10. Kissing

1206 Words
"Assalamualaykum," ucap Laili di depan pintu dapur sambil membuka sepatu sekolahnya. "Wa'alaykumussalam," jawab Ririn sambil menoleh pada Laili, yang pulang lebih cepat dari biasanya. Namun, yang lebih mengherankan dirinya, adalah keberadaan Arya, suami mereka yang juga datang bersama Laili. "Saya ganti baju dulu, Nya," ujar Laili langsung naik ke lantai atas dengan wajah kusam. "Mas, Laili kok bisa sama kamu? Kenapa dia pulang cepat?" "Laili baru saja menampar teman lelakinya hingga tersungkur di lantai," terang Arya sambil merenggangkan ikatan dasinya. "Hah? Laili menampar lelaki? Masa sih, Mas?" Ririn tersenyum tak percaya. "Ya, itu kenyataannya. Maka dari itu, Papa dipanggil ke sekolah oleh wali kelasnya. Terus, Laili diminta pulang lebih dulu." "Oh, gitu. Terus, masalahnya selesai tidak? Laili tidak dituntutkan? Tahu sendiri wali murid jaman sekarang. Salah dikit aja, langsung lapor," omel Ririn yang merasa kasihan dengan Laili. "Tenang saja, Ma. Ibunya lelaki yang ditampar Laili, mantan Papa saat SMP," terang Arya sambil menahan tawanya. "Hah? Si Siti?" "Iya, Ma. Lucu ya, dunia ini kecil sekali." "Trus tanggapannya bagaimana?" "Iya kikuk gitu, wajahnya juga malu-malu. Persis Mama waktu nembak Papa saat SMA. Ha ha ha ..." tawa keduanya menggema dari lantai bawah, tepat saat Laili akan turun, untuk melaksanakan tugas rumah tangganya yang lain. Ada yang sakit di dadanya, melihat keakraban Arya dan Ririn. Sudah pastilah, dia juga cuma jadi yang kedua, pasti perasaanya juga selalu dinomor duakan. Apalagi Arya menikahinya bukan karena cinta, tetapi karena disuruh Ririn. Pastilah ia tidak ada apa-apanya dibanding Ririn, sang istri sah. Laili memejamkan mata, berjalan turun tanpa menoleh pada Ririn dan juga Arya. Kakinya melangkah ke dapur untuk mencuci piring. Arya dan Ririn memperhatikan Laili yang tidak seperti biasanya. "Masih ngambek?" tanya Ririn pada suaminya. "Mungkin. Tuh, wajahnya asem," jawab Arya sambil merapikan lagi dasinya. "Laili...bawakan saya Teh!" ujar Arya dengan suara sedikit dikeraskan. Tanpa menjawab, Laili bergegas membuatkan teh manis untuk suaminya. Cukup satu sachet gula tro****na untuk melengkapi teh khusus untuk Arya. Ia berjalan dengan pandangan lurus, tanpa senyum. Raut wajahnya juga datar, sambil sedikit menunduk, ia meletakan secangkir teh di atas meja untuk suaminya. Arya terheran-heran dengan sikap Laili yang terkesan kaku. "Ada lagi tidak, Nyonya? Saya mau menyetrika di kamar belakang?" tanya Laili pada Ririn. "Tidak ada, hanya saja satu jam lagi saat Dira bangun, tolong kamu suapi," titah Ririn. "Baik, Nya. Permisi." Laili pamit ke belakang tanpa melihat ke arah Arya. Air bening hampir saja tumpah, saat kakinya masuk ke dalam ruang setrika. Ya Allah, kenapa sesakit ini? Jangan sampai aku jatuh cinta dengan suami orang. Tidak boleh! Aku harus tahu diri. Laili bermonolog. Kemudian melanjutkan kegiatan menyetrikanya. Arya yang masuk dari pintu samping, kini ikut memperhatikan pintu ruang setrika yang tertutup. Ia ingin bertanya pada Laili, ada apa? tetapi ia urungkan. Nanti malam saja ia bicara dengan Laili. Arya berjalan masuk ke dalam mobil, lalu menyalakan mesin mobil lalu meninggalkan pekarangan rumahnya. Laili menjalani aktifitas hariannya seperti biasa. Setelah menyetrika kurang lebih dua jam, Dira pun bangun. Laili melanjutkan tugasnya menyuapi dira makan bubur buah, sambil menggendong bayi sepuluh bulan itu dengan kain batik panjang. Suasana hatinya yang beku, kini mencair saat memandang wajah menggemaskan Dira. Laili memilih menyuapi Dira di teras depan sambil mengajak bayi kecil itu bicara. Ririn memperhatikan dari balik jendela, senyum tipisnya terbit, saat menangkap bahasa tubuh Laili sudah tidak lagi kaku. Ririn sangat paham akan Laili, gadis itu bisa saja sedang tak enak hati karena dihukum oleh guru. Ia juga belum empat puluh hari kehilangan sang ibu. Wajar saja jika emosinya naik turun. Ia takkan pernah menyesal menjodohkan Laili dengan suaminya, karena Laili takkan berani berbuat curang di belakangnya, serta takkan berani benar-benar mengambil Arya dari dirinya. "Mama, Anes mau makan," ujar Anes menghampiri sang mama yang masig duduk di atas kursi roda menghadap ke halaman depan, tempat Laili menyuapi Dira. "Minta sama bibik ya, Sayang," jawab Ririn dengan lembut. Ah, entah kapan kakinya bisa dipakai untuk berjalan? Ingin sekali bisa melayani anak-anak dan suaminya dengan baik, tapi apalah daya, meskipun rajin fisioterapi tetap saja saraf kakinya tak bertenaga. Anes pergi ke dapur, meminta nasi pada bibik yang sedang membersihkan dapur. Untunglah, Anes anak mandiri, tidak selalu harus dilayani keperluannya. Untuk makan dan mandi, Anes dapat melakukannya sendiri, tanpa bantuan bibik atau pun Teh Laili. "Nyonya, saya bawa Dira main ke atas ya, di kamar saya," izin Laili pada Ririn. "Kamu tidak makan dulu?" "Nanti saya, Nya. Saya mau ke kamar saja," jawab Laili sambil menyunggingkan senyum yang dipaksakan. Ririn pun mengangguk, membiarkan Laili menggendong Dira naik ke lantai dua. Siang berganti sore dan sore berganti malam. Ririn sudah berada di dalam kamarnya. Sedangkan Laili juga berada di kamarnya, bersama Anes. Membantu gadis kecil itu mengerjakan PR. Tuk! Tuk! "Ma," panggil Doni di depan pintu kamar sang mama. "Masuk, Bang," sahut Ririn. Doni masuk ke dalam kamar, sambil membawa buku pelajarannya. "Ada apa, Bang?" "Doni ada PR, Ma. Gak bisa ngerjainnya. Mau minta tolong Teh Laili, tapi Teh Laili sedang menemani Anes belajar." "Coba sini Mama lihat!" Ririn bersemangat saat anak sulungnya meminta tolong. Paling tidak, untuk menemani mengerjakan PR, dia bisa mendampingi anak-anaknya. Ririn mengecek satu per satu PR Doni dan sangat disayangkan ia lupa cara mengerjakannya. Kenapa tugas anak SMP sekarang berbeda dengan jaman SMP-nya dulu. "Maaf, Bang. Mama tidak paham caranya. Minta tolong Teh Laili saja, bergantian dengan Anes," ujar Ririn dengan rasa sedih. "Ya sudah." Doni keluar dari kamar mamanya menuju kamar Laili. Ririn hanya bisa tersenyum kecut. Apa yang harus ia lakukan agar kakinya bisa kembali lagi digerakkan? Terlalu larut dalam rasa sedihnya, Ririn akhirnya tertidur begitu selesai sholat isya. Sampai ia tak sadar saat suaminya pulang dari kantor. Arya mengecup kening istrinya dengan lembut. Setelahnya, ia masuk ka kamar mandi. Setelah bersih dan segar kembali, Arya keluar kamar mandi, lalu memakai pakaian tidurnya. Sekali lagi ia mencium kening istrinya. Lalu beranjak keluar kamar, tujuannya saat ini adalah kamar Laili. "Li." "Ya, Tuan." Laili membuka pintu dengan lebar. Ada Doni sedang tengkurap menyelesaikan tugasnya. Begitu juga dengan Anes. "Saya mau makan. Tolong siapkan ya," ujar Arya sambil tersenyum. Laili mengangguk, tapi tidak membalas senyum Arya. Entah kenapa hatinya masih saja sakit, bila mengingat Arya mampu tertawa bebas dengan istri sahnya. Laili bergegas turun, lalu menyiapkan makan malam untuk suaminya. Arya sudah menunggu di ruang makan. Hatinya pun sungguh tak enak karena tak mendapatkan senyum dari Laili. "Ini, Tuan. Saya permisi." "Temani saya." Arya menahan tangan Laili. Menariknya lembut untuk duduk di sampingnya. "Kamu kenapa?" tanya Arya lembut. "Tidak apa-apa." "Jangan bohong." "Tuan, saya mau tanya sesuatu. Di sini kan saya hanya jadi istri serepan, merangkap pembantu pula. Jika suatu hari saya menemukan lelaki yang mencintai saya, apa boleh saya minta berpisah?" "Apa?" mata Arya melotot tajam. Darahnya mendidih seketika. Cup...mmmmpppt... Arya mencium bibir Laili tiba-tiba. Membuat istri mudanya itu kaget. Laili masih saja menutup rapat bibirnya. Ia tak paham bagaimana caranya berciuman. Susah payah ia mendorong tubuh Arya agar melepas ciumannya, namun tidak bisa. Ciuman itu makin dalam, hingga keduanya hampir kehabisan nafas. "Jangan pernah katakan akan meninggalkan saya," bisik Arya dengan amarah tertahan Cup Arya kembali mencium Laili dengan lembut. "Ya Allah, Papa, Laili!" **** Nah lho, ketahuan siapa tuh?? Terima kasih untuk teman-teman yang sudah sabar menunggu update-nya. Sayang kalian semua. Penasaran ndak, siapa yang memergoki? Sampai ketemu dua hari lagi yaa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD