Chapter 4 - Si b******k

1656 Words
Happy Reading ***** Selama beberapa tahun terakhir Noah memutuskan untuk menyelamatkan nyawa orang, nyatanya Noah selalu gagal menyelesaikan niatannya itu. Noah sadar betul jika takdir tuhan tak dapat ia tentang ataupun cegah, meski begitu Noah tetap berusaha keras melakukanya, apalagi jika itu sebuah takdir kematian yang sama sekali tidak diinginkan oleh si pemilik nyawa. Kematian keji yang dilakukan oleh oknum tak bertanggung jawab. Sungguh Noah tidak akan tega membiarkannya begitu saja. Jadi apapun itu Noah tetap berusaha agar kematian mengerikan tidak di alami oleh korban. Setelah keluar dari Apartment gadis itu _Nana_, Noah kembali menjalankan mobilnya dengan kecepatan penuh menuju Apartment terbengkalai. Wiuwww.... Wiuwww... Wiuwww... Dengan waktu yang tersisa hanya dua belas menit _tanda kereta api berangkat_, Noah benar-benar sangat cemas. Ia sadar diri jika waktu yang ia butuhkan sangat kurang untuk berkendara padahal sudah di tambah sirine pun sangat kurang baginya. "Aishh," Tittt.. Tittt.. Tittt.. Noah menekan klaksonnya kuat-kuat ketika sebuah mobil berwarna putih seolah menghalangi jalannya, apa orang itu tidak mengerti jika sirine telah di nyalakan sudah pasti ada keadaan genting yang terjadi. Titt.. Titt.. Titt.. Noah kembali membunyikan klakson tiga kali, pasalnya mobil itu seperti menghalang-halanginya saat ia hendak menyalip. Geraman penuh kemarahan hanya bisa Noah lakukan, ia tak akan berbuat apa-apa untuk sekarang, ia juga tidak berniat menegurnya atau memberi sanksi. Ia tak ingin makin membuang-buang waktunya demi mengurusi orang macam itu. Keselamatan gadis itu _Nana_ lebih penting. Setelah berhasil menyalip mobil putih, Noah makin menambah kecepatan laju mobilnya. Jangan salah Noah tak melepaskan si pemilik mobil putih itu begitu saja, semua sudah di rekam menggunakan kamera dasboard mobil, jadi ia akan mengurusnya setelah urusan ini selesai. Tanpa sadar ternyata Noah sudah hampir sampai di tempat tujuan, begitupun waktu yang mana kurang dari 3 menit lagi sudah pukul dua belas siang tepat. Mobil Noah beberapa kali menerobos lampu merah, sama halnya untuk lampu merah terakhir ini sebelum sampai di tujuan, sebenarnya mau menerobos asal tak ada kendaraan yang melintas dan di jalur searah pun sebagai Detektif polisi tak masalah. Detik-detik menegangkan makin menjadi ketika Noah berhasil menghentikan mobil tepat di pelataran Apartment yang sudah terlihat sangat usang dari luar itu, padahal bisa di bilang tempat itu belum lama di tinggalkan baru 5 tahun terakhir. Noah secepat mungkin keluar dari dalam mobil, hanya saja ia tiba-tiba terdiam di tempatnya. Deg.. Jantung Noah berdegup kencang, ketika telinganya dengan jelas mendengar suara sirine kereta api yang beraba-aba hendak berangkat, karena memang letak apartment ini bisa di bilang sangat dekat dengan stasiun. Tidak! Tidak mungkin Noah terlambat dan gagal untuk ke sekian kalinya? Sesudah lumayan membuang waktu dengan fikiran negatif di otaknya itu Noah segera berlari memasuki Apartment terbengkalai itu yang memang sudah tak memiliki pintu dan penutup sama sekali. Meski Noah sudah pesimis, ia tetap harus mengecek-nya. Noah berlari sekencang yang ia bisa, ia mencari tangga dan berlanjut menaiki kembali banyak anak tangga tanpa memperdulikan kakinya yang sebenarnya juga sangat lemas. Langkah demi langkah anak tangga yang Noah naiki selalu terselip doa yang ia panjatkan agar gadis itu masih baik-baik saja. Dan setelah sampai di anak tangga terakhir tepat di depan pintu besi yang sudah berkarat, Noah malah terdiam sejenak, takut jika bayangan kematian yang ia lihat nampak semu itu akan ia lihat secara nyata dengan kedua matanya, untuk kesekian kali. Noah menghela nafas kasar dan hendak membuka pintu itu, namun tiba-tiba keraguannya hilang seketika, saat mendengar suara keras macam benda jatuh dari arah rooftop itu. Gladakk.. Berarti sudah jelas jika tebakan Noah nyata, gadis itu _Nana_ di rooftop ini bersama pacar b******k-nya itu. Tanpa berfikir dua kali Noah meraih gagang pintu dan hendak mendorongnya agar terbuka. Namun ternyata tidak semudah yang Noah kira, pintu itu tidak mau terbuka sedikitpun. Brakk.. Noah menambah kekuatan dorongannya, tapi tetap saja pintu tak mau terbuka, seolah ada sesuatu yang menahan dari dalam. Brakk.. Tak berhenti, Noah tetap berusaha membuka, ia bahkan menggunakan tubuhnya untuk mendobrak pintu. Brakk.. "b******k!" Noah benar-benar sudah habis kesabaran, pintu tetap tak mau terbuka. Jadi dengan kemarahan yang membuncah Noah menyatukan kekuatannya untuk menendang pintu sekali lagi. BRAKK.. Dan ternyata berhasil! Engsel pintu besi karatan itu terlepas sehingga membuat sang empu terbuka. Brakkk.. Noah kembali menendang agar memperlebar jalannya menuju rooftop. Oh, s**t! Ternyata benar seperti dugaan Noah, jika pintu sengaja di kunci dan di ganjal menggunakan kursi dan meja usang oleh seseorang dari sana. Arhh, Sial! Sudah di pastikan jika pelaku menahan pintu adalah pria itu, si b******k tidak tau diri. Dan Nana ... Gadis itu ternyata seperti dugaan Noah. Persis di penglihatan, baik posisi dan lainnya. Noah menatap nanar tubuh Nana itu. Lalu selanjutnya ia melangkah mendekat meski langkahnya terasa begitu berat saat menghampiri sosok gadis yang tadi sempat ia selamatkan dari tabrakan ketika menyebrang jalan. Hanya saja sekarang Noah tak dapat menyelamatkan lagi, gadis dengan nama Nana itu sudah tak bergerak sama sekali dengan mulut yang berbusa. Saat tiba di samping Nana, Noah pun berjongkok, ia tetap akan mengecek tanda-tanda vital Nana apakah masih berfungsi atau tidak, meski nyatanya Noah sudah meyakini jika Nana sudah kehilangan nyawanya. Dan benar saja saat jari Noah menyentuh leher untuk mengecek denyut nadi Nana, semua sudah terhenti. Dan itu semua hanya kerena cairan dari suntik-suntik yang berserakan di sekitar Nana. Gadis muda macam Nana tak berhak mati sebab perbuatan tak bermoral pria b******k itu, Noah tak akan melepaskannya begitu saja, Noah harus memastikan jika pria itu mendapat ganjaran yang sangat setimpal dari kedua tangannya dan dari balik sel jeruji. "Sial. Kau tak akan bisa lari dengan mudah!" gumam Noah penuh penekanan amarah, sedangkan kedua tangannya terkepal erat. Noah bangkit berdiri cepat dan sontak berlari menghampiri pintu yang menuju dalam Apartment yang terbuka lebar itu, sudah jelas jika pria b******k itu kabur ke dalam sana. Seraya berlari Noah merogoh saku jaketnya untuk mengambil benda pipih yakni ponsel pintar dari dalam sana. Ia langsung mencari barisan nomor di kontaknya, dan segera menekan nomor dengan nama Aben untuk mengajukan panggilan telefon _tanpa menghentikan langkah larinya_. Noah sengaja menghubungi temannya itu untuk membawa detektif dan pihak lain mengurusi jasat Nana. Tut.. Tut.. Tut.. Panggilan berhasil terhubung, dan Noah langsung dapat mendengar suara malas Aben di sebrang sana. "Halo. Ada apa menelefonku___" Tak mau menunggu Aben menyelesaikan ucapannya Noah memilih memotongnya begitu saja, "Cepat kemari dan bawa yang lain, di rooftop gedung apartment terbengkalai samping stasiun kota baru." Meski tak menjelaskan secara detail, tapi Noah sudah pastikan jika Aben akan langsung menangkap maksudnya. "Hah? Jangan bilang kau?" Pertanyaan Aben membuktikan bahwa tebakan Noah benar, temannya itu sudah sangat paham dengan segala kelakuan Noah. "Ya, akan ku jelaskan lebih detailnya nanti. Cepat kemari! Aku akan mengurus sesuatu dulu." "Noah__" Tutt.. Noah memutus sepihak panggilan itu tanpa berkompromi, dan setelah itu pendengaran terarah pada suara keras seperti benda jatuh di dari arah selatan. Dakkk.. "b******k!" Itu pasti si pria b******k pacar Nana. Noah berlari seraya memasukkan ponsel kembali ke dalam jaket cepat. Ia juga mengeluarkan pistol dari saku jaket bagian dalam untuk jaga-jaga. Noah berlari di sepanjang lorong yang gelap itu, instingnya mengatakan jika pelaku tengah berlari di depan sana, ia bisa merasakan sekelebat bayangan-bayangan. "BERHENTI KAU!" teriak Noah saat melihat sedikit pria yang ia lihat tadi di depan departemen kepolisian. "Aishhh." Noah mendesah kesal karena pria itu tetap berlari menjauh hingga menuruni anak tangga. Dengan sekuat tenaga Noah menambah kecepatan larinya. Ia tak akan sudi membiarkan si b******k itu kabur. Ia ingin melayangkan tinjuan dan tendangan maut kepadanya. Noah yang memang berjarak cukup jauh dengan si pelaku, tiba-tiba menghentikan langkah, ketika menyadari jika dirinya kehilangan jejak. Noah tak tau pria itu menuruni anak tangga lagi atau memasuki gedung Apartment _entah di lantai berapa itu_. "b******k, sialan." Umpatan demi umpatan Noah lontarkan sebagai bentuk kekesalannya, ia bahkan mengacak rambutnya sendiri kasar. "Harusnya tadi ku tembak saja kakinya, Arghh." Tapi tunggu, Noah yang awalnya nampak frustasi sontak berubah seketika, saat matanya menyadari adanya jejak tangan di dinding samping pintu. Dinding putih penuh debu itu tercetak sebuah bentuk tangan, tidak salah lagi, tidak ada orang lain yang melakukanya kecuali dia ... si b******k itu. "Aish." Lalu Noah langsung mengambil langkah memasuki gedung Apartment lebih dalam. Di sana sangat gelap dan pengap karena tak memiliki fentilasi udara sama sekali. Noah yang awalnya berlari cepat dengan seketika malah mengubah larinya itu dengan berjalan pelan. Sangat pelan dengan penuh insting yang makin menajam. Alasan Noah berhenti karena ia mendengar suara deru nafas sangat pelan dari ruangan luas itu, ruangan yang sepertinya dulu sempat di gunakan sebagai fasilitas gym, karena masih terdapat beberapa alat olah raga yang tak terpakai tertinggal di sana. Noah melangkahkan kaki pelan memasuki ruangan itu perlahan, matanya menajam menatap sekeliling penuh perhitungan. Pistolnya sendiri juga ia angkat lurus ke depan. Semakin Noah masuk semakin pula ia dapat mendengar suara deru nafas yang makin kencang saja. "Huff.. Huff.." Tidak salah lagi suara nafas itu berasal dari balik pintu kecil di pojok ruangan. "Huff.. Huff.." Ah, pasti si b******k itu berfikir dapat bersembunyi dengan benar dari Noah, haha padahal sudah jelas tidak akan bisa, Noah tak akan membiarkan niat itu terjadi dengan mudah. Noah berjalan pelan menghampiri pintu kecil itu, ia memang tak bergerak cepat agar ia tak gegabah, takut-takut pria itu sudah menyiapkan jebakan untuknya di sana. Namun tiba-tiba, deru nafas yang tadi terdengar keras sekarang hilang begitu saja. Noah membulatkan matanya lebar, "Aishh sial, apakah suara tadi jebakan?" Noah benar-benar akan sangat marah jika suara deru nafas itu hanya sebuah rekaman dari ponsel atau apalah itu untuk mengalihkan perhatian Noah. Tanpa menunggu lagi Noah melangkah cepat menghampiri pintu itu, dan segera membukanya kasar melihat kebenaran. Ia pikir, ia tak akan menemukan siapapun di sana, tapi ternyata ia salah, suara tadi bukanlah jebakan dan di dalam sana ada pria b******k tadi ... Hanya saja pria itu nampak tak baik-baik saja, dengan tubuh yang berbaring di lantai kotor dan kejang-kejang hebat tanpa henti, dan hal itu sudah cukup untuk menjelaskan jika pria ini juga overdosis. Jangan lupakan banyaknya suntikan yang masih tertancap di lengan pria itu. "Sial!" ***** TBC . . . . . Kim Taeya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD