan jodohnya, dia sudah membentengi diri dengan berbagai pengetahuan di dalam pernikahan. Seminar nanti baru dimulai jam empat sore, sebelum seminar dimulai Inaya akan istirahat sebentar di kamar hotel yang sudah dipesannya. Jarum jam sudah mendekati angka tiga. Satu jam lagi seminar akan dimulai. Inaya segera mempersiapkan diri untuk menghadiri acara yang sudah ditunggu-tunggunya. Selesai mandi dan berhias, Inaya mengambil notebook dan sebuah bollpoint yang mau di bawa ke ruang seminar nanti. Ruang seminar sudah hampir penuh dengan peserta yang datang. Pasangan muda mudi yang hadir sudah duduk di kursinya masing-masing. Kursi Inaya berada di bagian kiri panggung. Penataan kursi di jalur kiri berbeda dengan bagian tengah. Jalur kiri kursi dan meja di tata secara single atau one by one. Jalur tengah meja dan kursinya di buat dalam bentuk couple. Sepertinya panitia acara sengaja membedakan peserta yang hadir dengan pasangan nya dan peserta yang hadir tanpa pasangan seperti dirinya. Inaya mengambil kursi paling depan, dia tidak mau ketinggalan mendengar materi yang disampaikan, di jalur yang sama Fadhil duduk di kursi paling belakang. Nampak raut keterpaksaan dari wajahnya. Kalau bukan karena ibunya, Fadhil tidak ingin hadir di acara seperti ini. Di akhir acara, panitia memberikan dua hadiah menarik untuk peserta yang hadir. Narasumber nantinya yang akan memilih peserta yang menerima hadiah secara acak. Hadiah berupa sebuah buku yang berjudul 'Bagaimana cara melamar dan menerima lamaran dengan baik.' “Baiklah, ini dia dua nomor peserta yang sudah dipilih narasumber kita untuk menerima hadiah yang sudah disiapkan." MC acara dengan semangat membacakan peserta yang berhak menerima hadiah. “Peserta pertama dengan nomor undangan 412, dan peserta kedua dengan nomor undangan 119. Dimohon untuk kedua peserta silahkan menuju panggung." Riuh tepuk tangan dari peserta yang hadir menemani langkah peserta dengan nomor undangan 412 dan 119. Keduanya menuju panggung untuk mengambil hadiahnya. Ibu Ratna sebagai ketua panitia memberikan dua buah buku ke bunda Widyawati untuk diberikan kepada peserta yang beruntung. Kedua peserta diapit oleh nara sumber dan ketua panitia untuk berfoto bersama. Kedua peserta ini adalah Fadhil dan Inaya. Ruangan dilantai empat Akasia hotel sudah mulai sepi. Hanya tinggal beberapa peserta yang ingin berfoto dengan bunda Widyawati. Ibu Ratna sebagai ketua panitia membawa Fadhil dan Inaya ke belakang panggung untuk mengambil hadiahnya. “Saudari Inaya, Pasangannya mana?“ Ratna bertanya pada Inaya. “Saya datang sendiri, bu.“ “Lho, harusnya pasangan nya ikut hadir, jadi ilmunya sama-sama dapat." “Saya masih sendiri bu, belum ada pasangan.“ Inaya memaksakan senyum menimpali pernyataan Bu Ratna barusan. “Ah, yang benar?“ Wajah Ratna berbinar-binar menatap Inaya. Dia seakan tidak percaya mendengar ucapan wanita yang ada di depannya. Bagaimana mungkin wanita kuning langsat dengan balutan busana sederhana yang tampak elegan, rambut panjang yang terurai di bawah bahu dengan bagian bawah yang dibentuk spiral ditambah kacamata yang bertengger diatas kepala belum memiliki pasangan? Sekilas ide gila itu muncul di benak Ratna, kemudian ia berkata “Dhil... sini! kenalkan ini Inaya." Fadhil dan Inaya sama-sama mengenalkan diri masing-masing sambil berjabat tangan. “Kalian jangan pulang dulu, ibu mau ajak kalian berdua makan malam. Inaya mau kan, makan malam sama kami?" Tentu saja Inaya tidak mau melewatkan kesempatan bagus ini, tidak ada yang tau kalau Inaya diam-diam memperhatikan Fadhil. Untuk saat ini memang Inaya belum mengetahui siapa lelaki yang ada dihadapannya sekarang. Tapi sebentar lagi, Inaya akan mencari