Bab 5. Karma

1025 Words
"Mami?" gumam Aska seketika panik. "Nyonya Besar?" Bunga membulatkan bola matanya saat suara sang majikan terdengar lantang di luar sana. "Lo lagi ngapain? Cepetan ngumpet!" pinta Aska setengah berbisik bergegas menghampiri Bunga yang masih berdiri tepat di depan pintu. "Ngumpet di mana, Tuan?" "Ya di mana aja, jangan sampai nyokap gue liat lo di sini? Bisa jatuh harga diri gue, kalau nanti dia minta gue buat nikahin lo gara-gara kita ke gep di kamar kayak gini, gimana?" tegas Aska penuh penekanan seraya menarik telapak tangan Bunga agar dia menjauh dari pintu. Aska menatap sekeliling mencari tempat yang aman untuk sang asisten rumah tangga bersembunyi. Tatapan matanya pun tertuju kepada lemari pakaian berukuran besar yang berada di sebelah kiri ranjang miliknya. "Lo sembunyi di dalam lemari," pinta Aska. "Hah?" Bunga dengan begitu polosnya. Tanpa berpikir panjang lagi, Aska segera membawa tubuh Bunga berjalan menuju lemari kemudian membuka pintunya. Dia pun mendorong tubuh Bunga kasar agar gadis itu bisa masuk ke dalam sana. Kepala Bunga bahkan sampai terbentur pinggiran lemari membuatnya meringis kesakitan. "Argh! Sakit, Tuan. Pelan-pelan ngapa," ringis Bunga seraya mengusap kepalanya yang terasa sakit. "Sttt! Berisik!" umpat Aska segera menutup pintu lemari lalu menguncinya kemudian. Sementara itu, Anita masih saja mengetuk pintu dengan tidak sabar. "Buka pintunya, Aska. Ada yang mau Mommy bicarakan sama kamu," sahut Anita dengan nada suara lantang. "Iya, Mam. Tunggu sebentar," jawab Aska bergegas berjalan ke arah pintu. Askara Wijaya Kertarajasa seketika menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan sebelum akhirnya memutar kunci dan membukanya kemudian. "Lama banget sih!" decak Anita segera masuk ke dalam kamar dengan perasaan kesal. "Maaf, tadi saya lagi di kamar mandi, Mam," jawab Aska seraya melirik ke arah lemari di mana Bunga tengah bersembunyi di dalam sana. "Tadi kamu ngobrol sama siapa?" Anita penuh selidik seraya menatap sekeliling. "Hah? Ngobrol? Eu ... saya gak ngobrol sama siapa-siapa," jawab Aska seketika merasa gugup. "Bohong! Tadi Mami denger suara wanita lho." "Eu ... itu, Mam. Saya lagi nonton tv tadi, suara wanita yang Mommy denger suara dari tv." Aska beralasan. Anita menatap tajam wajah sang putra. Wanita paruh baya itu mengedarkan pandangan matanya, menatap setiap sudut kamar berukuran luas yang tidak terlalu banyak perabotan itu. Ia tahu lebih dari siapapun seperti apa sifat Askara yang terkenal play boy bahkan menyandang gelar bad boy. Meskipun begitu, Anita selalu menekankan kepada sang putra untuk tidak membawa sembarang wanita ke rumahnya. "Yakin kamu gak lagi ngebohongin Mami?" tanya Anita penuh selidik. "Mana mungkin saya berani bohongin Mami. Saya gak akan pernah melanggar janji saya sama Mommy." Anita tidak serta merta mempercayai begitu saja jawaban sang putra. Wanita itu berjalan ke arah kamar mandi kemudian membuka pintunya. Tidak hanya itu saja, wanita berambut pendek itu masuk ke dalam sana hanya untuk mematahkan kecurangannya. "Untung si Bunga gak sembunyi di kamar mandi," batin Aska seraya melirik ke arah lemari pakaian juga tersenyum menyeringai. Anita nampak menyisir setiap sudut kamar mandi luas dengan satu buah bathub berada tepat di tengah-tengahnya. Tidak ada satu jengkal pun tempat yang ia lewatkan sampai akhirnya berbalik dan keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah datar. "Gak ada siapa-siapa, 'kan?" tanya Aska tersenyum ringan. "Mau sampai kapan kamu hidup kayak gini, Aska? Sudah cukup main-mainnya, mulailah hubungan yang serius," ujar sang ibu berjalan ke arah ranjang lalu duduk dengan bersilang kaki. "Mami apaan sih, usia saya aja masih 25 tahun lho. Masa iya udah di suruh nikah muda," decak Aska mengerucutkan bibirnya sedemikian rupa. "25 tahun usia yang mateng lho. Emangnya kamu gak capek apa mainin wanita terus. Gak takut karma?" Aska seketika diam seribu bahasa. Moodnya yang sudah berantakan semakin acak-acakan setelah telinganya kembali mendengar kata karma untuk yang kedua kalinya, bahkan tiga kali setelah mengingat Eva pun sempat mengatakan hal yang sama siang ini. "Karma, karma, karma! Kenapa kalian nyumpahin saya kena karma sih? Astaga!" decak Aska seraya mengusap wajahnya kasar. "Kalian?" Anita seketika mengerutkan kening. "Apa kamu baru putus dari pacar kamu, lagi?" "Dari mana Mami tau?" "Dia pasti nyumpahin kamu kena karma, betul?" Aska diam seribu bahasa seraya memalingkan wajahnya ke arah lain. "Saya lelah, saya mau tidur. Mendingan Mami juga istirahat." Aska mencoba menghindari pertanyaan sang ibu. Anita berdiri tegak seraya menatap lemari yang berada tepat dihadapannya. Telapak tangan wanita itu seketika bergerak hendak menyentuh permukaan lemari membuat Aksa seketika panik. "Mam!" bentak Aska jantungnya mulai berdetak kencang bahkan sangat kencang. "Kamu kenapa?" Anita mulai merasa curiga. "Nggak! Saya gak apa-apa, hehehe!" "Hmm! Mami istirahat dulu kalau gitu," ujar Anita. "Ingat pesan Mami, jangan pernah membawa wanita ke rumah ini apalagi sampe nginep di kamar kamu, kalau sampai itu terjadi, Mami gak bakalan segan buat nikahkan kamu sama wanita itu, paham?" "Iya, Mam. Iya ... astaga!" decak Aska seraya memutar bola matanya kesal. Anita hendak melangkah, tapi wanita itu kembali memutar badan lalu menatap lemari pakaian berukuran besar itu dengan kening yang dikerutkan. Naluri kecilnya mengatakan bahwa ia harus memeriksa lemari tersebut. Namun, otak kecilnya mencoba untuk menepis prasangka dan segera melanjutkan langkahnya. "Good night, Mam," lirih Aska seraya menatap kepergian sang ibu dengan perasaan lega. "Besok Ayahmu pulang dari luar kota, sapa dia sebelum kamu pergi," pesan Anita sebelum dia benar-benar keluar dari dalam kamar. Aska tidak menanggapi ucapan sang ibu. Pria itu segera menutup pintu kamar kemudian menguncinya. Askara Wijaya seketika menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan, ia mencoba untuk mengontrol detak jantungnya yang sempat berdetak tidak karuan karena tidak ingin sang ibu mengetahui bahwa ia menyembunyikan seorang pembantu di dalam kamarnya. "Bunga," gumam Aska. Dia segera berjalan ke arah lemari pakaian di mana Bunga bersembunyi. Aska memutar kunci lalu membukanya kemudian. Bunga nampak meringkuk dengan memeluk kedua lututnya. Ukuran lemari yang lumayan luas juga hanya diisi dengan pakaian yang digantung di atas kepalanya membuat gadis itu bisa dengan leluasa berbaring di dalam sana. Aska menyentuh tubuh Bunga menggunakan kaki kanannya. "Woy! Bangun, Mommy udah pergi," pinta Aska dingin. Bunga bergeming, keringat dingin nampak memenuhi pelipis wajahnya yang kian memucat. Sepertinya, gadis itu bukan tengah tertidur melainkan tidak sadarkan diri. "Bunga," sapa Aska berjongkok tepat di depan lemari. "Bangun, woy! lo kenapa?" Bunga masih bergeming. "Astaga, Bunga," decak Aska segera meraih tubuh Bunga dan membawanya keluar dari dalam lemari. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD