BAB 7

930 Words
    "Nancy yah?  Kamu ada janji sama dia? " Aku sedikit kaget ternyata lisa sedang berdiri dibelakangku.  Aku tersenyum kemudian mengangguk. Dia menggigit bibir bawahnya merasa bersalah. Hal itu justru sukses membangkitkan fikiran liarku.     Entahlah aku tidak mengerti tapi melihatnya begitu membuatku ingin menggantikan giginya untuk menggigit bibir merah merekah yang terlihat sangat sexy itu.     "Adrian aku tidak bermaksud-"     "Tidak masalah Lisa,  lagian aku yang mau kesini kan? " Dia mengangguk lemah masih dengan gigitan di bibir bawahnya.  Aku menelan ludah, dan terpaksa masuk kembali ke dalam rumah. Bisa gawat kalau lama-lama melihatnya se-sexy itu. Ingatan setiap inci tubuhnya waktu aku membuatnya basah malam lalu membuat badanku makin panas saja.     Jujur ,aku agak kesulitan melupakan bentuk payudaranya yang luar biasa.  Selama ini tidak terlihat dia memliki tubuh seindah itu,  mungkin karena Lisa lebih suka memakai pakaian yang longgar dan tertutup.     Jika ada yang bertanya apa aku menyesal mengikatnya di tempat tidur waktu itu?  Aku akan menjawab tidak.  Mungkin ini tidak benar,  tapi aku suka mendengar suara desahannya.      "Mas Rian ini jus alpukatnya. " Reka tampak antusias menyodorkan segelas cairan berwarna hijau itu. Membuyarkan setiap fikiran liar yang sudah mulai tersusun rapih di dalam otak.     "Terimakasih" Ujarku manis.  Dia meminumnya dengan sangat bersemangat.     "Hmmm,  enak." Aku mengacungkan satu jempol ke arah Lisa yang juga ditirukan oleh Reka dengan lucunya.     "Mas Rian nginep aja yah? " Matanya berkaca-kaca ketika aku berpamitan dengannya.      "Mas Riannya kerja sayang,  nanti kalau libur main lagi yah? " Lisa tampak membujuk dengan sangat lembut.  Bibirnya bergetar,  membuatku langsung menariknya kedalam dekapan.     "Mas Rian lagi cari Rumah yang nyaman,  nanti Reka sama mas dika pindah kesana jadi kita bisa bertemu tiap hari.  Untuk itu mas Rian harus kerja yang giat,  rumah kan mahal. " Lisa sedikit kaget mendengarku mengucapkan kalimat itu.  Tapi aku sungguh - sungguh.  Mungkin akan menyenangkan kalau kami semua tinggal bersama.  Lagi pula Reka sepertinya membutuhkan lingkungan yang lebih baik untuk kesehatannya.     "Lebih mahal dari mobil-mobilan? " Ujarnya polos.  Aku terkekeh sambil mengangguk.     "Nanti kalau mas Rian libur lagi kita jalan-jalan yah! " Dia mengangguk antusias sambil beranjak ke gendongan Dika.     "Makasih mas Rian udah mampir. " Laki-laki kalem itu tersenyum manis padaku. Menurutku Dika anak yang baik dan sopan,  tidak neko-neko.  Ternyata Lina benar,  mereka orang-orang baik. Dan mungkin aku boleh merasa beruntung.     Kami sudah berada di dalam mobil ketika hujan mulai turun.  Lisa masih diam saja disampingku.  Aku memang pernah berkata tidak suka mendengar suaranya,  dan sekarang aku merasa bersalah.     "Hmm Lisa, Reka sakit apa? " Akhirnya aku berinisiatif membuka percakapan. Dia terlonjak kaget,  sepertinya dia habis melamun.     "Oh,  Reka dia Sakit jantung. " Ujarnya singkat.  Ada nada sedih yang mendalam pada suaranya.     "Separah apa? " Dia memandangku sesaat kemudian menghembuskan nafasnya perlahan.     "Dia sudah menjalani operasi Bypass jantung,  seharusnya sudah tidak papa. Sekarang sudah tidak sering mengalami serangan jantung lagi,  operasi itu tidak menjanjikan kesembuhan tapi aku optimis dia akan pulih dengan cepat.  Kau lihat sendiri dia anak yang kuat kan? " Setitik air mata jatuh dari matanya,  Lisa buru-buru menghapusnya.     "Kau benar dia anak yang kuat,  aku yakin dia bisa pulih. " Ujarku lembut Dia tersenyum sambil mengangguk.     "Apa uang 300 juta yang diberikan ibuku untuk biaya operasi Reka? " Ujarku perlahan.  Sedikit tidak tega membahas ini,  melihat dia sesedih itu,  tapi aku sangat penasaran.  Lagi-lagi dia menggigit bibir bawahnya sambil mencoba menahan luapan air mat di pelupuk matanya.     "Maaf." Ujarnya lirih.  Seperti ada yang meremas jantungku. Melihatnya serapuh ini membuatku merasa sangat jahat.      "Kenapa minta maaf Lisa!  Aku hanya tidak mengerti,  maksudku kau bisa meminjamnya pada ibuku tidak perlu sampai menikah denganku. " Dia makin terisak,  sepertinya aku salah berbicara. " Maksudku bukan menyalahkanmu,  aku hanya,  memangnya kau tidak punya pacar?  Atau laki-laki yang kau sukai? Dengan kau menikah denganku,  bukankah kau baru saja mengorbankan masa depanmu? " hidungnya memerah dengan linangan air mata yang sudah tidak bisa dibendung lagi.     "Waktu itu aku tidak punya pilihan, hiks ibumu mengajukan syarat untuk menikah denganmu atau beliau tidak mau meminjamkannya. Maaf aku sudah menyusahkanmu.  " Aku sangat mengerti keputusannya,  bagaimanapun kelangsungan hidup Reka pasti sangat penting untuk lisa.     "Sudahlah,  tidak usah menangis aku tidak sedang memarahimu.  Aku hanya ingin penjelasanmu, itu saja.  Lagi pula hidup denganmu tidak seburuk yang aku fikirkan jadi berhentilah meminta maaf. " dia masih sesenggukan dengan sesekali mengelap air matanya.     "Aku akan bekerja dengan giat supaya hutangku cepat lunas,  sehingga kau bisa cepat terbebas dari semua ini. " Ucapnya serak.  Tapi sepertinya aku tidak ingin cepat-cepat lepas dari pernikahan ini.  Lisa cukup cantik jika kuperhatikan dari dekat.  Mungkin aku hanya butuh waktu untuk terbiasa dengannya.  Dan lihat saja,  suatu hari aku akan membuatnya jatuh Cinta padaku. Tanpa sadar aku tersenyum tipis.      "Tidak usah difikirkan,  fikirkan kesehatan Reka dulu.  Lagipula itu uang ibuku bukan uangku.  Maaf kalau selama ini aku terlalu kasar padamu,  aku hanya merasa semua tidak adil jadi aku butuh pelampiasan untuk kemarahanku. " Dia menunduk,  membuatku gemas ingin memeluknya.     "Aku benar-benar minta maaf Adrian,  aku janji  akan-"     "Lisa cukup!!  Hapus air matamu dan berhenti minta maaf!! " Aku sudah diambang batasku.  Dia sungguh menggemaskan saat memainkan bibir bawahnya ditambah suaranya yang serak,  membangkitkan sesuatu di balik celanaku. Jika dia tidak berhenti menangis sambil menggigit-gigit bibir bawahnya itu,  aku yakin sampai rumah aku akan menerjangnya di ranjang.     Dia mengangguk,  kemudian menghapus air matanya.      "Terimakasih. " Ucapnya lirih dan perlahan. Tapi di telingaku justru terdengar sangat sexy.  Aku baru tahu,  ternyata berada di dekat Lisa bisa semenggairahkan ini.      "Mampir ke kantorku sebentar yah,  ada berkas yang harus aku pelajari untuk meeting besok,  ketinggalan kemarin. " Dia mengangguk dan sudah tidak menggigiti bibir bawahnya lagi. Aku menghembuskan nafas lega. ***        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD