Gin mengangkat wajahnya perlahan ketika ia mendengar suara pintu ruangan kerjanya diketuk dan terlihat Bianca yang tersenyum manis padanya. Perlahan perempuan itu masuk dan segera memeluk Gin dan mengecup pipinya perlahan.
“Serius banget wajahnya, lagi banyak kerjaan ya?” sapa Bianca mesra.
Perempuan itu tampak anggun dan cantik dengan dress merah yang dikenakannya. Mendengar ucapan Bianca, Gin hanya tersenyum dan kembali meneruskan pekerjaannya.
“Hari ini memang pekerjaanku cukup banyak,” jawab Gin perlahan dan menghela nafas panjang seolah kembali mengatur nafasnya.
Bianca duduk di sofa di dalam ruangan kerja kekasihnya. Tanpa kata ia menatap wajah Gin yang sibuk bekerja.
Hari ini ia sengaja datang ke kantor Gin, karena ia ingin berangkat bersama untuk makan malam bersama keluarga Gin di sebuah restoran yang telah ia pesan lama.
Setelah hampir satu tahun berjalan, akhirnya Bianca bisa mengajak satu keluarga Gin untuk makan bersama untuk merayakan ulang tahunnya yang sebenarnya telah terjadi beberapa hari yang lalu. Hubungan Gin dan Bianca pun akhirnya diketahui keluarga Gin, dan Bianca pun sebenarnya bukan orang asing dalam keluarga Gin karena ia salah satu sahabat dekat Franka adik perempuan Gin.
Walau tak memberikan reaksi yang berlebihan atas hubungan gelap sang anak, tetapi orang tua Gin masih memberikan jarak pada Bianca.
“Walau bagaimanapun sifat dan sikap Harumi pada Gin, tetap saja sampai saat ini Harumi adalah menantu ibu. Ibu dan Bapak gak bisa memberikan restu pada kalian berdua, kami harus menghargai perasaan Harumi. Ibu sudah kenal kamu sangat lama, semoga kamu mengerti maksud ibu ya. Kamu juga sudah seperti anak sendiri sejak berteman dengan Franka.”
Ucapan Ida– ibunda Gin kembali terngiang di telinga Bianca. Sejak saat itu jika Franka datang kerumah keluarga Gin, kedua orangnya tuanya akan menyapanya sopan tapi tak lama kemudian mereka akan segera pergi menjauh. Walau begitu, Bianca mengerti dan akan bersabar, jika saatnya tiba nanti, ia pasti akan resmi menjadi menantu mereka dan mereka akan menerima Bianca dengan baik.
Betapa senangnya Bianca ketika beberapa waktu yang lalu akhirnya kedua orang tua dan kedua adik Gin mau menerima undangan makan malam ulang tahun Bianca. Ia merasa pada akhirnya keluarga Gin bisa menerima dirinya. Apalagi Vino adik Gin yang paling kecil tampak mendukung hubungan Bianca dan Gin.
“Harusnya dari dulu sebelum mas Gin dan mbak Harumi menikah, Mbak Bianca mendekati mas Gin. Kalau mbak Bianca yang menikah dengan mas Gin, pasti gak akan ada tuh, acara malu-maluin seperti yang mbak Harumi lakukan. Apalagi mbak Harumi kerjaannya ngabisin duit mas Gin sedangkan mbak Bianca seorang wanita dengan karir bagus,” keluh Vino mengadu pada Bianca.
Bianca hanya bisa tersenyum jika mengingatnya, tak ada yang tahu saat dulu Harumi sibuk mengejar Gin saat mereka kuliah dulu, Bianca juga sudah menaruh hati pada pria itu. Ia sangat terkejut ketika akhirnya Gin malah jatuh cinta pada Harumi dan menikahinya.
Kini seolah takdir membukakan jalannya untuk Bianca kembali dekat dengan Gin dan ia sangat bahagia ketika Gin berpaling dan mulai melihat dirinya.
Hari ini Bianca berdandan cantik karena ia ingin mencuri hati semua anggota keluarga Gin. Ia akan berusaha menjadi tuan rumah yang baik di acara makan malam nanti.
Tetapi wajahnya kembali sendu saat teringat bahwa Gin kembali tinggal dengan Harumi. Kemarin malam ia sampai menangis dalam tidurnya karena tak tenang dan merasa cemburu, walau Gin selalu bilang tak ada yang terjadi dan Harumi bersikap tenang tak seperti biasanya.
“Mas,” panggil Bianca perlahan sambil menatap penuh tatapan cinta pada kekasihnya.
“Ya?”
“Gimana kabar harumi hari ini? Apa dia bertingkah lagi setelah kembali kerumah?” tanya Bianca ingin tahu.
Gin hanya diam sesaat, dan tak mengalihkan pandangannya dari meja kerja. Bagaimana mungkin ia bisa menceritakan insiden kran air tadi pagi pada Bianca, perempuan itu pasti akan marah dan bilang bahwa itu akal-akalan Harumi untuk kembali menggoda Gin.
Mengingat memar yang ada di tubuh Harumi membuat Gin yakin bahwa insiden tadi pagi benar-benar kecelakaan. Ada rasa sedih dihati Gin ketika teringat tubuh polos Harumi dihadapannya, tubuh istrinya itu terlihat lebih kurus daripada biasanya membuat Gin berpikir apakah Harumi jarang mengisi perutnya karena mencoba bertahan dengan penghasilannya.
“Pagi ini aku bertemu dengannya sebentar saja, tak ada yang istimewa dan Harumi pun tak banyak bicara. Kami bersama karena fokus untuk penyembuhan kesehatan mami,” jawab Gin perlahan sambil terus bekerja.
Bianca hanya bisa menelan ludahnya, ada perasaan sedih dihati Bianca ketika mendengar kalimat Gin yang mengatakan bahwa mereka tengah fokus untuk penyembuhan Rima. Bianca tahu, terdengar kejam jika ia berharap bahwa Gin bisa segera mengakhiri pernikahannya. Andai saja Rima tak mengancam seperti itu Bianca yakin Gin dan Harumi telah bercerai sejak lama.
“Syukurlah, yang penting untukku hari ini kita semua bisa berkumpul bersama. Aku merasa senang orang tua mas Gin juga Franka beserta suaminya mau hadir untuk merayakan ulang tahunku,” ucap Bianca dengan suara tenang dan percaya diri. Ia tak ingin menyerah dan kalah dengan rasa khawatirnya.
Gin hanya tersenyum kering sesaat sambil menatap Bianca. Perempuan itu pun bercerita apa saja makanan yang sudah ia pesan untuk makan malam nanti, semuanya mewah, mahal dan pasti enak. Gin hanya bisa mengangguk perlahan sambil terus bekerja dengan sedikit perasaan tak nyaman karena restoran yang dipilih Bianca adalah salah satu restoran kesukaan Harumi saat mereka masih mesra dulu.
***
Harumi mengaduh tertahan sambil mengusap bagian memar ditubuhnya. Ternyata ucapan Gin benar, seharusnya ia segera ke dokter karena saat ini ia selalu mengerang kesakitan ketika berjalan, sedikit duduk atau melakukan kegiatan yang banyak mengangkat sesuatu.
Tetapi Harumi segan untuk memeriksakan dirinya, ia akan menjadi sangat pelit untuk urusan ke dokter. Selama ia masih bisa menahannya tandanya ia masih akan baik-baik saja. Ia bahkan masih bisa bercerita dengan gayanya yang lucu pada teman-teman kantornya tentang kran meledak. Semua orang tertawa terbahak-bahak mendengarnya tanpa tahu ada rasa sakit yang ditahan Harumi.
Hanya Alex sang atasan yang juga bekas teman SMA nya yang mengetahui bahwa Harumi tidak baik -baik saja.
“Lebih baik kamu ke dokter, soal biaya tak usah takut, aku akan mengcover semuanya,” ucap Alex sambil menatap Harumi cemas ketika ia melihat perempuan itu menahan sakit sampai keringat dingin.
“Nggak ah! Aku gak mau! ” ucap Harumi menolak ajakan Alex.
Harumi sadar bahwa teman sekaligus atasannya ini telah menaruh hati padanya cukup lama, bahkan sebelum ia menikah. Harumi tak pernah menolak Alex atau menerimanya. Tak ada yang kurang dari Alex karena pria itu berwajah cukup tampan, mapan dan selalu bersikap baik dan sopan pada Harumi. Hanya saja cintanya dulu hanya untuk Gin tak ada yang lain. Sampai saat ini sejak ia bermasalah dengan suaminya, Harumi belum ada keinginan untuk jatuh cinta lagi. Tetapi ia merasa senang dengan perhatian Alex selama ini, pria ini begitu sabar membantunya untuk bangkit kembali.