Di dalam mini bus saat perjalanan pulang ke Jakarta, seorang anak terdengar berteriak ketakutan. Anak lelaki berusia sepuluh tahun itu lantas mendadak tubuhnya kejang-kejang. Kejadian itu sontak saja membuat Mella terkejut dan berteriak. Suara Mella terdengar lantang dari arah bangku belakang.
"Eh, semuanya tolongin, tolongin si Andi nih! Dia teriak-teriak nggak jelas begini," ucap Mella.
"Kok, dia seperti orang kesurupan kayaknya," sahut Anggi, remaja putri yang berusia lima belas tahun.
Mella berteriak dari kursi bagian belakang kembali. Adam meminta pak sopir untuk menghentikan laju mini bus itu dan menepi di pinggir jalan sejenak. Untungnya ada rest area dekat dengan daerah situ. Akhirnya sopir mini bus itu membawa rombongan ke rest area.
Adam berlari ke belakang untuk memegangi anak yang tengah kesurupan tadi.
Sesampainya di rest area, beberapa anak turun dari bus. Amanda lalu meremas tangan sang nenek kala melihat seorang hantu laki-laki dengan kaki sebelah kanannya putus sepaha. Kondisi tubuhnya begitu mengerikan. Gadis itu melihat perut sang hantu terkoyak sampai memperlihatkan ususnya yang terburai.
"Astagfirullah!" pekik Amanda.
Hal itu sangat membuat Amanda mual kala melihatnya apalagi wajahnya membiru memar dengan bola mata sebelah kiri hampir keluar. Sosok hantu lelaki itu berada di samping Andi yang kata orang pintar setempat mengalami ketempelan. Oleh karena itu, Andi jadi bergerak tak menentu seperti itu.
Hantu itu kini melihat ke arah Amanda dengan tajam. Dia tau kalau dirinya sedang diamati oleh gadis itu. Aman dan langsung memeluk sang nenek dan membenamkan wajahnya di lengan sang nenek ketakutan.
Dilihatnya hantu laki-laki itu kembali mendekati Andi. Karena Amanda penasaran dia pun menddkat. Hantu itu masih melihat tajam ke arah Amanda dan langsung melayang ke arah wajah gadis itu berteriak.
"Kembalikan liontin bintangku! Kembalikan milikku!" Hantu itu berteriak di hadapan wajah Amanda.
"Aaaaaaaaaa."
Amanda lalu jatuh tak sadarkan diri.
"Amanda, kamu nggak apa kan, sayang?" Nenek Ratih mencoba menyadarkan Amanda.
Adam meminta bantuan para pekerja rest area untuk memanggilkan ulama untuk mengobati Andi yang kesurupan.
Sang nenek dan Mbak Mira mencoba membuat Amanda tersadar dari pingsannya.
"Kepala aku pusing banget, Nek," ucap Amanda seraya memijat keningnya.
"Minum dulu, Amanda." Mbak Mira menawari gadis itu air mineral dan mengolesi pinggir kepala sang gadis dengan minyak angin.
"Makasih ya, Mbak Mira, si Andi gimana itu?" tanya Amanda.
"Udah sadar tuh, lagi sama pak ustaz."
Adam menunjuk seraya menoleh ke Andi yang terbaring kelelahan karena teriakan nya nanti.
"Kalian percaya hantu? Katanya sih ada hantu yang ikutin dia," ucap Adam.
Pak ustaz lalu meminta Adam untuk menggeledah tas Andi. Ternyata anak itu membawa sebuah liontin dari villa tadi.
"Kamu ambil dari mana liontin ini?" tanya Adam.
"Maafin saya Kak Adam, Andi teh khilaf, Andi nemu di belakang villa. Tali rantainya kan emas, nah kalau emas beneran lumayan buat dijual," jawab Andi dengan polos.
"Ckckkckc itu namanya kamu udah membawa yang bukan hak kamu, pantes aja sama setan dicariin," sahut Mella.
Pak Ustaz masih berusaha mengusir hantu pria itu dan berjanji akan mengembalikan liontin itu ke tempat semula entah siapa pemiliknya.
"Nanti saya suruh orang buat balik ke villa," ucap Adam pada pak ustaz.
Lalu, sang ulama itu menghampiri Amanda.
