Bab 5. Bertemu lagi setelah sekian lama

1108 Words
“Apakabar mas?” sapa Harumi canggung saat melihat Gin yang berdiri dari duduknya saat melihat Harumi datang menghampiri. Gin hanya diam dan menghampiri Harumi dan memberikan sebuah pelukan canggung ketika Harumi bergerak mundur seolah tak ingin disentuh. “Duduklah, dan pesan makanan dulu,” suruh Gin dan segera melambaikan tangannya ke arah pelayan agar segera melayani Harumi. “Aku sudah makan, aku minum saja,” jawab Harumi cepat dan memesan es teh manis untuknya. Gin hanya memalingkan wajahnya sesaat, entah mengapa sikap Harumi untuknya seolah tengah mencari perhatian bahwa ia tengah menderita dan selalu menjadi korban keadaan seperti biasanya. Tetapi melihat Harumi yang duduk tenang tanpa ada reaksi emosi apapun membuat Gin merasa canggung, ia seolah tak mengenal Harumi yang ada dihadapannya. Perempuan ini seperti bukan istrinya saja. “Sudah bertemu Mami?” tanya Gin sambil menghabiskan makanannya. Harumi hanya menggelengkan kepalanya tanpa memandang Gin sama sekali dan sibuk mengaduk-aduk es teh manisnya. “Kemarin mami bicara padaku, ia meminta untuk bisa tinggal dirumah kita setelah keluar dari rumah sakit nanti. Bagaimana menurutmu?” “Maksudnya?” tanya Harumi balik bertanya. “Tentu saja kalau mami tinggal dirumah kita, kita berdua harus berada disana untuk menemani mami, terutama kamu,” ucap Gin cepat. “Gak usah mas, biar mami tinggal dikontrakan aku saja. Kita tak perlu kembali tinggal bersama,” tolak Harumi cepat. “Tapi rumah kita tempat yang paling terdekat dari rumah sakit, lingkungannya juga nyaman dan bisa membantu pemulihan kesehatan mami.” “Tidak perlu, biar aku yang mengurus mami, aku sudah mengontrak rumah, ada 2 kamar bisa untukku dan mami. Memang tidak besar, tapi aku bisa mengurusnya di rumah itu.” “Harumi!” “Aku sudah tidak ingin tinggal bersamamu! Apalagi dirumah itu!” tolak Harumi kini dengan suara tegas. Gin hanya menghela nafas panjang. Hening. “Bisakah kita bicara tanpa emosi dan benar-benar memikirkan tentang kesehatan mami. Rumah kita besar Harumi. Jika kamu tak ingin sekamar denganku, kamu bisa pilih kamar lain yang bisa kamu tempati. Kamar tamu untuk mami pun cukup besar, bisa membuatnya nyaman untuk beristirahat. Tolong pikirkan dulu mami, urusan kita, simpan dulu dibelakang,” ucap Gin perlahan seolah memberikan masukan pada Harumi. Harumi hanya diam dan tetap menatap es teh manisnya. “Terserah kamu!” jawabnya cepat setelah tampak memikirkannya sesaat. Gin pun menghela nafas lega. “Tenang saja, aku tak akan sering-sering ada dirumah sehingga kamu tak perlu merasa sebal melihatku,” ucap Gin seolah mencoba menebak isi pikiran Harumi. “Aku tak peduli kamu ada dirumah atau tidak, selama kita tak mengganggu urusan pribadi masing-masing rasanya kita akan baik-baik saja.” Gin hanya bisa diam dan menatap Harumi yang sedari tadi tak ingin menatapnya. Sikap Harumi yang tenang dan tak banyak bereaksi membuat Gin sedikit merasa gelisah, Ia tak menyangka Harumi tak melakukan banyak perlawanan seperti biasanya. Rasanya Gin sudah bersiap untuk adu urat dengan Harumi tapi rasanya kosong, istrinya itu tak melawan. “Setelah ini kita akan jenguk mami bersama, setelah itu aku akan mengantarmu pulang,” ucap Gin menghabiskan minumannya lalu bergerak berdiri untuk membayar makanan mereka. Harumi berjalan dibelakang Gin dan tak berusaha menyusul suaminya, sedangkan Gin sengaja melambatkan langkahnya agar ia bisa berjalan sejajar dengan Harumi tetapi langkah perempuan itu semakin melambat jika melihat Gin berhenti. Tak lama kemudian suami istri itu memasuki ruang rawat inap dimana Rima berada. Melihat anak perempuan dan menantunya, wajah Rima berubah ceria dan melebarkan tangannya untuk memeluk Harumi yang langsung menyerbunya. “Mamii,” panggil Harumi manja membuat Gin melirik. Ternyata sikap manja itu tetap ada di dalam diri Harumi. Suaranya yang khas membuatnya teringat saat mereka belum menikah dulu dan Harumi masih seorang mahasiswi salah satu sahabat dekat adik Gin, Franka yang satu kelas dan satu kuliahan dengan Harumi juga Bianca. “Mas Ginovio sayaangg,” panggilan Harumi manja setiap melihat Gin dulu. Ia selalu memanggil Gin dengan nama panjangnya lalu diakhiri dengan kata sayang. Dulu Gin rasanya pusing menghadapi Harumi yang sejak hari pertama bertemu dengannya langsung jatuh hati dan tak segan-segan untuk menggodanya. Orang tua dan kedua adik Gin yang bernama Franka dan Billy sampai menggodanya sekaligus mengejeknya jika ada Harumi datang kerumah. Kini mendengar nada yang sama saat Harumi memanggil ibunya membuat kenangan itu kembali melintas di benak Gin. “Boleh ya mami numpang dirumah kalian,” pinta Rima ketika Gin memberitahu bahwa ia tengah menyiapkan kamar untuk dirinya. “Tentu saja boleh, mami! Itu kan rumah mami juga karena mami yang memberikannya pada kami,” ucap Gin cepat saat melihat Harumi hanya diam mendengar permintaan sang ibu. Harumi hanya bisa memalingkan wajahnya ketika Rima menatapnya dengan pandangan senang. Waktupun berlalu, sudah saatnya Harumi untuk pulang karena besok ia harus kembali bekerja. “Ayo aku antar,” ucap Gin cepat ketika Harumi berpamitan pada Rima. “Gak usah mas, aku bisa pulang sendiri. Satu kali naik busway doang dan langsung turun di komplek rumah,” tolak Harumi spontan. Tawa Gin hampir meledak tapi ia berhasil menahannya saat mendengarkan kalimat Harumi bahwa ia bisa pulang menggunakan busway. Sesuatu yang luar biasa untuk Gin, karena Harumi yang ia tahu dulu tak pernah mau naik kendaraan umum karena takut make up nya meleleh karena keringat. “Sudah jangan menolak, ayo aku antar pulang,” ucap Gin tak ingin ditolak lalu membuka pintu untuk Harumi agar bisa keluar terlebih dahulu. Sepanjang perjalanan menuju mobil, Gin yang biasanya dingin tanpa kata kini banyak nyeletuk dan mempertanyakan kebenaran apakah Harumi benar-benar berubah atau hanya aktingnya saja. “Serius kamu bisa naik busway? Kamu pernah berdiri sampai rumahmu gak kalau dalam busway? Tumben gak potong rambut, biasanya beberapa bulan sekali kamu selalu minta ditemani ke salon,” celoteh Gin. Tiba-tiba langkah Harumi berhenti dan perempuan itu menatap suaminya dalam dengan tatapan kesal. “Mas, kalau kamu hanya ingin mengantar aku agar kamu bisa mengejek keadaanku saat ini, lebih baik gak usah! Hidupku sudah melelahkan dan gak perlu lagi kamu menambahkan ini itu ke dalamnya! Jika kamu tak bisa membuatku bahagia, minimal jangan membuat bebanku lebih banyak dengan ucapanmu! Aku gak ada waktu!” ucap Harumi galak dan membuat Gin terdiam. Perempuan itu segera balik arah dan berjalan tergesa-gesa menuju lobby, membuat Gin bergegas menghampiri Harumi dan menarik tangannya. “Maafkan aku, aku tak bermaksud mengolok-olok dirimu, aku hanya merasa sedikit tak percaya dengan gaya hidupmu yang sekarang. Aku tahu kamu bersikap seperti ini karena masih marah kepadaku.” “Bukan urusanku kamu mau percaya atau nggak, aku sudah sudah sangat sibuk untuk bertahan hidup! Sudah tak ada waktu untukku menyimpan marah buat mas Gin! Sudah ya, aku mau pulang. Besok pagi harus berangkat kerja,” jawab Harumi yang awalnya bernada tinggi kini menurunkan nada suaranya dan terdengar lelah. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD