Bab 3. HOUSEMATE

1248 Words
Mereka berdua makan dengan hening. Tak ada yang membuka percakapan. Si cowok juga tampaknya larut dalam pikirannya sendiri. Sementara Rea juga tak ingin banyak bertanya. Karena toh, ia merasa tak ada hak untuk ikut campur urusan cowok yang semalam ia tolong. Selesai sarapan, Rea membereskan piring kotor mereka berdua dan bersiap untuk berangkat bekerja di minimarket yang terletak di depan kompleks perumahannya. Walaupun bukan komplek perumahan mewah, namun di sinilah Rea bisa ketenangan dalam hidupnya. Meskipun ia sadar jika apa yang ia lakukan salah. Rea hanya butuh waktu untuk sendiri. Ya, hanya waktu yang sangat ia butuhkan untuk saat ini. Rea keluar dari kamar setelah ia siap untuk berangkat ke minimarket. Gadis tersebut menoleh ke arah cowok yang kini tengah duduk di sofa seraya menatapnya. “Kenapa masih disini? Bukannya gue minta lo untuk secepatnya pergi dari sini?” Tanya Rea sembari membenarkan letak tas selempang kecil miliknya. Si cowok menggelengkan kepalanya pelan, “Boleh nggak gue menginap lagi disini sampai luka-luka gue sembuh? Lo tahu kan, kalau luka-luka gue masih parah dan gue juga nggak bisa merawat diri sendiri. Sementara gue juga tinggal sendirian.” Jelasnya yang tahu jika gadis tersebut pastinya membutuhkan alasannya untuk tetap berada di rumahnya. Rea menghembuskan napasnya kasar. “Mau lo apa sih sebenarnya? Gue sudah berbaik hati mau nolong lo semalam. Kenapa sekarang banyak banget alasan lo supaya nggak gue usir?” Rea bertanya dengan nada interogasi serta jangan lupakan tatapan tajamnya. Hanya helaan napasnya yang terdengar berat. “Gue minta maaf kalau tadi pagi sudah kasar sama lo. Gue cuman minta, ijinkan buat gue tinggal disini sampai luka gue sembuh. Karena nggak ada orang yang bisa merawat gue, kalau gue pulang. Boleh yah? Gue janji nggak akan ganggu lo sama pacar lo deh,” mohon cowok tersebut dengan wajah memelas. “Dengar yah,” “Mike, nama gue Mike. Kita belum kenalan yah dari tadi,” kekehnya kecil. Rea memutar bola matanya malas, “Dengar yah, Mike. Gue juga tinggal sendiri di sini. Dan gue juga nggak mau ngerawat lo. Karena kita bukan siapa-siapa. Sebaiknya lo cepetan pergi deh, pusing gue lihat lo. Jangan lupa kunci pintunya kalau lo keluar. Taruh saja kuncinya di bawah keset lantai. Gue buru-buru mau kerja. Awas saja sampai gue pulang dan lo masih belum keluar dari rumah gue.” Ancam Rea yang langsung melesat pergi dari hadapan Mike tanpa menunggu jawaban darinya lebih dulu. Mike hanya bisa mendengus kesal di tinggal begitu saja. “Tapi setidaknya dia bukan cewek yang nggak punya hati. Gue yakin dia pasti nggak tega biarin gue pergi dalam keadaan sakit begini. Ah, mending tidur aja. Biar cepat pulih,” gumamnya seraya membaringkan tubuhnya kembali di sofa yang semalam ia tiduri. ##### Sedangkan di sisi lain. Di sebuah rumah mewah nan megah. Terlihat ada keluarga kecil tengah menikmati sarapan paginya dengan tenang. Sebelum ucapan Sang kepala keluarga membuat putranya marah. “Kean, kamu masih ingat dengan Kakek Subrata dan cucu perempuannya kan?” tanya papanya sembari menyantap nasi gorengnya. Kean yang merasa di panggil pun menoleh dan mengangguk acuh. Seolah tahu apa yang akan papanya sampikan. “Kakek kamu dan kakek Subrata sudah menjodohkan kamu dengan cucunya. Karena sekarang usia kamu dan dia telah cukup untuk membina rumah tangga. Papa dan orang tuanya berniat untuk melaksanakan apa yang telah di wasiatkan oleh kedua orang tua tersebut.” Jelas papanya yang kini tampak sangat serius menatap putra semata wayangnya. “Nggak, Pa. Kean bukan anak kecil yang bisa papa suruh untuk menikah dengan gadis yang nggak aku kenal.” Tolak Kean dengan kesal. “Dia Rea, Kean. Teman masa kecil kamu dulu. Dulu dia sering sekali di bawa oleh kakeknya kesini. Kalian sangat akrab. Mama juga menyukainya.” Mamanya mencoba membenarkan asumsi Kea terhadap calon istrinya. “Ma, tapi itu kan dulu. Saat kami masih sama-sama kecil. Dan aku yakin kalau sekarang dia juga pasti akan menolak. Atau dia bahkan sudah punya kekasih. Sudah lah. Lebih baik papa batalkan saja rencana perjodohan konyol itu. Karena Kean nggak akan pernah mau menerimanya.” Ucapnya tegas seraya berdiri dan melangkah pergi dari meja makan. Papanya yang menerima penolakan dari Kean pun murka di buatnya. Dengan lantang beliau berseru, “Tidak ada yang bisa mencegah rencana papa. Termasuk kamu!” tudingnya ke arah punggung Kean yang kini berdiri membelakangi orang tuanya. “Pa, sudah. Tahan emosi papa,” tukas istrinya yang mencoba menenangkan emosi suaminya. “Tidak, Ma. Kean harus mau mengikuti rencanaku dengan Johan berantakan. Dengar baik-baik, Kean. Apa akibatnya jika kamu berani melawan papa. Kamu pasti tahu dengan baik siapa korban atas pemberontakanmu.” Setelah mengatakan hal itu. Papanya segera pergi masuk ke ruang kerjanya. Meninggalkan Kean yang mengepalkan kedua tangannya karena emosi. Mamanya mengusap lembut kedua lengannya. “Maafkan papamu ya, nak. Papa berbuat seperti itu hanya untuk kebaikanmu. Mama yakin kamu akan mengambil keputusan yang tepat. Hati-hati di jalan. Jangan lupa untuk makan siang. Mama mau menemui papamu dulu.” Mamanya menepuk pundaknya pelan sebelum meninggalkan dirinya yang masih terpaku di tempatnya berdiri. Hanya helaan napas yang terdengar dari bibir seksinya. Kean lantas melanjutkan langkahnya menuju ke parkiran mobil. Ia tidak ingin terlambat dalam meeting pagi ini. #### Selama bekerja, pikiran Rea tidak bisa fokus sama sekali. Rea memikirkan bagaimana keadaan Mike di rumah. Apakah laki-laki itu sudah pergi meninggalkan rumahnya? Atau kah masih berada di sana? Sejujurnya, Rea tak masalah jika memang Mike ingin tinggal di rumahnya untuk memulihkan kesehatannya. Namun Rea sangat kesal dengan apa yang selalu lelaki tersebut lontarkan. Seolah apa saja yang Miek ucapkan hanya untuk membuat Rea marah dan kesal. Tak ingin lagi memikirkan cowok sinting yang semalam ia tolong. Rea kembali berusaha fokus pada apa yang ia kerjakan. Karena ia juga tidak ingin sampai melakukan kesalahan yang berakibat pada pemecatannya. ### Sore harinya pukul lima. Rea telah pulang ke rumahnya dan melihat Mike yang dengan santainya menikmati camilan seraya menonton TV. Dengan senyum bahagianya, dia menyambut kedatangan Rea yang berwajah masam. “Selamat datang ke rumah, Rea. Bagaimana pekerjaannya? Pasti capek yah?” sapanya basa basi. Rea hanya melengos begitu saja masuk ke dalam kamarnya. Tak menjawab sapaan Mike sama sekali. Ia merasa lelah seharian ini. Karena minimarket tempatnya bekerja baru saja kedatangan barang yang lumayan banyak. Hingga ia terlambat pulang ke rumah. Setelah membersihkan tubuhnya dan merasa segar kembali. Rea keluar dari kamarnya. Dilihatnya Mike sedang duduk sembari menikmati pizza. “Ayo, makanlah. Pizza-nya baru saja datang dan masih hangat.” Tawarnya dengan santainya sambil menikmati pizza yang ia pesan barusan. Rea hanya diam tak berniat menjawab dan memilih untuk duduk. Ikut menikmati pizza yang menggugah seleranya. Juga karena ia sangat lapar. “Punya uang Lo pesan pizza,” ucapan Rea yang lebih bisa dikatakan mencibir Mike. Lelaki tersebut hanya tertawa kecil menanggapinya. Tawa yang sejenak mampu menghipnotis Rea. Namun segera Rea mengubah mimik wajahnya datar. “Ya, untung saja. Mereka nggak tahu kalau gue selalu sembunyikan uang di celana dalam gue. Hahahaha...” tawanya pun meledak saat melihat Rea terbatuk mendengar ceritanya. “Uhuuk....uhuukk...jorok Lo!” seru Rea yang buru-buru minum. “Ya, kan itu cara paling aman kalau nggak mau uang Lo di copet. Wah, apa jangan-jangan Lo mikirin yang di dalam celana yah?” tanya Mike sembari mengerling nakal. Menggoda Rea yang kini menatapnya tajam. “What? Lo gila yah! Pergi Lo dari sini sekarang!” teriak Rea marah yang di sambut gelak tawa oleh Mike. Entahlah. Bagi Mike menggoda Rea dan membuat gadis itu marah adalah kesenangan tersendiri baginya. Sebab menurutnya, Rea tampak sangat cantik dan seksi saat marah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD