Selena merasa resah sendiri, dia sekarang berada di depan pintu Devano.
Flashback
"Selena, kamu keruangan saya," panggil bu Serly manager keuangan.
"Iya bu," jawab Selena.
"Kamu melakukan kesalahan apa tadi?" tanya bu Serly penasaran.
"Saya melakukan apa yaa bu?" Selena balik bertanya.
"Kalau saya tahu, tidak mungkin bertanya sama kamu. Kamu yang seharusnya tahu di mana letak kesalahan kamu."
Selena terdiam, apa tingkah lakunya tadi mencurigakan? Sehingga Devan menyadari dirinya padahal dia sudah berusaha untuk menghindari Devan.
"Sekarang kamu di panggil ke ruangan CEO. Saya harap kamu tidak melakukan hal yang salah dan memalukan divisi keuangan," ujar Serly dengan tegas.
"Iya bu."
"Kamu mempunyai kinerja kerja yang bagus dan merupakan karywan andalan saya. Saya berharap kamu di panggil ke ruangan CEO bukan untuk di pecat."
"Terima kasih bu."
Flashback off
"Kamu kenapa hanya diam disitu, kamu sudah di tunggu sama tuan Devan." perkataan Andi menyadarkan Selena yang dari tadi mematung di depan pintu Devan.
"I-iya," jawab Selena gugup.
Selena mengetuk pintu Devan, dia melafalkan segala doa di dalam hatinya.
"Masuk,"'ujar Devan.
Selena masuk dengan hati hati dan takut...
"Semoga aku tidak di pecat," ujar Selena dalam hatinya.
"Maaf tuan, anda memanggil saya," kata Selena dengan menundukkan wajahnya.
"Kamu duduk di situ," ujar Devan sambil menunjuk sofa yang ada di hadapannya.
"I-iya."
Devan melihat Selena dengan tajam. Selena hanya bisa diam dan terus menundukkan kepalanya. Dia takut melihat wajah Devan.
"Kamu kenapa berubah jadi pendiam begitu?" tanya Devan.
"Saya harus berkata apa, tuan?" ujar Selena dengan suara pelan nyaris tak terdengar.
"Kamu bilang apa? Aku tidak bisa mendengarnya, naikkan wajahmu saat aku berbicara dan keraskan suaramu seperti kemarin," ujar Devan masih terus melihat Selena.
"Kalau kamu bukan bos ku, udah ku caci maki dari tadi, dasar bego!" ujar Selena dalam hati.
"Apa? Kamu bilang apa?" ujar Devan.
Selena kaget, apa mungkin Devan mempunyai indra ke enam bisa mendengarkan suara hati orang.
"S-saya tidak mengatakan apapun, tuan," jawab Selena gugup, dia yakin Devan tidak memiliki indra ke enam. Buktinya Devan tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya.
"Kamu bilang apa? Aku tidak bisa mendengarkan suaramu. Sepertinya aku harus berada di sampingmu supaya bisa mendengarkan kamu menjawab setiap pertanyaanku." Devan berdiri dari kursinya dan mendekati Selena.
Selena menelan salivanya, dia benar-benar tak menyangka dengan situasi saat ini.
"Nah sekarang aku berada di sampingmu, kamu tadi bicara apa? Katakan padaku." Devan duduk di samping Selena.
"Ada apa tuan memanggil saya? Saya melakukan kesalahan apa yaa tuan?"
"Kamu tidak menyadari kesalahanmu?"
"Tidak tuan."
"Banyak banget kesalahanmu." Devan berbisik tepat di telinga Selena.
Selena mengerutkan dahinya, merasa Devan terlalu dekat dengannya. Dia merasa sangat tidak nyaman dan gelisah.
"Mau tau kesalahan kamu?" ujar Devan.
Selena hanya menganggukan kepalanya.
"Pertama, kenapa kamu tidak telepon aku?"
"Saya tidak pantas untuk menghubungi tuan."
"Kalau aku kasih nomor ku berarti kamu pantas untuk menghubungiku," ujar Devan dengan ketus.
"Tetap saja saya tidak pantas tuan."
"Apa yang bisa kulakukan agar kamu menghubungi aku."
"Tidak perlu melakukan apapun tuan, jangan buang waktu anda untuk hal yang tidak penting."
"Kedua, kenapa kamu menghindariku tadi?"
"Tuan, saya tidak menghindari anda. Saya hanya kurang nyaman ditempat keramaian," ujar Selena mencari alasan.
Devan memperhatikan wajah Selena, dia tidak terlalu cantik dan tidak se-sexy wanita-wanita yang pernah dia kencani, tapi entah mengapa dia ingin selalu dekat dengannya.
