Qiran benar-benar berusaha menetralkan debaran jantungnya. Sungguh merasa di dekat Rayza membuat jantungnya menggila. Padahal pria itu tampak santai, bersenandung sambil menyetir mobil. Bahkan sesekali Qiran melirik ke arah Rayza, tapi sayangnya pria itu tampak cuek padanya. Mungkin karena terlalu fokus pada jalanan ibukota.
"Haaah..." Qiran mendesah kesal karena perasaannya sendiri. Sungguh dia dipermainkan oleh hatinya yang baper. Untuk apa dia membuang-buang energi memperhatikan pria yang sama sekali tak peduli padanya. Bahkan hubungan mereka hanya sebatas pembantu dan majikan. Tapi salahkan jika Qiran baper pada Rayza. Karena nyatanya Rayza juga memberikan angin segar padanya. Memberikan perhatian dan selalu peduli pada dirinya. Buktinya Rayza membiayai kuliah Qiran. Adakah majikan yang membiayai kuliah pembantunya di luar uang gajian? Qiran rasa tidak ada.
"Ada apa denganmu?" Tanya Rayza mendengar Qiran menghembuskan nafas beratnya.
"Ga apa-apa." Jawab Qiran singkat.
"Owh..." Jawab Rayza.
Mereka pun kembali dalam atmosfer diam. Tak ada yang mengucapkan kata. Hingga akhirnya Rayza menghentikan laju mobilnya kemudian menoleh ke arah Qiran yang masih sibuk melamun.
"Sudah sampai." Ucap Rayza.
Mendengar ucapan Rayza, Qiran terkejut dan langsung menoleh ke arah jendela. Benar saja, mereka sudah berada di halaman parkir tempat Qiran kuliah.
"Tahu dari mana aku kuliah di sini?" Ucap Qiran karena merasa belum pernah memberi tahu Rayza tempat dia kuliah. Bahkan Qiran sadar betul, sepanjang jalan dia hanya melamun.
"Ga usah kepo aku tahu dari mana." Ucap Rayza menekan pembuka kunci pintu otomatis.
Qiran yang malas berdebat segera meraih handle. Tapi bersamaan dengan itu suara pengunci pintu otomatis kembali berbunyi. Karena ingin segera keluar dari mobil Qiran menekan pengunci pintu mobil secara manual. Tapi sayang, Rayza kembali menekan kunci mobil secara otomatis.
CEKLEK...
CEKLEK...
CEKLEK...
CEKLEK...
Mereka sungguh seperti anak kecil yang menemukan mainan baru. Qiran membuka kunci secara manual sedangkan Rayza menekan kunci secara otomatis. Alhasil mereka sibuk dengan urusan buka tutup kunci mobil. Karena merasa dipermainkan, Qiran pun mendengus kesal sebelum gadis itu mengomel.
"Hhhh... Gimana mau keluar coba? Kalo kamu masih mainan kunci mobil begitu." Ucap Qiran kesal.
"Kamu tuh ga paham juga ya maunya aku apa?" Ucap Rayza kesal.
"Mana aku tahu, kamu ga bilang." Ucap Qiran meninggikan suaranya.
"Aku tuh maunya kamu diam. Biar aku yang buka pintunya buat kamu. Gitu aja harus dijelaskan." Ucap Rayza ketus kemudian keluar dari mobil dan mengitari mobilnya untuk membukakan pintu pada Qiran.
"Tuh kan... Berantemnya aku ma dia aja manis banget. Gimana ga baper... Kok aku jadi ngerasa spesial ya?" Qiran membatin dan tanpa sadar wajahnya memanas. Sungguh dia malu jika Rayza menyadari dirinya yang tersipu karena sikap manis pria itu.
CEKLEK...
Rayza membukakan pintu mobilnya dengan cukup lebar untuk mempermudah Qiran keluar. Tak lupa senyuman manis pria itu yang hanya mengarah pada Qiran. Sungguh Qiran merasa spesial saat ini, bahkan dia melupakan bahwa yang saat ini bersikap manis adalah majikan dadakannya.
Dengan menahan jantung yang berdebar akhirnya Qiran keluar dari mobil.
"Terima kasih." Ucap Qiran lembut. Bahkan suara Qiran terdengar seperti lembayung senja yang menghangatkan hati Rayza. Baru kali ini Rayza mendengar suara lembut gadis itu. Karena biasanya Qiran hanya mengeluarkan teriakan, omelan dan umpatan.
"Sama-sama. Belajar yang baik ya. Kalau sudah pulang WA. Nanti aku jemput." Jawab Rayza menatap wajah Qiran yang merona. Sedangkan Qiran sudah tak mampu berkata-kata. Gadis itu hanya bisa mengangguk kemudian berlari masuk ke kampus. Rayza tersenyum menatap tingkah ABG itu. Sungguh sejujurnya dia merasa terlalu tua untuk Qiran. Tapi apa mau di kata jika cinta sudah menentukan siapa pemiliknya.
Usai mengantar Qiran ke kampus. Rayza pun segera pergi ke rumah sakit milik keluarganya. Rayza kembali menjadi sosok yang berwibawa dan irit bicara. Langkah tegap dan panjangnya mengarak ke ruangan yang menjadi sahabat praktiknya. Rupanya sudah cukup banyak pasien yang hendak mengontrol kesehatan. Tapi sayangnya sosok yang ingin sekali dia temui tak ada.
Pak Martin, ayah Qiran.
Akhirnya Rayza putuskan untuk menangani pasiennya terlebih dahulu. Setelahnya dia akan pergi menemui Pak Martin di perusahaan tempat pria itu bekerja. Tentu saja setelah jadwal prakteknya selesai.
Cukup lama dia berkutat dengan buku resep dan bolpoin. Tak lupa juga dengan mesin penunjuk detak jantung. Akhirnya jam prakteknya berakhir. Pria itu tersenyum menatap lunch box berwarna biru di atas meja. Sebuah kotak berisi telur kecap buatan Qiran. Juga nasi tawar buatan Qiran. Ingin sekali dia kembali melahap buah tangan wanita yang dicintainya itu. Terlebih lagi, masakan itu adalah masakan pertama Qiran. Tapi Rayza sadar, ada orang yang lebih berhak menikmatinya. Yaitu ayah dari sang gadis. Akhirnya Rayza segera meninggalkan ruang kerjanya dan melajukan mobil kebanggaannya menuju perusahaan tempat ayah Qiran bekerja.
Sesampainya di depan perusahaan ayah Qiran bekerja sebagai lawyer, Rayza pun segera ke resepsionis untuk mengatur jadwal pertemuan dengan pria tua itu. Rupanya sulit juga bertemu dengan calon mertuanya. Karena Martin adalah pengacara senior yang bekerja di sini. Dan tentunya sudah memiliki banyak kasus untuk ditangani.
Rayza berusaha sabar menunggu hingga pria yang akan menjadi ayah mertuanya bisa ditemui. Netra hitam menawannya menatap ke arah jam yang melingkar tampan di pergelangan tangannya.
"Sabar Rayza, sebentar lagi jam 2." Ucap Rayza bermonolog.
Dan akhirnya perjuangan panjangnya berakhir saat namanya dipanggil oleh sang sekretaris untuk masuk ke ruangan Pak Martin.
"Assalamualaikum..." Ucap Rayza memberi salam.
Martin pun segera menoleh karena mengenali siapa pemilik suara ini. Sungguh dia tak menyangka Rayza akan datang menemuinya di jam kerja. Karena biasanya Rayza tak akan mau mengganggu waktunya dan memilih bertemu di rumah setelah aktifitas harian selesai.
"Waalaikum salam... Duduklah. Apa yang membuatmu tak sabar bertemu denganku?" Tanya Martin penasaran.