"Neng, udah nggak apa - apa kan?" tanya pria paruh baya itu.
"Saya sudah nggak apa-apa, pak ustaz," jawab Amanda.
"Alhamdulillah, kamu kaget ya neng lihat yang tadi?" tanyanya.
"Emmm, ya gitu pak ustaz," jawab Amanda perlahan.
Setelahnya, Adam memberikan beberapa uang imbalan untuk pak ustaz yang ditolak secara halus.
"Lebih baik diletakkan di kotak amal yayasan saja," pinta pria itu.
"Baik, Pak, kalau begitu."
Adam bersama rombongan lalu pamit untuk kembali ke Jakarta. Suasana hening dalam mini bus setelah kejadian kesurupan yang menimpa Andi. Mbak Mira lantas memperingatkan pada anak-anak agar tak mengambil barang yang bukan milik sendiri.
"Biar bagaimanapun perbuatan mencuri itu sangat dilarang oleh ajaran agama manapun. Jadi, Bunda harap kalian harus menjaga perilaku kalian, ya?" ucap Mbak Mira yang kerap dipanggil Bunda oleh anak-anak Taman Aksara.
"Baik, Bunda." Semua mengucap bersamaan.
*
Sesampainya rombongan di Taman Aksara, seorang wanita menggunakan kacamata hitam sudah menyambut Adam. Wanita berambut warna cokelat bergelombang dengan tubuh kurus dan tinggi semampai itu tiba-tiba memeluk Adam. Wanita itu mencium pipi kanan dan kirinya. Semua mata mengarah pada kedua pasangan itu saat melihat kejadian itu.
"Jangan kayak gini, aku malu dilihat anak-anak," ucap Adam yang langsung menepis pelukan kekasihnya itu.
"Kamu kan pacar aku, biarin aja sih!" sahut gadis itu dengan penuh bangga.
"Aku malu, Sheila," ucap Adam.
"Kenapa sih? Udah deh nggak usah malu, kita sebentar lagi tunangan dan akan menjadi suami istri," ucap Sheila.
"Tapi kan tidak saat ini masih nanti," sahut Adam.
Amanda melihat sosok perempuan itu lagi sedang menatap ke arahnya. Gadis itu begitu sempurna, dia juga berpikir kalau wanita bernama Sheila itu keturunan dari anak orang kaya. Rasanya sangat tidak etis jika menyandingkan sosok wanita di hadapan Adam dengan dirinya yang hanya anak yatim piatu dan miskin.
"Cantik ya wanita itu," gumam Amanda sampai Mella dapat mendengarnya.
"Cantik sih, Kak, tapi hatinya nggak. Dia sombong, judes, dan kayaknya nggak cocok sama Kak Adam," ketus Mella.
"Amanda, ayo kita pulang! Nenek capek banget," ucap wanita paruh baya itu.
"Aku pulang dulu ya, terima kasih untuk hari ini," ucap Amanda lalu pamit pada Mbak Mira dan juga Mella.
Amanda juga pamit pada Adam dan dipandang ketus oleh Sheila sebelum dia pulang bersama sang nenek dengan berjalan kaki.
"Siapa perempuan itu?" tanya Sheila.
"Itu Amanda, dia murid di sini," jawab Adam.
"Murid di sini? Nggak salah tuh? Dia udah ketuaan jadi murid!" cibir Sheila.
"Tadinya dia buta, dia baru bisa melihat dan ingin belajar membaca dan menulis. Nggak ada salahnya kan dia belajar?"
"Ya nggak salah sih, cuma lucu aja udah ketuaan nggak tau malu, ya?"
"Kamu yang harusnya malu ngomong begitu. Kamu punya uang buat kuliah dan sebentar lagi lulus sarjana aja masih malas belajarnya. Tapi, Amanda yang serba kekurangan gitu masih semangat belajarnya," ucap Adam.
"Kamu kayaknya bangga banget sama dia, jangan-jangan suka lagi!" ketus Sheila.
"Jangan mulai, deh! Aku lagi malas bertengkar!" tegas Adam lalu pamit pada Mbak Mira dan anak-anak lainnya.
Adam lalu mengikuti Sheila masuk ke dalam mobil gadis itu. Sheila sempat melirik tajam ke arah Amanda.