Happy Reading
*****
Sebagai detektif yang memiliki title seperti malaikat maut sebenarnya tak membuat Noah terganggu sama sekali, hanya karena beberapa kali dapat memprediksi kematian seseorang tak menjadikan para Detektif lain percaya sepenuhnya pada Noah, bisa dibilang hanya segelintir orang saja yang melihat dengan mata kepalanya sendiri jika yang Noah katakan itu sungguh-sungguh.
Seperti komisaris Miller _orang pertama yang percaya akan kemampuan melihat bayangan kematian Noah_, juga Aben teman dekatnya, dan satu lagi Putri.
Putri, gadis yang mengurusi administrasi departemen itu tentu saja awalnya sama sekali tak percaya seperti yang lain, hanya saja saat apa yang di ucapkan Noah bahwa kakek-kakek yang datang tempo hari ke kantor _untuk mengurusi kasus cucunya_ akan mengalami kecelakaan dan meninggal dunia itu benar-benar terjadi, mau tak mau Putri mempercayainya.
Sebenarnya ada satu lagi orang yang mempercayai kelebihan Noah secara penuh, hanya saja Noah tak tau jika dia mempercayai nya.
"Apa kau melihat sesuatu yang aneh padanya?" Tanya Rilla saat mereka baru memasuki sebuah minimarket di mana tempat korban ke tiga bekerja.
"Hm," Noah tak menjawab dengan jelas, dan hanya menggumam pelan, ia melangkah menuju rak minuman bersoda, alasannya karena ia haus dan juga hendak menunggu suasana yang agak ramai ini menjadi surut sedikit sebelum mulai menggali informasi.
"Sial, ternyata pria ini mendadak bisu," gerutu Rilla sangat kesal kepada Noah yang mengabaikannya, memang harusnya ia tak perlu sebaik itu kepada di dungu.
Meski Noah berjalan beberapa langkah di depan Rilla, nyatanya ia juga mendengar dengan jelas apa yang wanita medusa itu katakan, dan Noah tentu tak terima, "Hei," ia melirik tajam mencoba memperingati. Beberapa jam ini mereka sudah bagus tak saling adu urat, tapi kalau salah satunya memancing, kibaran bendera perang mungkin saja akan kembali terjadi lagi di sini.
"Apa?" Rilla mengangkat dagunya merasa tertantang.
Mata tajam Noah dan mata penuh tantangan Rilla beradu untuk beberapa detik, bahkan aura hitam seolah menyelimuti keduanya.
"Aishh, sudahlah." Noah membuang muka setelah sadar jika mereka malah bertengkar yang ada mereka tidak akan bisa menyelesaikan kasus dengan cepat. Mereka harus ingat tujuan mereka kemari.
Sial, memang tak seharusnya mereka berdua menjadi partner, hanya untuk kali ini tidak ada lagi kedepannya, Noah pastikan itu.
"Cih." decak Rilla seraya melipat kedua tangannya di depan d**a. Pria menyebalkan itu mengabaikannya dan memilih mengambil sebuah minuman kaleng bersoda di rak, dan langsung membukanya padahal belum di bayar.
Suasana yang panas di tambah ketegangan yang mulai memanas tadi benar-benar menambah rasa dahaga pada diri Noah menjadi-jadi, namun setelah menandaskan minuman itu ia pun merasa lumayan lega.
"Minggir kau!"
Melihat hal itu, Noah hanya merespon Rilla _yang menatapnya tajam_ dengan pandangan aneh.
"Ku bilang minggir, tuli!"
Duk..
Tak hanya menggunakan mulut keanehan Rilla juga terjadi karena langsung menyenggol Noah cukup keras. Hingga membuat Noah yang tak siap pun mundur beberapa langkah.
"Aishh," Noah tentu saja tak terima atas tindakan kasar Rilla, dan dengan cepat langsung mencekal tangan wanita itu yang hendak membuka lemari pendingin _sepertinya juga hendak mengambil minuman_.
"Apa?" Rilla tak kalah nyolotnya dengan Noah, ia diam saja meski satu tangannya terangkat sebab di cekal oleh Noah.
"Tak bisakah kau sedikit saja tak membuatku marah?" Sungguh Noah sudah mencoba meredam amarah dan berusaha tak terpancing, tapi si medusa ini seolah sengaja membuatnya yang memang geram menjadi tak terkendali.
Rilla membulatkan matanya lebar, tak terima dengan apa yang Noah tuduhkan. "Kau yang membuatku marah b******k!" Aish, satu umpatan sepertinya memang tak cukup untuk membuat mata si Dungu ini terbuka lebar.
"Lepaskan tanganku!" Desis Rilla yang berusaha menarik tangan kanannya yang di cekal oleh Noah itu, meski berusaha keras kekuatan Noah memang tak sebanding untuk seorang wanita seperti Rilla, "Ku bilang lepas!" ucap Rilla sekali lagi.
Noah diam saja tak mau melepaskan maupun mengucapkan sesuatu, tapi hanya dengan melihat sorot matanya saja sudah menampakkan hal jelas jika pria itu tengah mendidih.
"Kau sangat aneh," gumam Noah namun dengan suara sengaja di keraskan sebagai bentuk pengejekan.
"Kau yang aneh!" Rilla menggenggam satu tangannya yang kosong erat-erat. Sial, apa Noah juga tak berkaca jika dirinya itu sama anehnya, atau malah lebih.
"Kau aneh karena marah-marah tanpa ada kejelasan." Noah mencibir, ia masih belum juga melepaskan tangan Rilla yang ia cekal.
Rilla benar-benar tak terima, ia tak perduli jika mereka sekarang tengah menjadi sorotan para pengunjung yang datang ke minimarket itu. Ia tak akan mau mengalah dan menerima begitu saja semua lontaran tuduhan Noah, " Aku marah karena kau terus mengabaikanku, apa kau bekerja sendirian di sini heh?"
Noah menganga tidak percaya, hanya karena itu si medusa ini marah-marah? "Hei, lalu kenapa? apa masalahnya? Kau ingin aku perhatikan ingin__"
"Tutup mulut mu, tidak perlu berkata lebai!" Nafas Rilla memburu setelahnya, tuduhan Noah malah makin menjadi. Bagaimana bisa pria ini berfikir jika Rilla butuh perhatiannya. Haha, jelas hal itu tak akan pernah terjadi. Rilla tak sudi, benar-benar pemikiran tak berdasar Noah itu tak akan terjadi.
"Ck, kau harus tau aku tak pernah sudi bekerja sama dengan mu. Kalau tidak demi korban-korban itu."
Rilla mengangkat tangan kirinya, lalu mengacungkan jari telunjuk tepat di depan wajah Noah. "Kau kira aku tidak? Aku malah lebih tak sudi di bandingkan dirimu!"
"Hya!" Noah berteriak sambil menepis jari Rilla yang ada di depan wajahnya, sudah habis betul kesabarannya menghadapi wanita macam Rilla, ia bahkan harus menahan dirinya untuk tak berbuat kasar kepada wanita ini, karena kalau ia tak menahannya, bisa saja ia lepas kendali sedari tadi.
"Jangan berteriak! Kau kira aku tak punya mulut untuk berteriak juga?" Rilla biasanya memang cukup senang melihat kemarahan Noah, tapi untuk kali ini ia benar-benar tak suka. Tapi ia juga tak akan mau mengalah.
Mereka berdua saling menatap sengit dengan nafas yang juga saling memburu.
Hingga mereka tak sadar jika seseorang _dari beberapa orang yang menyaksikan pertengkaran Noah dan Rilla_ mulai berjalan mendekati mereka berdua.
"Maaf tuan dan Nyoya mengganggu waktunya, apa ada yang bisa saya bantu?"
Rilla dan Noah yang mendengarnya pun sontak menoleh menatap asal suara, ternyata dia salah seorang pria dengan pakaian resmi khas para pekerja di minimarket ini.
Noah yang menyadari masih mencekal tangan Rilla pun mulai melepaskannya perlahan, sejujurnya ia merasa malu menyadari keadaan sekitar yang lumayan ramai itu, apalagi ada anak-anak juga yang menonton tadi.
Aishh, Noah menyesal bertengkar di tempat umum, karena biasanya ia dan Rilla hanya bertengkar di kantor saja. Salahkan Rilla yang terus memancing kemarahan.
Rilla sendiri memberenggut tak suka, tangan putih bersihnya menjadi memerah hanya karena cekalan kuat Noah.
"Kalau tidak ada yang perlu di bantu, saya mohon agar Tuan dan Nyonya tidak bertengkar di sini." ucap pegawai laki-laki di sana itu pelan, sejujurnya pegawai itu juga lumayan takut mendekati kedua orang yang nampak bertengkar hebat itu, tapi jika di biarkan ia takut pertengkaran akan mempengaruhi keadaan sekitar seperti melempar barang satu saat lain ataupun sebagainya.
"Kami tak bertengkar!" Ucap keduanya bersama-sama.
Lalu tadi apa? Sedang bermain begitu?
Celutukkan kompak dari mulut Noah dan Rilla memang membuat sebagian orang yang mendengar hanya menggelengkan kepala pelan, tidak bertengkar apa jika sudah mengeluarkan umpatan-umpatan kasar dan menggunakan urat satu sama lain seperti itu.
Noah berdehem cukup keras menetralkan rasa malunya tadi, "Kami tak bertengkar, hanya ... berdebat sedikit." Noah berusaha tersenyum selebar mungkin meski akhirnya senyum itu terlihat jelas hanya sebuah paksaan.
"Ah ya, kami berdebat sedikit," Rilla mulai melakukan akting sebisa mungkin, "Bukannya hal wajar jika ada perdebatan di antara sepasang kekasih. Haha." Tawa canggung Rilla terasa makin tak enak karena Noah mendelik lebar.
Plakk..
Rilla memukul penggung Noah keras karena Noah tak mau di ajak berkompromi, dan malah mendelik seperti itu. "Bukankah begitu sayang?"
Sayang?
Noah yang hampir berteriak kesakitan dan tak terima Rilla memukul punggungnya pun kembali di buat terkejut akan panggilan 'sayang' dari sang Rival.
"Sayang," sentak Rilla sekali lagi, membuat Noah akhirnya gelagapan tersadar.
"Ah, iya sa ... yang. Kami ada sepasang kekasih, kami sudah berbaikan, dari untuk semuanya tak perlu menatap kami seperti itu lagi, kami bukan tontonan." Rasanya Noah ingin memukul mulutnya sendiri keras-keras karena sudah berbalik memanggil 'sayang' si wanita medusa itu.
Satu persatu dari orang-orang itu pun akhirnya berlalu pergi dengan beberapa yang bergumam tak jelas.
Huft, Noah dan Rilla dapat bernafas lega sekarang, sebenarnya untuk apa juga orang-orang itu menonton sebuah pertengkaran, masalah hidup sendiri saja belum bisa meluruskan kok ya masih ingin tau masalah orang lain. Apa tidak menambah beban?
"Maaf telah menimbulkan kekacauan," ucap Noah mengawali lebih dulu, ia sungguh-sungguh minta maaf, sebagai figur polisi memang tak seharusnya ia melakukan hal itu, apalagi memberi contoh kepada anak-anak.
Pekerja laki-laki itu mengangguk mengerti, lalu bergerak hendak berbalik meninggalkan Noah juga Rilla, pelayan itu masih memiliki pekerjaan lain.
"Tunggu sebentar," cegah Rilla tak mengizinkan si pekerja itu, "Sebenarnya kami berdua adalah detektif." Rilla menoleh pada Noah yang ternyata mengangguk mengiyakan.
"Iya kami detektif, apa ada waktu sebentar?" tanya Noah melanjutkan.
"Ah iya?" Si pekerja itu nampak terkejut mengetahui status detektif Rilla dan Noah, tentu saja.
"Kami hendak menanyakan sedikit masalah tentang Mita, mahasiswa yang bekerja paruh waktu di sini." sahut Rilla.
"Ba-baiklah, tunggu sebentar."
Setelah itu si pekerja itu kontan berlari pergi dari hadapan Noah dan Rilla.
Rilla memicingkan mata merasakan hal aneh, "Kenapa dia gugup?"
Ck, "Kau bertanya padaku, lalu aku harus bertanya pada siapa?" Noah menatap Rilla malas selanjutnya ia melangkah maju, dan hendak membayar minuman _yang ia minum tadi_ sebelum mengintrogasi pekerja di sini.
"Aishh, tak membantu sama sekali."
*****
TBC
.
.
.
.
.
Kim Taeya