Rayza pun mengangkat jinjingan tangannya yang berisi dua Lunch box. Hal itu sukses membuat Martin tertawa. Dia tak menyangka pria muda di hadapannya datang hanya untuk mengajaknya makan siang di waktu yang sudah sangat terlambat.
"Aku sudah makan siang. Dan sepertinya kau salah waktu. Saat ini sudah hampir sore." Ucap Martin terkekeh. Tapi hal itu tak mengurasi rasa hangat di hatinya karena mendapatkan perhatian khusus.
"Anda akan sangat menyesal jika tidak mencicipinya." Ucap Rayza duduk di kursi dan menumpuk map di meja kemudian membuka lunch box yang dibawanya.
Sedangkan Martin mengerutkan keningnya. Karena menu yang dibawa oleh Rayza sama sekali tidak menggugah seleranya. Apalagi tampilan telur yang kacau karena gompal.
"Yang benar saja, kau mengajak aku makan telur. Bukankah kamu sendiri yang bilang aku tak boleh terlalu sering makan telur?" Ucap marti bingung.
"Saya tak pernah melarang anda makan telur. Hanya jangan terlalu sering. Saya ras jika anda makan satu saja tak masalah." Ucap Rayza. Dan Rayza meraih sendok untuk membelah telur itu kemudian mengambil kuningnya.
"Silahkan anda makan putihnya saja. Ini sangat lezat dan pastinya dibuat dengan kerja keras dan pengorbanan putri anda." Ucap Rayza tersenyum bahagia.
"Bisa kau ulangi? Ini putriku yang memasak?" Tanya Martin tak percaya. Karena pasalnya Qiran tak pernah menginjakkan kakinya ke dapur.
"Ya... Cobalah. Jika tidak kau akan menyesal. Karena aku siap menghabiskan semuanya." Ucap Rayza.
Tak terasa bulir bening menetes di pipi Martin. Sungguh dia tak menyangka putrinya sudah bisa memasak. Dia merasa gagal, bertahun-tahun Qiran hidup dengannya menjadi gadis yang pembangkang. Tapi baru beberapa hari bersama Rayza Qiran sudah menjadi gadis yang manis.
"Jangan menangis. Seharusnya anda bahagia. Karena masakan Qiran benar-benar lezat untuk ukuran masakan pertamanya." Ucap Rayza menghibur ayah Qiran.
Martin pun menyendok kan putih telur ke mulutnya. Dengan perlahan dia meresapi rasa yang diciptakan putrinya. Sungguh perpaduan rasa asin, manis dan pedas yang cukup layak. Tapi rasa terharu dan bahagia membuat makanan ini terasa lebih lezat dibandingkan dengan masakan para koki ternama.
"Terima kasih." Ucap Martin terisak. Sungguh dia terharu dan semakin yakin Qiran akan jauh lebih baik jika menikah dengan Rayza.
"Untuk?" Tanya Rayza bingung. Sungguh dia membawa makanan buatan Qiran karena hanya ingin ayahnya juga bisa menikmatinya.
"Terima kasih karena sudah mendidik Qiran menjadi gadis yang manis." Ucap Martin membuat hati Rayza dipenuhi rasa bersalah. Karena kenyataannya dia tak mengubah Qiran tapi memaksa gadis itu menjadi lebih baik dengan menjadikannya sebagai pembantu.
"Silakan dihabiskan. Aku sengaja membawa semua ini untuk anda. Tapi ingat jangan makan kuning telurnya. Tidak baik untuk jantung anda." Ucap Rayza.
Martin pun melahap masakan Qiran dengan penuh haru. Hatinya benar-benar menghangat bahagia. Bahkan masakan ini mampu membuat rasa rindu di dadanya menggebu. Dia ingin bertemu dan memeluk anak gadisnya. Sungguh rindu ini terasa menyayat hati.