tahu, siapa tau cocok untuk dijadikan suami. Begitulah kata sisi hati Inaya yang paling dalam. *** Inaya Pov Usai makan malam bersama dengan Bu Ratna dan Fadhil, aku langsung masuk ke kamar hotel untuk beristirahat. Pertemuan pertama dengan ibu dan anak itu sangat mengesankan bagiku. Menurutku, Fadhil merupakan anak yang patuh dan menurut sama ibunya. Tidak satupun perkataan Bu Ratna yang di bantah sama Fadhil. Walaupun terkadang lelaki itu nampak keberatan dengan yang diperintahkan ibunya, namun dia tetap melaksanakan perintah ibunya. Termasuk mengantar aku kembali ke hotel setelah makan malam. Aaah... Semoga saja pertemuan ini membawa perubahan dalam hidupku, dia adalah seseorang yang sangat menarik. Postur tubuhnya tinggi, sangat ideal dengan bahunya yang lebar, d**a bidang dengan perutnya yang rata. Tidak nampak kesan tua di usianya yang sudah kepala tiga. Gaya berpakaiannya pun menarik. Walaupun seorang dokter, penampilan nya tampak mengikuti trend anak muda sekarang. Dia tidak terliha lebih muda dari usia ssbenarnya. Aku tidak percaya kalau dia masih single, karirnya sangat bagus. Bu Ratna sangat antusias menceritakan putra semata wayangnya. Mungkin karena kesibukannya sebagai dokter, dia tidak memiliki cukup waktu untuk mengurus masalah asmaranya. Ya, aku yakin. Dialah orang yang selama ini aku cari. Aku akan berusaha mendekatinya, aku akan mencari jalan untuk mencari tahu seperti apa dia sebenarnya. Fadhil Pov Aku heran dengan ibu, beliau tidak pernah bosan mengenalkan aku dengan banyak wanita. Padahal ibu sudah hafal sifatku. Sebanyak apapun wanita yang dikenalkannya kepadaku, sebanyak itu pula aku menolaknya. Sebagai anak, aku berusaha mematuhi setiap perintahnya. Walaupun enggan, aku sebenarnya malas ikut acara seminar yang ditawarinya. Tapi aku tidak mau mengecewakan ibu. Bagaimanapun, aku tetap ingin menajadi anak terbaik dimata orang tuaku. Dan sejauh ini, aku telah mewujudkannya. Kecuali permintaan ibu yang sekarang. Menikah. Aku tidak bisa memberikan alasan kepada ibu kenapa aku tidak suka menikah. Menurutku, menikah hanyalah batu sandungan dalam hidupku. Aku tidak bisa hidup dalam keterikatan. Mengurus seorang perempuan merupakan sesuatu yang ribet. Banyak pasien ku, ibu-ibu yang selalu ingin bermanja dengan suaminya. Meminta inilah, itulah. Bagiku, hal yang seperti itu sangat mengikat kebebasanku. Sangat merepotkan! Seperti biasanya, di akhir seminar tadi Ibu mengenalkanku pada seorang wanita. Bahkan Ibu langsung mengajaknya makan malam bersama kami. Wanita itu memang cantik dan pintar. Dilihat dari penampilannya, dia sepertinya memiliki karir yang bagus. Tidak ada nilai minus yang aku jumpai dalam dirinya. Kulihat, ibu sangat menyukainya. Aku dipaksa ibu untuk mengantarkan wanita yang kuketahui bernama Inaya ke hotel tempat dia menginap. Sebelum berangkat, Ibu membisikkan sesuatu ke telingaku. "Ibu sangat menyukainya, dia sangat cantik. Ia tipe perempuan yang cocok untuk menjadi istri kamu. Ibu yakin, kalian akan berjodoh nanti. Hati kecil ibu berkata kalau dialah orang yang akan menjadi pendamping hidupmu." Selama perjalanan ke hotel, kami hanya berbincang ringan seputar pekerjaan. Aku bercerita tentang profesiku sebagai dokter. Dan dia menceritakan pekerjaannya sebagai dosen. Dia seorang perempuan yang bisa mengimbangiku dalam bercerita dan berkomunikasi. Entah itu ada pengaruhnya dengan usia kami yang sudah cukup dewasa atau latar belakang pendidikan kami yang setara. Betul kata ibu, dia memang seorang perempuan yang cocok untuk dijadikan istri. Wajah cantik, karir bagus, pintar, Tetapi, aku tetap tidak tertarik menjadikan ia sebagai istri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD