"Dia siapa, Aska? Kenapa kamu begitu terkejut setelah dia mendengar ucapan kamu?" tanya Eva keningnya seketika mengerut heran.
Aska kembali mengalihkan pandangan matanya kepada Eva. "Mendingan lo pergi sekarang, kita udah putus! Jangan pernah sekali-kali lagi lo berani datang ke sini, oke?"
Bunga yang merasa canggung segera berbalik dan meninggalkan Aska bersama Eva, tapi pemuda itu segera mengejar Bunga dan mengabaikan keberadaan Eva di sana. Aska bahkan dengan sengaja menutup pintu depan lalu menguncinya kemudian.
"Tunggu gue, Bunga. Ini tidak seperti yang lo bayangkan, jangan salah paham dulu. Gue akan jelasin semuanya sama lo," pinta Aska penuh penekanan.
Bunga sontak menghentikan langkahnya lalu kembali memutar badan. "Atas dasar apa Tuan harus menjelaskan semuanya sama aku?" tanya Bunga dengan wajah polosnya. "Aku gak peduli sama urusan pribadi Tuan."
Aska bergeming seraya menatap sayu wajah Bunga. Jangankan wanita ini, dia sendiri pun heran, mengapa dirinya harus menjelaskan masalah Eva kepada asisten rumah tangga ini? Bunga bukan siapa-siapa, dia hanya gadis yang bekerja di rumahnya tidak lebih dan tidak kurang. Lalu, mengapa perasaan seorang Askara merasa terusik setelah Bunga mendengar percakapannya dengan mantan kekasihnya?
"Tuan, malah bengong lagi," decak Bunga tersenyum santai. "Aku permisi kebelakang dulu ya, masih banyak pekerjaan yang harus aku kerjain di belakang." Bunga hendak melangkah.
"Karena gue suka sama lo," sahut Aska, tanpa sadar kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutnya.
Bunga sontak menghentikan langkahnya lalu kembali memutar badan. Untuk beberapa saat, gadis itu hanya diam membisu seraya menatap lekat wajah seorang Askara. Otak kecilnya berusaha untuk mencerna kalimat terakhir yang baru saja diucapkan oleh sang majikan. Satu detik kemudian, Bunga tiba-tiba saja tertawa nyaring.
"Hahahaha! Tuan jangan bercanda deh," decaknya seraya memukul bahu Aska keras. "Gak lucu," sinisnya lalu melanjutkan langkah kakinya.
Aska segera mengejar lalu meraih telapak tangan Bunga memaksanya untuk berhenti. "Saya gak lagi bercanda, Bunga. Saya beneran suka sama kamu."
Bunga seketika mengerutkan kening juga sontak menghentikan langkahnya. "Saya, kamu? Sejak kapan Tuan manggil aku dengan sebutan kamu? Aneh banget." Bunga dengan begitu polosnya.
"Astaga, Bunga. Kamu bener-bener ya." Aska berdecak kesal seraya tersenyum simpul. "Kamu itu beneran polos atau cuma pura-pura bodoh sih?"
Bunga terdiam sejenak seraya memutar bola matanya ke kiri dan ke kanan. "Sumpah demi apapun, Tuan Aska. Aku gak ngerti sama maksud dari ucapan Tuan yang tadi, terserah Tuan mau nganggep aku pura-pura bodoh atau beneran bodoh, aku gak peduli. Yang jelas, aku mau Tuan jelasin sejelas-jelasnya maksud dari ucapan Tuan itu."
Aska menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan seraya menatap lekat wajah Bunga, tatapan mata Aska benar-benar terlihat berbeda dari biasanya membuat Bunga merasa gugup. Telapak tangan seorang Aska pun menggenggam jemari Bunga erat.
"Dengerin saya, Bunga. Saya suka sama kamu, saya juga gak tau sejak kapan perasaan ini hadir di hati saya, tapi saya beneran suka sama kamu. Jujur, kamu itu berbeda dengan wanita-wanita di luaran sana, kamu itu bolos, beneran polos bukan cuma pura-pura polos. Jadi, maukah kamu menerima cinta saya? Kamu pasti mau dong jadi pacar saya?"
"Tidak!" jawab Bunga penuh penekanan lalu melepaskan tautan tangan sang Tuan dan kembali melanjutkan langkah kakinya.
"Tidak?" Aska seketika membulatkan bola matanya merasa terkejut. "Kamu nolak saya, gitu?"
Bunga tidak menanggapi ucapan sang majikan, gadis itu semakin mempercepat langkah kakinya tidak ingin Aska sampai mengejarnya dan kembali mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal. Dia hanya seorang pembantu, mustahil bagi seorang Askara yang notabenenya adalah pria sempurna, tampan, kaya raya dan semua yang diimpikan oleh wanita ada pada dia tiba-tiba saja mengatakan bahwa dia menyukai dirinya dan memintanya untuk menjadi kekasihnya. Bunga segera memasuki kamar pribadinya lalu masuk ke dalam sana.
"Tuan Aska gila, mana mungkin dia suka sama aku," gumamnya seraya menyandarkan punggungnya di pintu yang sudah ia tutup rapat. "Dia pikir aku bakalan percaya sama apa yang dia katakan? Yang di depan itu pacarnya Tuan Aska dan dia lagi hamil anaknya dia. Bisa-bisanya Tuan Aska nembak aku."
Bunga memejamkan kedua matanya seraya menyandarkan kepalanya di pintu. Sepertinya, pekerjaannya akan semakin sulit kedepannya. Ia harus berhadapan dengan majikan seperti Askara Wijaya, pria mesuum yang selalu saja menggodanya setiap kali mereka berpapasan. Meskipun begitu, Bunga tidak akan melupakan hutangnya kepada pemuda itu, dia akan segera melunasinya setelah uangnya terkumpul.
"Ya Tuhan, lindungilah hamba Mu yang lemah ini," gumam Bunga seraya mengigit bibir bawahnya keras.
***
Sementara itu, Aska masih bergeming ditempatnya merasa tidak percaya bahwa dia, Askara Wijaya pria yang selalu dikejar-kejar oleh banyak wanita di luaran sana, baru saja ditolak oleh seorang asisten rumah tangga.
"Si Bunga Bangkai nolak gue?" gumamnya, tatapan mata seorang Aska nampak kosong menatap lurus ke depan. "Gue Askara Wijaya baru aja ditolak sama seorang pembokat? Hahahaha! Penghinaan macam apa ini?" Aska seketika tertawa nyaring layaknya orang yang telah hilang akal.
Penolakan Bunga benar-benar melukai harga dirinya sebagai seorang laki-laki yang memiliki julukan bad boy dan kerap berganti pasangan kapan pun ia ingin. Aska seketika menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan dengan kedua mata terpejam, dia mencoba untuk menetralisir rasa sakit yang tengah dia rasakan. Jujur, ini adalah pertama kalinya cinta seorang Aska di tolak oleh wanita biasa saja, dan rasanya sakit juga ternyata.
"Liat aja, gue pastikan lo bakalan bertekuk lutut di hadapan gue, Bunga. Gue gak terima lo nolak cinta gue," batin Aska penuh tekad.
***
Sementara itu, Eva nampak masih berdiri tepat di depan pintu dengan perasaan kesal. Dia benar-benar merasa diabaikan, perasaannya di permainkan bahkan harga dirinya seperti diinjak-injak oleh pria bernama Askara Wijaya. Eva mengepalkan kedua tanyanya seraya menatap pintu kayu bercat coklat yang sudah tertutup rapat.
"Awas aja lo, Aska. Gue pastiin lo bakalan nikahin gue apapun yang terjadi, gue gak terima diperlakukan kayak gini sama lo, seenaknya aja lo ngebuang gue setelah lo puas nikmati tubuh gue," gumam Eva lalu berbalik dan hendak melangkah.
Akan tetapi, Eva seketika menahan gerakan kakinya saat mendapati seorang wanita paruh baya berpenampilan sosialita dan berparas cantik berdiri tepat di depan sana. Hanya dengan melihat sekilas saja, Eva sudah dapat menebak bahwa wanita tersebut adalah ibunda Aska.
"Kamu siapa ya?" tanya Anita berjalan menghampiri seraya menatap Eva dari ujung kaki hingga ujung rambut.
"Tante Ibunya Aska?"
Anita menganggukkan kepalanya dengan wajah datar.
"Tuhan masih berpihak sama gue, akhirnya gue dipertemukan sama nyokap-nya si Aska," batin Eva merasa senang.
Bersambung