Hancur

1304 Words
Senyum terus mengembang menghiasi wajah cantik dara berusia 19 tahun yang bernama Qiran. Bagaimana tidak? Pagi-pagi dia sudah mendapatkan perlakuan yang begitu manis daripada dokter tampan bernama Rayza. Sungguh jantungnya selalu menggila di dekat pria itu. Qiran melangkahkan kakinya menuju kelas kuliahnya. Dia harus membuktikan pada Rayza bahwa Qiran adalah mahasiswi yang baik dan cerdas. Tak terasa senyum kembali mengembang di wajah cantik Qiran. Dia baru menyadari bahwa hari ini adalah hari pertama dia memiliki semangat menjalani kuliah. Selama ini kuliah hanya dia jadikan sebagai aktifitas menghabiskan waktu di luar rumah saja. Sangking semangatnya, Qiran bahkan tak menyadari ada sebuah kaki jenjang nan cantik menghalangi jalannya. Al hasil, dia pun terjatuh. "Aaawww..." Ucap Qiran meringis karena lututnya terluka. "Hahahaha..." Gelak tawa segera memenuhi telinganya. Dan Qiran sangat mengenal siapa pemilik suara itu. Qiran melirik ke arah kaki jenjang nan cantik di hadapannya. Kaki yang sudah berhasil membuatnya terjatuh. "..." Qiran diam menatap wanita jenjang di hadapannya dengan sinis. "Ugh... Kasihan... Bisa bangun sendiri kan?" Ucap Citra dengan nada mengejek. Dia puas melihat Qiran dengan wajah memerah karena emosi yang meluap. Selama ini Citra hanya berpura-pura baik pada Qiran. Jika bukan karena Qiran yang royal tentu saja dia enggan berteman apalagi bersahabat dengan wanita sombong itu. Selama ini dia menutupi rasa muaknya dengan senyuman palsu. Sungguh Citra iri karena Qiran selalu sukses menarik perhatian para pria tajir nan tampan di kampus. Tapi hari ini Citra enggan berpura-pura lagi. Apalagi setelah tahu bahwa Qiran sudah jatuh miskin. Buktinya dia melihat dengan mata kepalanya sendiri Qiran menggunakan daster pembantu saat bertemu di swalayan. Di sisi lain Qiran segera bangkit. Sungguh dia tak menyangka wanita yang dia anggap sahabat ternyata menusuk dari belakang. Kini Qiran bisa melihat sosok asli Citra. Iblis berkedok malaikat cantik. Qiran berusaha sekuat hati menahan emosinya. Dia tak mau mengecewakan Rayza yang sudah baik padanya. Qiran enggan bertengkar. Karena jika dia membuat masalah maka dia akan diskors. Sebelumnya Qiran sudah sering berbuat onar dan berakhir dengan surat peringatan hingga surat peringatan ke tiga. Qiran hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap Citra yang 180 derajat. Berbeda dengan Citra yang pernah menjadi sahabatnya. Bahkan saat itu di perintah Qiran pun rela. Ternyata uang memang pandai bicara. Semua akan tunduk karena uang. Walau kenyataannya, dia bukan bangkrut tapi memang sedang dalam fase melarikan diri. Saat Qiran membalik tubuhnya hendak menghindari Citra. Mantan sahabatnya itu malah menarik rambut Qiran dengan kuat. "Heh gue paling ga suka Lo abaikan. Sekarang kita bertukar posisi. Selama ini gue Lo anggap kacung. Jadi mulai hari ini Lo kacung gue. Gue tau to udah miskin sekarang... Ya kan?" Ucap Citra menghina Qiran. Diperlakukan hina seperti ini membuat emosi Qiran kembali tersulut. Tapi Qiran sungguh ingin berubah. Karena ada sosok yang menyayanginya dan memperlakukan dirinya dengan baik tanpa pamrih. Yaitu Rayza. Walau pria itu ketus, Qiran tahu Rayza tulus. Jadi Qiran sudah berjanji tak ingin membuat Rayza kecewa. "Jadi anak baik ya..." Ucapan Rayza terngiang lembut di telinganya. Dan sejak saat itu Qiran berjanji akan jadi anak baik. Qiran menepis tangan Citra yang menjenggut rambutnya. Mengabaikan helaian rambutnya rontok karena kekuatan tangan Citra. Walau sedikit meringis, Qiran masih berusaha menahan emosinya. "Sory Cit, sampai kapanpun... Gue ga akan pernah jadi kacung Lo. Gue ga butuh uang Lo. Gue bisa berusaha dengan tangan gue sendiri." Ucap Qiran menunjuk bahu Citra. Dan kini emosi Citra yang tersulut. Dia sama sekali tak menyangka Qiran menolak jadi kacungnya. Kemana sosok Qiran yang datang tiga hari yang lalu saat memohon minta dipinjamkan uang untuk membayar taksi? "Lo udah miskin masih aja sombong heh? Lo udah ga butuh duit? Owh... Gue tahu... Apa jangan-jangan cowok uang kemarin itu sugar Daddy Lo? Iya? Owh may God... Qiran jadi sugar babby demi hidup layak..." Ucap Citra menghina Qiran. Bahkan gadis itu sengaja mengeraskan suaranya agar semua mahasiswa dan mahasiswi di fakultas mereka mendengar. Bagi Qiran, Citra sudah keterlaluan. Dia bahkan menghina Rayza yang sudah berbaik hati padanya. Qiran menolehkan pandangannya ke sekeliling kampus. Semua orang berbisik sambil menatap dirinya jijik. Ucapan Citra benar-benar keterlaluan. Akhirnya Qiran sudah tak sanggup menahan emosinya. Qiran mengepalkan tangannya dan memberikan bogem mentah tepat di bibir Citra yang kurang ajar cantik. BUGGHH... Bukan tamparan, tapi sebuah pukulan yang menggema. Jangan harap Qiran menampar wanita itu. Qiran bukan wanita yang suka bertengkar dengan saling menjambak rambut. Qiran lebih suka adu kekuatan. Citra memang salah jika berani berurusan dengan wanita tomboi yang satu ini. "Aawwww...." Citra meringis kesakitan. Bahkan dia terjatuh karena pukulan Qiran yang begitu kuat. Tak hanya bibirnya yang robek tapi juga sikunya tergores. "Hiks... Hiks... Hiks... Qiran... Lo tega banget sama gue... Gue cuma mau ngingetin Lo sebagai sahabat. Gue ga mau Lo terjebak dalam dunia yang tidak baik. Itu aja... Hiks... Hiks..." Ucap Citra tiba-tiba mengiba. Sungguh wanita ular. Qiran menolehkan pandangannya ke sekeliling kampus. Rupanya ada Kak Satria. Kakak senior mereka yang populer karena ketampanannya dan kecerdasannya. Pria itu memang sudah lama menyukai Qiran yang apa adanya. Tapi Qiran menolak pria itu karena sadar Citra menyukai Kak Satria. Sungguh Qiran tak menyangka Citra menjatuhkan harga diri Qiran demi mendapatkan perhatian dari pria itu. "Muka dua Lo... Tadi Lo menghina gue. Sekarang Lo bertingkah seolah-olah gue ga terima ko nasihatin. Gila Lo Cit... keterlaluan." Ucap Qiran kesal. "Hiks... Hiks... Qiran... Gue menghina? Kapan gue menghina Lo Qiran? Gue cuma mengingatkan Lo aja... Lo ga usah deket-deket sama Om-om itu aja..." Ucap Citra menahan perih bibirnya. Dia memang sengaja mengucapkan hal buruk tentang Qiran agar llSatria ilfil pada Qiran dan berbalik simpati padanya. Dan rupanya hal itu sukses. Satria berlari mendekat ke arah mereka. Asisten dosen itu langsung memapah tubuh lemah Citra. "Ya Allah Cit... Bibir Lo pecah..." Ucap Satria khawatir melihat bibir Citra yang bengkak dan dipenuhi darah akibat pukulan Qiran. "Qiran... Lo ga seharusnya begitu sama sahabat Lo sendiri. Lo harus minta maaf sama Citra." Ucap Satria membentak Qiran. Qiran tak menyangka pria yang setahun ini selalu mengejar cintanya kini membentak dirinya di depan umum. Beruntung Qiran tak memiliki perasaan apapun pada Satria. Jadi hatinya tak kecewa, tapi diliputi rasa marah karena semua orang lebih percaya ucapan Citra. "Qiran!!!" Teriak Satria karena dia melihat Qiran yang hanya diam membisu dengan wajah memerah dipenuhi emosi. "Kak Satria... Hiks... Mungkin jika Kakak yang menasihati Qiran... Qiran akan lebih mau mendengarkan... Aku cuma ga mau Qiran terjebak hubungan dengan Om-om ... Itu aja... Hiks..." Ucap Citra memelas. Dan ucapan Citra sungguh menohok hati Satria. Selama satu tahun dia mengejar cinta Qiran. Tapi rupanya gadis pujaannya malah terlibat dengan Om-om. Sebuah hubungan dengan konotasi negatif tentunya. Kini Satria menatap Qiran dengan pandangan jijik. Hal itu sukses membuat cintanya menguap begitu saja. Tapi Qiran tak peduli. Yang dia pedulikan saat ini adalah desas-desus para mahasiswa dan mahasiswi yang sibuk membicarakan dirinya. Sungguh dia malu. Qiran sama sekali tak pernah menjadi w************n yang menjajakan dirinya pada om-om haus belaian. "Heh... Kalian semua!!! Diam!!!" Teriak Qiran membuat semua orang yang membicarakan dirinya langsung diam ketakutan. "Ga usah sok ikut campur urusan orang!!! Urus aja hidup kalian masing-masing yang belum tentu lebih baik dari hidup gue!!!" Teriak Qiran kemudian pergi masuk ke kelas. Dan dia menyadari semua tatapan sinis teman-teman sekelasnya. Sungguh ironis. Berita busuk yang tak benar itu menyebar dengan sangat cepat. Seperti pandemi saja. Qiran yakin semua sosial media di kampus akan geger karena berita ini. Beruntung Qiran tak menggunakan handphone lamanya. Mungkin dia akan stress jika terus membaca dan menonton fitnah tentang dirinya. Tak lama kemudian... "Qiran... Ditunggu Mr. Hilman di ruangannya." Ucap salah seorang mahasiswi pada dirinya. Tapi tatapan itu... Qiran sadar betul, sebuah tatapan jijik dan menghina pada dirinya. Sungguh Qiran yakin panggilannya pasti karena berita buruk yang terlalu cepat menyebar ini. Hancur sudah harga dirinya. Dia benar-benar merasa seperti gadis yang tak memiliki harga diri. Sungguh tuduhan ini sangat melukai perasaannya. Nyatanya pembantu lebih bermartabat dari pada tuduhan yang sudah dilemparkan untuknya. Sungguh Qiran sakit hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD