"Agama kita berbeda. Tapi tidak ada salahnya jika saling mengerti. Walaupun nanti akan sulit untuk kita bersatu."
-Katrina Renata-
*****
Sudah menjadi kebiasaan Aldi jika hari Jum’at seperti ini ia ikut shalat Jum’at di masjid sekolah.
Walaupun Jum’at ini bukan jadwal kelasnya untuk shalat di sekolahan, tapi cowok itu lebih suka di
sini. Kajian yang diberikan guru agama mampu menambah stok kesabaran Aldi ketika di rumah.
Selepas pulang sekolah, ada jeda sekitar tiga puluh menit untuk bersiap-siap ke masjid. Aldi
memanfaatkannya untuk membaca Al-Qur’an di kelasnya. Sekarang ini kelasnya sepi dan hanya Aldi
di sana sehingga cowok itu bisa kusyuk melantunkan ayat suci Al-Qur’an.
Tidak ada obat yang paling ampuh menurut Aldi selain membaca kitab suci umat islam ini. Suara Aldi
sangat merdu sehingga membuat Katrina yang sedang lewat menghentikan langkahnya. Gadis itu
tengan menyelesaikan urusannya dengan kakak kelas yang tadi pagi menggosipkannya. Tidak
sengaja, ketika lewat kelas Aldi, Katrina mendengar suara merdu cowok itu. Katrina tahu jika Aldi
membaca Al-Qur’an, hanya saja selama ini dia selalu cuek ketika teman-temannya membaca di kelas
saat pelajaran Agama Islam.
Katrina mengintip dari jendela, gadis itu terpaku pada seorang cowok yang tidak lain adalah Aldi
yang tengah mengenakan baju kokoh dan peci serta sarung. Entah kenapa, di mata Katrina,
ketampanan Aldi bertambah berkali-kali lipat. Walaupun masih banyak cowok tampan, tapi Aldi
memiliki aura tersendiri. Bawannya ketika melihat Aldi, Katrina merasa nyaman. Ah, tidak! Nyaman
adalah awal dari sebuah kerumitan hubungan. Katrina tidak mau terjebak ke dalam hubungan
bernama cinta. Dia hanya ingin bersenang-senang dengan cinta bukan mendalaminya.
Beberapa saat Katrina tidak sadar jika Aldi sudah selesai dengan kegiatannya. Cowok itu sedikit kaget
saat melihat Katrina ada di jendela kelasnya. Jarang adik kelas berada di koridor ini, namun
kelihatannya Katrina menjadi pengecualian.
Masih belum beranjak dari tempatnya, akhirnya Aldi menghampiri Katrina. Ternyata cewek itu
melamun. Bahkan kehadiran Aldi di depannya saat ini tidak berpengaruh.
“Kedipin mata lo biar nggak kaku.” Suara Aldi menyadarkan Katrina dari lamunannya.
“Eh, apaan sih! Orang gue cuma lewat kok,” elak Katrina. Jujur dia sangat malu ketahuan mengintip
Aldi. Pasti cowok itu percaya diri akut.
“Lewat tapi matanya sampai nggak bergerak sama sekali,” sindir Aldi.
Katrina menyilangkan tangannya di depan d**a. “Gue nggak punya waktu buat ngelihat lo. Pergi lo,
gue mau agama di sini.”
Alis Aldi terangkat, biasanya Katrina melakukan agama atau belajar agamanya di sekolah lain, bukan
di kelas Aldi.
“Sejak kapan pindah ke sini?”
“Sejak sekarang.” Katrina memutar bola mata malas. Ia tidak mau berlama-lama mempermalukan
dirinya. “Kata guru agama gue dipindah ke sekolah ini, dan di kelas lo. Jadi, lo bisa keluar. Lagian
sebentar lagi lo harus shalat di masjid. Sana, sana, gue mau masuk.”Katrina membuktikan ucapannya, dia masuk ke kelas Aldi dan ingin menyeret Aldi keluar namun cowok itu menepis
tangannya.
“Lo nggak boleh pegang gue, gue udah wudhu. Dalam agama gue nggak diperbolehkan menyentuh
lawan jenis yang bukan mukhrimnya kalau udah ambil wudhu.”
“Gue udah tau,” sahut Katrina.
“Kalau udah tau kenapa lo masih pengang gue?” Aldi menahan kesalnya, tidak mungkin ia bicara
keras karena saat ini banyak siswa di masjid, dekat kelasnya.
“Mana gue tau kalau lo udah wudhu.”
Aldi mengambil napas dalam-dalam. Katrina memang selalu membuatnya kesal bahkan di saat
seperti ini. Cowok itu tidak bisa menerusan ucapannya karena anak-anak yang mau belajar agama
sama seperti Katrina sudah di sini. Aldi meninggalkan kelas tanpa memedulikan Katrina yang
memberengut di belakang sana.
Mereka harus menjalankan agama masing-masing. Aldi shalat Jum’at dan Katrina belajar agamanya.
“Siapa tadi?” Jeremy, kakak kelas Katrina yang juga sekolah di sini bertanya.
“Orang,” jawab Katrina cuek. Katrina sudah tahu Jeremy menyukainya, dan gadis itu tidak mau
memberi harapan kepada Jeremy karena cowok itu bukan tipenya. Katrina hanya menggaet cowok
yang dia inginkan, bukan sembarang cowok.
“Kat, gue ke rumah lo ya nanti. Mau pinjem buku Doriyaki.” Michel, cowok dengan mata sipit
sekaligus teman dekat Katrina menyela.
Sebuah keuntungan untuk menghindari Jeremy. “Sip dah. Tapi lo jangan ke rumah gue, ke
apartemen aja. Nanti gue kasih tau alamatnya.”
Michel mengacungkan tangannya membentuk lambang oke. Katrina hanya tidak mau banyak orang
tahu apartemennya, mungkin nanti ia menyuruh Michel menungggu di lobi, tidak mungkin
menyuruhnya masuk ke dalam.
Suara khutbah mulai terdengar, berdampingan dengan masuknya guru agama di kelas itu. Tidak ada
yang merasa terganggu, mereka saling menghormati.
Pelajaran Katrina hanya berlangsung satu jam, bertepatan dengan selesainya Aldi shalat Jum’at.
Murid cowok berhamburan keluar dan sempat memandang kelas Aldi bingung. Pasalnya kelas itu
selalu sepi saat pulang sekolah, namun kali ini ramai. Saat penghuni kelas keluar, barulah mereka
mengerti kalau kelas itu digunakan belajar agama.
“Kat, sore nanti.” Michel mengingatkan.
“Sip, tenang aja. Kalau gue lupa lo telepon aja,” jawab Katrina. Cewek itu memfokuskan
pandangannya ke masjid mencari keberadaan seseorang.
Tiba-tiba Jeremy menepuk pundaknya.
“Cari siapa?”
“Nggak siapa-siapa,” jawab Katrina cepat. Bohong, nyatanya Katrina mencari Aldi. Entah apa yang
ada dipikirannya saat ini, padahal Katrina tidak ada urusan sama sekali dengan Aldi.
“Pulang bareng yuk Kat,” ajak Jeremy.
“Eh, nggak usah. Lo denger kan tadi gue nggak tinggal di rumah lagi. Gue bisa pulang sendiri.”
“Lebih aman kalau sama gue,” keukeuh Jeremy.
Beginilah rasanya jika seseorang suka dengan kita namun kita tidak menyukainya. Katrina sudah
menolaknya secara halus, tapi Jeremy masih bertahan pada pendiriannya. Jangan salahkan Katrina
jika Jeremy sakit hati.
“Gini ya Jer, duh nggak tega gue.” Katrina mengusap wajahnya dengan kedua tangan. “Lo terlalu
polos buat gue. Dan gue nggak punya perasaan apa-apa sama lo. Jadi lo jangan berharap ya sama
gue. Nanti lo sakit hati gue lagi disalahin. Ntar gosip nyebar lagi, gue dikatain playgirl lah, apalah. Lo
ngerti kan maksud gue?” Katrina berharap Jeremy mengerti, karena kalau tidak, mulutnya bisa
mengatakan hal yang lebih menyakitkan bagi Jeremy.
“Tapi kenapa Aldi yang lebih cupu dari gue bisa jadi pacar lo?” tanya Jeremy menuntut.
Aldi cupu? Katrina tidak menganggapnya demikian. Hanya saja cowok itu kutu buku dan jarang
bergaul, makanya banyak yang bilang Aldi cupu. Padahal nyatanya dia jago berkelahi karena
mengalahkan Neil waktu itu.
“Mau siapapun yang jadi pacar gue bukan urusan lo. Nggak ada yang bisa ngelarang gue buat
pacaran sama siapapun termasuk lo.” Sudah tidak bisa menahan kesalnya lagi, suara Katrina
meninggi. Untunglah sekarang tinggal dirinya dan Jeremy, oh ya, satu lagi, orang yang sekarang
mendengarkan percakapan mereka dari belakang pintu yang sedikit tertutup, Aldi.
“Lo suka Aldi kan makanya lo nolak gue? Ternyata bener gosip selama ini, lo terlalu rendah.” Jeremy
menekankan setiap kata-katanya.
Katrina menggeram marah, dia kira Jeremy cowok baik-baik, nyatanya sama saja seperti cowok yang
pernah ditolak Katrina, menjelek-jelekkan ketika ditolak.
“Apa-apaan sih lo Jer.”
Jeremy maju mendekati Katrina, mengetahui hal itu, Aldi bergegas mencegah tangan Jeremy yang
ingin menampar Katrina.
“Kalem aja, lo sama dia bukan tandingan. Jangan jadi pengecut cuma karena cinta ditolak, lo
jadi kasar.” Aldi menghempaskan tangan Jeremy. Ia melirik Katrina yang diam melihatnya.
“Cepet ke parkiran kalau lo nggak mau jalan kaki pulang.”
Entah sihir apa yang dikeluarkan Aldi, yang jelas Katrina mengikuti Aldi begitu saja. Mungkin untuk
menghindari Jeremy, mungkin saja.
Jeremy mengepalkan tangannya di sana. Harga dirinya terinjak-injak dan dia tidak terima.
Setelah jauh dari jangkauan Jeremy, Aldi menghentikan jalannya.
“Kenapa berhenti?” tanya Katrina bingung.
“Lo nggak terlalu bodoh kan untuk percaya omongan gue?”
“Maksud lo apa sih? Jangan pakai kiasan, gue nggak ngerti,” kesal Katrina.
“Gue ngomong tadi ke Jeremy supaya lo bebas dari dia. Bukan untuk ngasih tumpangan,” ucap Aldi
mengoreksi.
Katrina melotot tidak percaya. s**l! Dia sudah senang tadi Aldi menyelamatkannya, tapi nyatanya
cowok itu malah lebih menyebalkan dari Jeremy.
Sebuah ide melintas di kepala Katrina, ia tersenyum miring. “Kata guru agama lo, Pak Sidiq, jangan
mengingkari apa yang udah lo omongin. Itu namanya munafik.”
Skak mat.
Aldi tidak bisa berkutik, kalimat Katrina berhasil membungkam cowok itu. Katrina tersenyum penuh
kemenangan.
“Gue harap ini terakhir kali lo naik di motor gue.”
“Mungkin bukan terakhir kali, tapi pertama kali. Secara lo kan nggak pernah punya cewek.” Katrina
terkikik.
“Sok tau,” judes Aldi.
“Salah lo kalau bilang gue sok tau. Jangan sebut Katrina kalau dia nggak tau gosip apa di sekolah ini,”
ucap Katrina bangga.
Aldi mencibik, hari ini mungkin hari paling mengesalkan untuk Aldi karena lagi-lagi ia harus
berurusan dengan Katrina.