"Maaf tuan, jika tidak ada hal penting saya permisi dulu," ujar Selena lalu berdiri tapi saat akan berdiri Devan menarik badannya Selena menyebabkan dia jatuh dipangkuan Devan.
Devan dan Selena duduk berhadapan, saling melihat satu dengan yang lain. Devan memegang kepala Selena dan mencium paksa bibirnya. Selena berusaha menolak Devan tapi semakin di tolak Devan semakin mendorong kepala Selena mencium bibirnya.
Selena tak bisa melepaskan dirinya dari pelukan Devan, dia meraba tubuh Devan dan memegang junior Devan yang ternyata sudah tegak berdiri. Devan merasa senang Selena memegang miliknya tapi apa yang dia kira salah. Selena meremas bagian sensitifnya dengan sangat kencang.
"Aaaakkh." Devan berteriak lalu mendorong tubuh Selena. Selena terjatuh di lantai.
"Tuan Devan kenapa yaa?" ujar Andi cemas.
Dia mendengar jeritan Devan, tapi bingung harus berbuat apa, dia ingin masuk ke dalam tapi takut mengganggu. "Biarin aja lah, mungkin lagi asyik tapi Selena yang terlihat kalem-kalem aja, ternyata ganas juga."
"Kamu! aduuh... kurang ajar!" Devan menahan rasa sakit di bagian sensitifnya.
Selena berdiri sambil melihat Devan yang meringkuk menahan rasa sakit.
"Tuan Devan, anda kenapa? Maaf kan saya tuan Devan, saya tidak sengaja," ujar Selena dengan raut wajah pura-pura menyesal.
"Ga mungkin kamu ga sengaja!"
"Maafkan saya tuan, saya permisi dulu, tuan," ujar Selena dan berlari membuka pintu.
Selena mengatur napasnya, dia berhasil memberikan pelajaran pada laki-laki itu. Walau Devan merupakan atasan dan pemilik perusahaan, tidak sepantasnya dia melakukan pelecahan terhadap karyawannya sendiri.
"Mari pak Andi, saya permisi dulu," ujar Selena lalu cepat-cepat pergi dari sana, dia harus mengamankan dirinya sendiri sebelum Devan bertambah marah padanya.
Andi melihat Selena dengan heran, baru saja dia mendengar suara teriakan Devan sekarang Selena malah keluar.
"Andiiii." teriak Devan.
Andi segera masuk ke dalam ruangan Devan, betapa kagetnya Andi saat melihat Devan duduk di sofa dengan wajah pucat dan tangannya memegang bagian sensitifnya seperti orang menahan sakit.
"Tuan anda kenapa?" tanya Andi khawatir.
"Perempuan itu, dia" kata Devan menahan marah.
"Dia kenapa tuan? Dia melakukan apa pada tuan Devan?" tanya Andi penasaran dengan apa yang terjadi.
"Dia melakukan pelecahan padaku!"
Andi kaget mendengar perkataan Devan, Selena melakukan pelecahan pada Devan? Seharusnya Devan yang melakukan pelecahan pada Selena bukan malah sebaliknya.
"Apa yang harus saya lakukan tuan? Apa saya harus menyingkirkan nona Selena atau menuntutnya," ujar Andi dengan bingung.
"Tidak! Kalau orang-orang tau aku di lecehkan seperti ini, mau taruh di mana mukaku," sahut Devan kesal.
"Yaa tetap di wajahmu, Devan. Kalau ditempat sampahkan rugi. Ganteng-ganteng tapi bodoh juga nih orang," ujar Andi dalam hati.
Andi melihat Devan antara kasihan juga kesal, dia melakukan ini salah dan itu salah. Mau memarahi Devan, tapi Devan bosnya. Lebih baik dia diam dulu menunggu Devan membaik emosinya.
"Cari cara agar aku bisa mendapatkan Selena! Apa kamu sudah ada data tentang Oliver, laki-laki yang bersama Selena waktu itu" tanya Devan.
"Sudah tuan. Sebentar saya ambilkan" ujar Andi keluar ruangan, Andi menahan tawa nya. Dia tak menyangka seorang Devano Johanson bisa begitu tidak berdaya oleh karena seorang wanita.
Devan membaca semua data tentang Oliver, dia menemukan suatu hal yang menarik. Ternyata Oliver dan ibunya telah menjual Selena padanya melalui perantara.
"Ternyata yang di bilang wanita itu benar dan dia di jebak. Lihat saja kamu akan bertekuk lutut di hadapanku Selena," ujar Devan dengan tersenyum licik.
Andi melihat itu merinding sendiri, dia menjadi khawatir dan merasa iba pada Selena.
******************