Shoping

1038 Words
Sebenarnya Lila sengaja mengajak Widi jalan-jalan ke mall agar Lila bisa mengulur waktu, ia juga tak akan tega jika Widi nanti wajahnya beruntusan dan mengeluarkan kemerahan. Ketika mereka sedang di mall, Widi dan Lila ditemani oleh asisten mereka. Lila asistennya bernama Turi, sementara Widi asistennya bernama Ida. Mereka jalan-jalan dibelakang Widi dan Lila untuk menjaga majikan mereka. Karena itulah tugas mereka sebenarnya. "Ramai sekali ya?" kata Widi. "Mungkin karena sudah mau natal," jawab Lila masih menggandeng Widi ditengah keramaian. "Owalah. Aku jadi lupa sebentar lagi natal," angguk Widi. Lila tersenyum dan menyusuri tokoh-tokoh yang menjual aneka tas branded, ada Dior, Chanel, dan lain-lain. "Aku gak tertarik sama tas," kata Widi. "Kamu kenapa sih? Jangan gak enakan sama aku, aku sengaja ajak kamu jalan-jalan supaya kamu mau nemenin aku shopping. Kamu pilih aja yang kamu suka, entar bayar pake kartu aku, kalau nanti kamu udah dikasih kartu sama suami kita, kamu bisa kok bayar aku balik," kata Lila memaksa Widi masuk ke toko Dior. "Aku beneran gak tertarik sama barang-barang mewah." Widi menggeleng karena sejak dulu hidupnya sudah sederhana, dah tidak terbiasa dengan barang-barang mewah. Ia kuliah banting tulang mencari uang sendiri, terkadang ayahnya memberikannya uang saku dan membayar SPP-nya. Selebihnya, Widi banting tulang cari uang sendiri. "Widi, kita itu kan udah jadi istri dari tuan muda dari keluarga Broto dan kamu pasti pernah mendengarkan nama keluarga mereka itu terkenal di dunia bisnis, 'kan? Mereka memiliki kekayaan yang enggak ada habisnya. Bahkan mereka orang yang terkaya nomor 4 di negeri ini, selain mereka mendapatkan uang dari perusahaan mereka mereka juga bermain saham dan mereka lagi ada di posisi tertinggi dengan perusahaan saham online. Keren, 'kan? Keren pastinya, jadi kamu harus benar-benar menikmatin apa yang udah dikasih, kamu yang awalnya nggak suka barang-barang mewah, barang-barang branded kayak gini, kamu harus coba menyukainya mulai sekarang, karena dulu aku juga seperti kamu dari keluarga yang biasa saja dan jauh dari kata sederhana, tapi aku menikmati hidupku dengan berbelanja apapun yang aku mau dan Alhamdulillah aku menikmatinya. Dan, aku juga gak mau rugilah," kekeh Lila membuat Widi mengangguk membenarkan. "Aku baru menjadi istri dari suamimu, jadi aku belum terbiasa dengan semua ini, nanti saja kalau misalkan aku udah terbiasa, aku pasti akan menikmati hidupku." "Kamu tahu nggak kenapa aku begitu menikmati hidup dengan berbelanja seperti ini? Jadi, meskipun suami kita nggak nyentuh aku ataupun nggak tidur bareng aku lagi, tapi nafkah ia berikan terus setiap bulan, jadi menurutku sih nggak apa-apa kalau misalkan nggak sama-sama tidur gitu. Yang penting uang bulananku lancar, dan aku bisa kirim ke orangtuaku. Bener-bener nggak masalah bagi aku." "Benar kamu harus berpikiran seperti itu karena suamimu itu memiliki istri yang lumayan banyak, bahkan aku nggak pernah dengar seseorang menikah sampai 4 kali seperti itu. Aku pun masih mencari jawabannya hingga sekarang bahkan jika aku nanti diberi kesempatan untuk keluar dari rumah itu dan bercerai dengan suamimu, aku pasti akan menerima dengan senang hati, karena itulah yang aku inginkan. Aku tak suka dengan pernikahan ini." Widi mendesah napas halus. "Jangan mengharapkan sesuatu yang gak akan pernah mungkin, Widi, karena jika kamu masuk ke rumah itu, kamu nggak akan pernah bisa keluar meskipun kamu melakukan banyak cara untuk keluar dari rumah itu dengan cara kamu sendiri, karena tuan muda itu bukan pria sembarangan yang membiarkan wanita masuk ke rumahnya dan membiarkannya keluar lagi." "Apakah se-seram itu menikah dengan suamimu?" "Suamimu juga, kan? Jadi, aku nyuruh kamu buat nikmatin hidupmu sebagai istrinya. Gak usah pikirin kamu mau keluar gimana caranya. Gak akan bisa." Lila mendesah napas halus. "Apalagi kalau Tuan Muda udah suka sama satu hal. Gak akan deh." Lila melihat-lihat tas yang dipajang dietalase yang serba kaca itu, terlihat tas-tas branded dengan merk Dior asli. Harganya pun puluhan juta, dan ada yang sampai ratusan juta. "Udah kamu pilih apa yang kamu mau. Aku akan beliin. Anggap saja ini self reward dari aku untuk kamu." Lila menoleh sesaat. "Harganya pasti mahal banget ini," bisik Widi. "Mahal ya sudah pasti, tapi kualitasnya bukan kaleng-kaleng, dan beli tas seperti ini, itu namanya investasi," kata Lila. "Limitmu nyampe?" tanya Widi. "Limitku tentu saja nyampe. Karena per-kemarin itu limitku utuh kembali," kekeh Lila membuat Widi menggelengkan kepala. "Ribet ya jadi wanita," kekeh Widi. "Udah. Kamu pilih saja mana yang kamu suka." Widi mengangguk dan menunjuk satu tas kecil yang terlihat simple. Lalu menanyakan harganya. "Gak usah dijawab, Mbak. Soalnya entar dia pingsan denger harganya," kata Lila membuat Widi menggeleng lagi. "Ya udah. Aku pilih ini aja." "Kamu punya selera yang bagus. Kalau aku ini aja ya," kata Lila menunjuk satu tas yang lumayan gede. "Bentar aku bayar dulu." Selagi Lila sedang dikasir, Widi melihat-lihat semua isi etalase, dan tas-tas itu berkilauan indah, Widi benar-benar merasa bahwa sedang ada disurganya para wanita. Tas dan barang-barang branded. "Ayo udah aku bayar," kata Lila merangkul lengan Widi. "Aku nanti akan minta uang pada suami kita, untuk membayarkan hutangku padamu." Widi menoleh sesaat. "Jangan berlebihan. Aku itu teman. Jangan anggap aku madumu." Lila tersenyum lalu melangkah menuju toko kosmetik. "Sekarang kita disurganya para wanita yang ke sekian, cari skincare kamu. Dan, kamu harus beli sabun muka kamu, sabun mandi kamu, sabun busa dan apa saja yang ada di kamar mandimu." "Aku masih punya banyak kok." "Udah. Kamu gak usah banyak komen, pilih saja. Anggap saja untuk nyetok." Lila sebenarnya ingin memberitahu Widi tentang hal itu, tapi ia tak mau mendapatkan hukuman dari Juliana. Tadi saja ketika mereka mau keluar, Juliana sudah mengingatkannya, jika Widi tahu tentang rencananya. Semuanya akan mengarah kepadanya. Selama ini Lila sudah menjaga dirinya dengan sangat baik, jadi dia tidak mau membuat masalah dengan Juliana. "Masukkan ke sini belanjaan kamu." Lila memberikan keranjang kepada Widi. "Ingat jangan lupa beli perlengkapan kamu." Widi mengangguk. Ia tak tahu mau beli apa. Dan, apakah ini perlu? Sama saja ia terlihat sedang memanfaatkan kebaikan Lila. Salah satu istri yang welcome kepadanya. Semoga saja Lila sedang tak berakting. Lila terlihat memasukkan beberapa barang ke keranjang miliknya. Ia beli yang perlu dan tak perlu, hanya mau menikmati menghabiskan uangnya. Karena dengan begini Lila merasa seperti hidup. "Itu belanjaan kamu kok banyak banget." "Widi, kamu gak usah liat keranjang belanjaan ku, kamu mending belanja juga sendiri, dan fokus." Widi mengangguk lagi dan meraih satu persatu yang ia butuhkan. Dan, yang utama adalah skincare-nya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD