Sean mempercepat langkahnya dan membuka pintu untuk Arsih yang kemudian duduk, setelah menutup pintu itu dia berjalan menuju pintu dan duduk dibalik kemudi lalu melajukan mobilnya meninggalkan Food Court. Sean berfikir setidaknya Arsih makan walau sedikit sehingga tidak membuat perutnya sakit nantinya.
Sean membayangkan bagaimana dirinya dulu ketika terpuruk setelah perselingkuhan yang di lakukan kekasihnya dan hampir nekat mengakhiri hidupnya jika tak mengingat ibunya yang begitu menyayanginya, bahkan hingga saat ini dia masih belum melupakan sepenuhnya penghianatan itu.
" Kemana arah rumahmu, agar kau bisa segera istirahat, bukankah esok kau juga harus bekerja.?"
Tanya Sean dengan suara lembut dan menatap kearah dimana Arsih duduk.
Arsih masih terdiam dan dia mengeluarkan ponselnya lalu mengetik sesuatu dan kemudian memberikannya kepada Sean. Seolah suaranya amatlah mahal atau saat ini dia memang tengah tak sanggup berkata-kata.
Sean menerima ponsel itu dan membacanya, ternyata sebuah alamat tempat tinggal Arsih. Sean membaca dan mengingatnya.
Syukurnya alamat tersebut bukanlah alamat yang sulit di hafal, tetapi dia memilih untuk meletakkan ponsel Arsih di hadapannya.
Sean memilih diam dan tidak menanyakan apapun hingga dia sampai di alamat tempat Arsih tinggal dan memasuki parkiran kost-kostan yang lumayan asri dan tenang.
Sean menolehkan wajahnya kearah Arsih yang masih tak bergeming mengetahui tujuannya telah sampai, Sean meraih ponsel Arsih dan hendak mengembalikan ponselnya, tangannya tertahan manakala melihat Arsih yang ternyata telah tertidur dalam diam dengan mata sembab.
Sean menatap lekat kearah wajah cantik yang tengah terluka. Rasa penasaran menggelayuti pikirannya, tentang tampang pria yang telah membuatnya sedemikian terluka.
Sebegitu terluka-kah kau? Apa yang kau lihat sebenarnya, hingga kau begitu berkeras dan ingin berpisah. Seharusnya kau memaafkan saja, jika kau merasa tak yakin mampu untuk hidup sendiri tanpanya, jangan sampai sepertiku, hingga akhirnya aku tak punya pilihan untuk masa depan...
Sean menghela nafas panjang, dan menghembuskannya perlahan, lalu menggenggam ponsel itu dengan erat mengingat bagaimana dia melihat jelas perselingkuhan kekasih yang sangat di cintainya, hingga tanpa sengaja dia menekan layar ponsel. Layar ponsel itu menyala.
Sean terkejut akan cahayanya yang tiba-tiba keluar, lalu pandangan matanya menatap kearah layar ponsel, dimana wallpaper ponsel itu, foto Arsih dan kekasihnya terpajang disana dengan pose mesra.
Sean memandangi foto tersebut tanpa berkedip, dari foto itu Sean mengetahui bahwa kekasih Arsih adalah seorang Pilot.
Dari foto di wallpapper itu terlihat jelas mereka sangat bahagia dan dia bisa memastikan bahwa sang pria juga sebenarnya mencintai Arsih dengan tulus.
Bukankah sorot mata pria itu, terlihat mencintai wanita ini? Lantas apa alasan dia berhianat. Bosan, iseng, hobi, atau melampiaskan nafsu? Atau, karena materi? Tidak. Tidak mungkin karena materi, gaji pilot cukup tinggi. Lantas, karena apa?? Wanita ini cantik berkelas, dan memiliki harga diri yang tinggi, selain itu dia terlihat wanita yang berprinsip di tambah wataknya yang keras kepala, dan semena-mena. Mungkinkah pria itu, mendapatkan sosok baru yang pasrah? Ahh. Ntahlah!
Sean menggelengkan kepala bingung.
Dia kembali menghela nafas lalu memandang kearah Arsih dengan mata yang sembab dan wajah lelah, ingin rasanya dia membangunkan Arsih karena mereka telah sampai.
Kalau aku membangunkannya sekarang, dia nanti pasti kesulitan untuk bisa kembali memejamkan mata, terlebih di situasi yang seperti sekarang, jangankan untuk bisa tertidur lelap, bisa berhenti menangis saja sudah syukur. Terlebih dia harus bekerja esok, ataukah harus aku menghubungi departement-nya agar HR disana memberikan cuti untuknya? Ohh, tidak-tidak! Jangan ikut campur, dia bukan type wanita yang suka bergantung sepertinya, lebih baik untuk saat ini, yang dia butuhkan adalah tidur. Jadi biarlah dia tidur sepuasnya.
Sean memilih untuk membiarkan Arsih tertidur, lalu dia kembali tersentak, manakala kepala Arsih sudah bersandar di bahunya, hal itu membuatnya semakin tak bisa bergerak. Takut akan wanita yang tengah patah hati itu terbangun, Sean menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi.
Waktu terus berlalu, tidak terasa jam telah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Arsih tersentak karena tangannya tak sengaja mengenai tangan Sean yang juga akhirnya tertidur dimobil bersamanya.
Matanya terbelalak lebar, dirinya meraba pakaian yang di kenakan, akhirnya bernafas lega karena seluruh pakaiannua utuh seperti yang tadi dia kenakan.
Arsih lalu memperbaiki posisi duduknya dan merapikan rambutnya, matanya melirik jam dan ternyata sudah jam 2 pagi. Dia menepuk jidatnya karena sembarangan tertidur, bahkan merebahkan kepalanya di bahu pria yang sama sekali tidak di kenalnya, dia menggigit bibir, kemudian menarik nafas dalam-dalam, pandangan matanya menatap ke sekeliling yang ternyata dia sudah berada di parkiran tempat kostnya.
Dia memandangi Sean yang tertidur pulas di balik bangku kemudi mobil dinas miliknya, wajahnya mengulas senyum, membuat Arsih bergumam.
" Makasih sudah menemaniku sampai sejauh ini Bung Sean...Aku tak tahu harus bagaimana menjalani malam ini, jika tanpa bantuanmu, aku bahkan tak dapat berfikir dengan jernih saat ini. Perjuanganmu untuk mendapatkan kembali dompetmu sungguh luar biasa.."
Bisik Arsih perlahan seraya menatap wajah tampan Sean yang tertidur pulas.
Satu hal yang harus aku syukuri adalah, aku bertemu dengan pria baik, dan justru menjagaku sampai di titik ini, mengorbankan diri dengan terancam makan karena dompetnya ada padaku, maafkan aku yang telah menyulitkanmu, tapi untuk kejadian tadi, jujur aku harus berterima kasih, atas hadirmu...
Arsih kembali memandangi wajah Sean seraya tersenyum, mendapati ada pria asing yang bahkan ia tak tau asal usulnya tapi justru menjadi penolongnya saat ini.
Arsih merasa bersyukur terlepas Sean telah merugikannya dengan menabrak mobil nya tapi setidaknya Sean juga tak lepas tangan begitu saja karena ia meninggalkan dompet nya kepadanya.
" Heii..
Bangun...
Atau kau mau tidur disini sampai pagi..
Dan bersiap kaki mu akan keram.."
Ucap Arsih yang menggoyang - goyangkan pundak Sean dengan satu jarinya.
" hmmm...
Kamu udah bangun? Aku tidak tertidur..." Jawab Sean sembari mengusap matanya " Aku sengaja tak membangunkanmu karena aku takut, kamu sedang bermimpi mendapat lotre jadi terganggu karenaku..."
Jawab Sean memperbaiki posisi duduknya lalu menatap ke arah Arsih.
" Apa? Kau tak tertidur? Oke, baiklah!"
Mungkin karena sudah sempat tertidur, Arsih sudah sedikit kembali normal.
" Ya, memang. Aku tidak tidur!"
Arsih mencibirkan bibirnya.
" Lalu, mengapa kamu justru nungguin aku yang tertidur? Seharusnya kamu bisa langsung pergi, istirahat dan bekerja esok hari…” Ucap Arsih membuat Sean tersenyum kecil.
" Kalau aku pergi, gimana dengan kepala yang nempel di bahuku? Lain kali jangan sembarangan tidur apalagi ada laki-laki..." Jawab Sean sembari menepuk pundak yang menjadi tempat Arsih bersandar.
" Trus, kalau aku bangunnya siang, kamu juga bakal bertahan? Yakin, sanggup?" Tanya Arsih menyindir.
" Ya, coba tidur lagi, biar kita test apakah kamu kesiangan bangun saking merasa nyaman di bahuku..."
Sontak kalimat terakhir Sean membuat Arsih membelalakkan matanya.
" Cuih! Pede amat, over dosis deodorant ya? “
Arsih salah tingkah. Lalu memalingkan wajahnya.
“ Loh, fakta membuktikan, kalau emang merasa gak nyaman, pasti kamu bakalan merebah di bahuku selama itu, kamu pikir kakiku tidak kram, harus menahan diri selama itu tidak bergerak?”
Ucap Sean sembari sesekali meringis karena kakinya sedikit kram, hanya saja dia melebihkan ekspresi wajahnya, hingga terkesan sangat parah, hal itu tentu saja tak luput dari pantauan Arsih.
“ Hah, serius kaki kamu kram? Trus gimana. Makanya, lain kali jangan merasa sungkan, tinggal bangunin saja aku. Kamu juga butuh istirahat agar tidak terlambat ngantor, bukan? Dasar keras kepala…”
Arsih menatap Sean dengan tatapan tak percaya bahwa orang asing memperdulikannya sedemikian rupa dan menjaganya.
" apaaa?! Kau bilang aku keras kepala. Aww!!” Sean melirik kearah Arsih.
“ Aduuuhhh..duuuhh..."
Rintihnya lagi dengan wajah meringis seolah menahan Sakit. Tentu saja itu hanyalah tipu daya dirinya dalam mengelabui wanita cantik di hadapanny.