“Dasar keras kepala, ya sudah kalau kamu gak mau tetapi kamu harus makan. Aku perhatikan sejak siang tadi kamu gak makan siang. Aku mau mengajakmu makan malam yang enak, apapun yang kamu mau,” ucap Alex mencoba membujuk Harumi untuk makan.
“Benarkah?” tanya Harumi dengan mata berbinar. Entah mengapa beberapa hari ini ia ingin sekali makan fresh oyster di sebuah restoran favorite yang dulu selalu ia datangi bersama Gin berdua. Tentu saja kantongnya saat ini tak mampu untuk bisa membayar makanan seperti itu.
Mendengar permintaan Harumi, Alex hanya tersenyum dan mengiyakan permintaan Harumi. Apapun itu selama ia bisa, ia akan memenuhi permintaan Harumi.
Waktu menunjukan pukul 8. 30 malam ketika Harumi dan Alex sampai di restoran mewah itu. Harumi tampak antusias dan tak sabar untuk masuk ke dalam restoran. Ia tak menyadari ada seseorang yang memperhatikan kehadiran Harumi dan Alex tak jauh dari tempat mereka parkir. Gin. Pria itu tengah menikmati sebatang rokok ditempat parkir ketika melihat Arumi datang.
Gin melangkah mundur dan memiringkan tubuhnya agar Harumi tak menyadari bahwa ada dirinya tak jauh dari sana. Melihat Harumi datang bersama seorang pria, akhirnya Gin memutuskan untuk mengikuti mereka dari belakang.
Selain itu perasaannya sedikit cemas, Gin benar-benar tak menyangka bahwa Harumi akan disaat ia dan keluarganya tengah bersama dengan Bianca. Mengingat pertengkaran Harumi dan Bianca dulu membuat Gin berjalan lebih cepat sehingga tak jauh berada dibelakang Harumi dan Alex.
“Makasih yaa kamu ajakin aku kesini, gak sia-sia aku kelaparan dari siang untuk mendapatkan hadiah makan enak malam ini,” ucap Harumi riang dan terdengar oleh Gin.
Wajah Gin semakin tegang ketika Harumi dan pria itu berjalan menuju ruangan dimana keluarganya tengah berkumpul bersama Bianca. Benar saja, tak lama kemudian terdengar suara Franka memanggil Harumi.
“Harumi!” panggil Frank ketika melihat kakak ipar yang sekaligus salah satu sahabatnya juga.
Harumi segera menoleh dan tampak tertegun ketika melihat meja besar berisi seluruh keluarga suaminya, minus Gin disana. Ia hanya bisa menelan ludah perlahan ketika melihat Bianca yang tampak sama terkejutnya dengan Harumi.
Sedangkan Gin, sengaja menyembunyikan diri untuk memperhatikan Harumi dan sikap keluarganya. Melihat ada kedua orang tua Gin, Harumi segera menghampiri keduanya dan mencium tangan mereka.
“Assalamualaikum ibu bapak, apakabar?” sapa Harumi dengan suara lembut dan rendah.
“Kabar baik nak, kamu sehat?” tanya Ida sambil mengusap-usap tangan Harumi sayang.
Bagaimanapun perempuan yang tengah memegang tangannya masih menjadi menantunya. Apapun sikap yang Harumi lakukan pada Gin hanyalah salah satu caranya untuk menjaga pernikahan mereka dan karena ia mencintai Gin sejak dulu. Ida merasa sedih, hampir satu tahun ini ia berusaha untuk menjaga perasaan Harumi, tetapi disaat yang sama mereka malah bertemu ditempat yang sama.
“Kabarku baik ibu, apa kabar kamu Franka, mas Dimas, Vino?” sapa Harumi menyapa iparnya terkecuali Bianca.
“Kamu kurusan mi,” sapa Franka dengan pandangan sedih melihat penampilan Harumi yang berbeda dari biasanya. Ia segera menghampiri Harumi dan memeluknya sesaat. Franka sadar, sikap Harumi yang tenang menandakan bahwa sahabatnya itu sudah selesai dengan dirinya sendiri.
Harumi hanya tersenyum pada Franka, ada rasa rindu pada sahabat dan juga adik iparnya ini. Biasanya ia akan sibuk menganggu Franka dengan ceritanya tentang Gin, tetapi kali ini ia juga harus kehilangan sahabatnya karena ia akan berpisah dengan Gin.
“Ohya, perkenalkan ini Pak Alex, pak Alex ini atasan Harumi dikantor. Kami baru saja selesai makan disini, jadi kami pamit ya … soalnya ada hal yang harus kami selesaikan untuk urusan kantor,” pamit Harumi cepat segera mengenalkan Alex pada semua orang disana.
Mendengar ucapan Harumi, Alex hanya bisa diam dan tersenyum pada semua orang yang disana. Tak lama kemudian, mereka berdua balik kanan untuk keluar dari restoran itu.
“Harumi,” panggil Alex menahan langkah Harumi yang melangkah terburu-buru menuju mobil Alex.
Harumi menghentikan langkahnya dan hanya bisa menghela nafas panjang.
“Maafkan aku, aku tak bisa disana berlama-lama,” ucap Harumi dengan suara pelan dan parau.
“Aku mengerti, ayo kita cari tempat lain,” ajak Alex.
Harumi menggelengkan kepalanya perlahan,
“Aku hanya ingin pulang, tolong antarkan aku pulang,” pinta Harumi dengan suara lirih. Alex pun hanya bisa menganggukan kepalanya.
Sedangkan ditempat lain, Gin baru memunculkan dirinya setelah Harumi meninggalkan tempat itu.
“Mas Gin abis dari mana sih? Barusan ada penggemar mas Gin tuh yang suka bilang “Mas Ginovio sayaangg,” ejek Vino ketika melihat kakaknya baru muncul.
“Hush! Yang sopan Vino, bagaimanapun ia masih kakak iparmu!” tegur sang ayah Hanif tak suka dengan ejekan anak bungsunya pada Harumi.
Mendengar ucapan Hanif, Bianca hanya bisa tersenyum canggung. Kehadiran Harumi benar-benar mengacaukan suasana. Untung saja acara makan malam mereka sudah selesai.
“Ah, sudahlah … yuk kita pulang, sudah malam … bapak sama ibu pasti lelah,” ajak Bianca pada semua orang yang ada disana.
“Kamu tunggulah dimobil, aku akan mengambil sesuatu dulu,” ucap Gin sambil memberikan kunci mobil pada Bianca.
Bianca pun menurut dan segera berjalan bersama keluarga Gin lainnya. Setelah menunggu cukup lama akhirnya Bianca melihat Gin berjalan kemobil mereka sambil membawa paper bag makanan.
“Beli apa mas?” tanya Bianca heran.
“Oister, disini Oister nya enak, aku jadi ingin tambah,” jawab Gin cepat dan segera menyimpan paperbag itu dibelakang.
Sesampainya dirumah, tercium aroma mie instan dari arah dapur. Perlahan Gin berjalan menuju dapur dan melihat Harumi tengah makan mie instan dengan lahap. Istrinya itu pasti sangat lapar karena belum makan seharian dan harus balik badan ketika bertemu dengan keluarganya.
“Makan apa kamu?” tanya Gin mengejutkan Harumi sehingga membuat Harumi tersedak.
“Mie,” jawab Harumi cepat sambil mengunyah makanannya cepat.
“Nih, aku bawakan makanan kesukaan kamu. Masih Fresh,” ucap Gin sambil meletakan paper bag yang sangat dikenali Harumi karena dulu Gin sering sekali membelikannya.
Ia pun jadi teringat soal makan malam keluarga Gin direstoran itu walau ia tak melihat Gin ada disana. Melihat Gin membawa makanan yang sama tandanya pria itu ada disana tadi.
Harumi hanya bisa menelan ludahnya dan berusaha tenang. Ada rasa sakit yang terasa didadanya. Belum apa-apa ia merasa sudah dibuang dan digantikan oleh Bianca di dalam keluarga Gin.
“Aku sudah kenyang mas, buat mas saja … mas lihat sendiri kan aku baru selesai makan mie instan, maaf ya…,” ucap Harumi dengan suara tenang tak ingin Gin merasa ia kembali membuat drama.
Ia segera berdiri menuju wastafel dan mencuci piringnya sebelum pergi meninggalkan Gin sendiri dengan berjalan tegak.
Gin hanya bisa menatap Harumi berjalan santai dihadapannya dan dari jauh terlihat ia kembali membungkuk sambil menyentuh area pinggangnya dimana memarnya berada.
Arumi baru saja hendak mengunci pintu kamarnya ketika Gin membuka pintu kamar dan masuk ke dalam kamar.
“Berbaringlah,” suruh Gin sambil menarik Harumi perlahan dan membaringkannya diatas ranjang.
“Sudah kubilang, kamu harus kedokter … kamu pikir bisa terus pura-pura menahan sakit seperti ini. Kamu pikir aku tak bisa melihat keringat dinginmu itu,” ucap Gin datar sambil membuka piyama Harumi lalu menyemprotkan kembali penahan rasa sakit dibagian memar.
Harumi hanya bisa memalingkan wajahnya, andai Gin tahu bahwa rasa sakit itu tak hanya dari memarnya tetapi dari hatinya karena ia menyadari, kehilangan pasangan itu tak pernah terasa mudah.
Bersambung.