9. Waktu

1155 Words
Luna menatap jam dinding di dalam ruang tamu Arsen yang didominan dengan warna putih. Dia tidak menyangka dirinya akan segugup ini untuk bertemu dengan Arsen. Detak jantung Luna terdengar berirama tidak beraturan, Luna mencoba menormalkan detak jantungnya. Namun tidak bisa. Jantungnya tidak bisa bersahabat dengan sang pemilik tubuh. Luna melihat ke arah jam dinding untuk ke-sekian kalinya. Dirinya sangat kesal saat ini, karena Arsen telat dua puluh lima menit, Arsen membuat Luna tidak melakukan apapun di dalam apartement Arsen. Luna secara berulang melihat ke arah jam dindingnya dengan perasaan kesal. Jika saja jam itu, bisa berbicara, jam dinding akan berkata "Tolong jangan pandang aku seperti itu" mungkin akan seperti itu. Luna memutuskan untuk berdiri dari tempatnya saat ini. Luna bergegas untuk segera bangkit, dan kembali ke kantornya saja, Luna tidak ingin menjadi bahan lelucon Arsen hanya karena dia sangat membutuhkan Arsen saat ini. Namun ketika dia akan beranjak dari ruang tamu, Arsen tergesa gesa menghampiri Luna. Luna tampak terkejut melihat penampilan Arsen yang berantakan. Arsen tampak berdiri dengan beberapa kancing yang terbuka di bagian atas, dengan keringat yang mengucur di keningnya serta nafas yang terengah-engah. Membuat Luna salah tingkah dan mengerjapkan kedua matanya berkali-kali. "Kamu.... Em... Kenapa?" tanya Luna bingung dengan kehadiran Arsen yang berantakan di hadapannya. "Kamu, mau ke mana?" tanya Arsen di sela-sela nafasnya yang terengah-engah. Luna tidak tahu apa yang sedang terjadi, Arsen segera menggenggam tangan Luna untuk duduk kembali dan tanpa basa basi Arsen membuka kemeja putihnya. Bertelanjang d**a. Tanpa rasa bersalah dia meletakkan kemeja putihnya begitu saja. Membuat Luna meneguk ludahnya kasar. "Astagah.... Kamu ngapain?" tanya Luna panik, karena jujur saja ini pertama kalinya dia melihat tubuh pria dewasa setelah berpisah dengan Arsen. "Buka kemeja. Gerah. Aku habis manjat pintu kamar, Rama bawa kunci kamarku. Aku harus putar otak buat keluar dari balkon kamar ke ruang tengah, kurang ajar tu anak!" kata Arsen tanpa merasa bersalah, "Ya tapi kan gak harus buka kemeja kamu di depan aku!" protes Luna, "Tsk, kamu terlalu berlebihan, Luna. Lagian sebelum kamu pergi kita juga dalam keadaan seperti ini kan?" tanya Arsen tanpa rasa bersalah, "Waktu itu... " "Kalau kamu bilang keadaannya berbeda. Keadaannya sama, aku masih mencintai kamu. Sekuat apapun kamu berlari, aku akan mengejar dan menangkap kamu agar kita selalu bersama" kata Arsen seraya memamerkan rentetan gigi putihnya, membuat Luna membuang muka. Luna tidak ingin goyah. Luna harus kuat dengan pendiriannya. Luna tidak ingin menangis terharu ataupun bahagia. Dia tidak ingin Arsen masuk ke dalam hatinya dan menerka apa yang ada di dalam hati Luna. Arsen yang peka dengan keadaan segera berdiri di hadapan Luna dan membuat Luna menatapnya. "Kenapa berpaling? Takut ketauan kalau kamu masih cinta sama aku?" tanya Arsen tengil, membuat Luna melotot ke arahnya, "Aku memang tampan, seharusnya kamu sudah terbiasa dengan hal itu, Luna. Bahkan, setelah berpisah kamu tetap saja terkesima dengan wajah tampan aku" kata Arsen penuh percaya diri. "Ya, kamu benar. Wajah tampan kamu membuat banyak wanita untuk meng-klaim jika kamu tunangan mereka, tsk dasar tukang tebar pesona!" kata Luna menyindir Arsen yang menyadari kebodohannya. Tiba-tiba senyum Arsen hilang. Arsen menatap netra Luna tajam, "Menurut kamu, siapa yang membuat aku seperti ini?" tanya Arsen, mengeratkan pegangan tangannya pada lengan Luna. Membuat Luna meneguk ludahnya kasar. Gugup. "Emm... Lebih baik kita segera membahas kontrak kerja sama kita, dan kamu cepat ganti kemeja yang benar. Aku tidak ingin menjadi sosok seorang ibu yang tidak baik," kata Luna mencoba kabur dari pembicaraan yang seharusnya dia hindari. "Nggak" tolak Arsen, membuat Luna terkungkung dalam dekapannya. Terhimpit diantara tembok dan Arsen, membuat Luna panik. "Em... Kamu bisa mundur dikit, Arsen? Ini nempel banget loh!" tegur Luna menunjuk ke arah bagian bawah tubuh mereka berdua, Luna dapat merasakan milik Arsen menegang dan menyentuh miliknya dari luar. "So... " "Nggak baik kita... Kita begini, kamu kan tau. Kamu sama aku.." Luna terbata bata, rasa gugup menguasai Luna. Luna menunjuk dirinya sendiri, dan Arsen secara bergantian. Panik. "Kalau aku lepasin kamu, gak ada jaminan kamu akan tetap bersama aku kan? Kamu akan terus berlari sejauh mungkin dari aku. Menurut kamu, apa aku akan melepas kamu semudah itu? " tanya Arsen, Luna menggelengkan kepalanya pasrah, menjawab apa yang ingin Arsen dengar melalui gerakan anggota tubuh Luna. "Good, so.... Be nice" kata Arsen seraya mengecup bibir Luna, namun Luna merapatkan bibirnya. Berusaha menolak bibir Arsen. Bukan Arsen namanya jika dia menuruti apa yang Luna mau saat ini. Baginya bibir Luna candu yang lama dirindukan. Tidak ada rasa senikmat ini dalam pencarian cintanya. Arsen menggit bibir Luna membuat Luna mengerang dan membuka bibirnya. Arsen mengabsen rentetan gigi pujaan hatinya. Membuat Luna terengah-engah dengan ciuman Arsen yang menuntut. Luna mengeratkan pegangan tangannya di bahu Arsen. Meninggalkan bekas kukunya di sana. "Oh s**t!" kata Arsen tidak dapat menahan keinginan di dalam tubuhnya lagi, dia membopong tubuh Luna. Mendudukkan Luna di atas buffet, membuat rok yang Luna kenakan tersingkap ke atas. Memamerkan paha mulus milik Luna, Arsen tak hentinya menghujani bibir Luna dengan saliva-nya. Luna gelagapan menghadapi aksi Arsen yang sedikit em... Brutal. Arsen meraba paha mulus milik Luna, membuat Luna mengeluarkan suara yang memancing Arsen untuk bertindak lebih. Arsen semakin gencar melaksanakan aksinya. Dia segera membuka kancing blouse yang Luna gunakan, seperti biasa Arsen sangat mahir dalam hal melucuti pakaian. Bahkan memberikan Luna stimulasi yang membuat Luna kecolongan. Benar saja, tubuh bagian atas Luna terekspose sempurna. Membuat pemandangan di depan Arsen sangat kontras dan menggoda iman Arsen. Bra hitam berenda membuat Arsen kehilangan akal sehatnya. Arsen melepas ciuman hangatnya pada bibir Luna, menurunkan bibirnya pada leher jenjang sang pujaan hati. "I want you, Aluna... " bisiknya di telinga Luna, ntah apa yang ada di dalam pikiran Luna. Luna terpaku dengan kata yang Arsen ucapkan. Luna pasrah, Luna memejamkan mata dan menikmati setiap sentuhan Arsen di tubuhnya. Arsen memberikan tanda kepemilikan di leher dan bahu Luna sebelum membuka kaitan bra yang masih terpasang. Luna mengerang begitu Arsen menyudahi aksi menandai kepemilikan di tubuhnya. Pandangan Luna menggelap. Hati dan otaknya tak sejalan. Pikirannya lagi lagi blank. Arsen memuja tubuh Luna yang masih indah,sama seperti dulu. Namun aksinya terhenti di bagian bawah perut Luna. Terdapat sebuah garis lurus bekas jahitan. Arsen sungguh menyesal. Tiba-tiba matanya terasa basah, dia mengecupi bekas jahitan yang tampak di depannya. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana proses lahiran sang buah hati tanpa ayahnya. Bahkan buah hatinya tumbuh menjadi sosok bocah yang menggemaskan. "Arsen... " panggil Luna gelagapan. "Ah Maaf... " kata Arsen, "Apa ini sakit?" tanyanya sembari mengecup bekas luka itu berkali-kali, "Nggak. Itu hanya sebuah bekas luka saja, dulu itu terasa sakit, sekarang tidak lagi." jawab Luna sembari membelai surai hitam Arsen, "Maaf" kata Arsen, "Untuk apa?" tanya Luna "For everything" jawab Arsen sembari menatap Luna dan kembali mengulum bibir Luna. Bukan ciuman panas yang menuntut. Tapi ciuman yang haus akan kata kerinduan. Arsen tidak mendapatkan penolakan dari Luna, mereka melakukannya dengan sadar. Meresapi kerinduan selama 6 tahun lamanya. Suara decakan dari bibir mereka berdua memenuhi ruangan. Seakan menggantikan rasa ego dan rindu yang mereka rasakan selama ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD