Chapter 18

1011 Words
Harinya dimulai dengan mendengar suara suara khas dari perkakas yang beradu satu sama lain, dan bau menyenangkan yang masuk ke indra penciumannya. Belum sempat ia membuka mata, namun otaknya sudah lebih dahulu merespon dan tahu bahwa beberapa aroma yang ia cium adalah aroma aroma khas dari herbs dan rempah rempah lainnya menyatu menjadi sebuah perpaduan yang menyenangkan untuk menyambut pagi yang indah. Sosok dibawah selimut itu merenggangkan tubuhnya malas, menguap lebar sembari mengusak rambutnya dengan malas. Seperti kebiasaan kebiasaan paginya yang lain, ia menjulurkan tangannya menuju meja nakas untuk mengambil segelas penuh air mineral dan membasahi kerongkongannya. Jika diingat ingat, biasanya para pelayannya yang mengisi ulang air minum di nakasnya. Mungkin kali ini Victor yang melakukannya. Toh ia tidak mengunci pintunya, dan dapat dipastikan Victor pasti bolak balik kekamarnya untuk memastikan keadaan dirinya. Hahh.. sulitnya bekerja sebagai pengawal orang paling penting. Ketika kakinya menapak pelan dan berjalan kearah luar, matanya menangkap sesosok cantik dengan rambut panjang yang sudah tergelung tengah memfokuskan matanya menuju pan yang ada di hadapannya. Sesekali melirik kearah dua pria lainnya yang ada disana untuk memastikan apakah dua pria yang sama sekali tak bisa memasak itu akan menghancurkan sarapan pagi mereka yang sudah dibuat dengan susah payah oleh si gadis atau tidak. Ah.. iya juga. Jika diingat ingat, Victor dan Claude sama sekali tak bisa memasak. Dan ternyata Kris pun begitu. Kasihan sekali Karina harus mengurusi tiga bayi sekaligus setiap jam makan. Ingatkan Claude untuk terus menawarkan makan diluar kepada gadis itu agar dirinya tidak kerepotan. “Selamat pagi yang mulia” suara Kris terdengar ketika pria itu yang pertama kali menyadari bahwa Claude sudah keluar dari kamarnya dengan wajah bantal –yang sialnya tetap tampan seperti biasa-. “Bisakah kau tidak memanggilku seformal itu?? Kau boleh memanggilku dengan nama saja” ujar Claude yang masih dalam mode mengantuk, jadi ia menguap lebar lebar dihadapan ketiganya. Sepertinya menanggalkan sejenak status rajanya akan sangat menyenangkan. Kapan terakhir kali ia bisa bersikap bebas layaknya manusia pada umumnya tanpa harus menjaga image yang berkaitan langsung dengan image negeri mereka. “Sepertinya amat snagat tidak mungkin, yang mulia”celoteh Kris yang tentu saja ia tak ingin bersikap tidak sopan kepada rajanya sendiri. “Jika kau tidak nyaman dipanggil yang mulia jika dihadapan orang lain nantinya, maka aku tidak akan memanggilmu ketika kita diluar. Aku akan berbincang dengan Victor saja mengenai apapun urusanmu” well.. sepertinya cukup ribet, namun bukan berarti Claude tidak menerima. Mau bagaimana lagi, jika itu keinginan pria tinggi itu, maka yasudah saja. “dilarang mengganggu. Kau duduk saja di kursi dan tunggu sampai semuanya selesai. Sudah cukup aku diganggu dua manusia” ucap Karina ketika menyadari bahwa Claude akan sok sokan mendekati mereka dan berniat menolong. Ugh.. bukannya mempercepat waktu, malah semakin lama nantinya. Gadis itu tak ingin membuang buang waktu liburannya dengan terus berada di dapur. Ah enaknya menjadi Karina yang bisa tak merasa canggung untuk memanggil non formal kepada yang mulia Claudius Zevane. Pun juga Victor yang beberapa kali tertangkap oleh Kris tengah mengomel atau sedikit memarahi rajanya itu. Sepertinya menjadi teman kecil dari orang penting yang tumbuh menjadi menyenangkan –dalam konteks tidak sombong dengan tahtanya- cukup membuatnya berangan angan untuk berada di posisi yang sama. Di kursi meja makan, lagi dan lagi Claude memperhatikan wajah gadis cantik yang tengah kerepotan disana itu. Menjadi dominan, bukan berarti bisa lepas dari kegiatan merepotkan seperti memasak. Toh, memasak adalah skill yang harus dimiliki setiap manusia agar bisa melanjutkan hidupnya dengan lebih nyaman –karena tidak semua orang memiliki privilage untuk bisa memiliki koki pribadi, bukan-. Jadi... ingatkan Claude untuk iseng belajar memasak jika ia sedang senggang. Anggap saja latihan jikalau suatu saat ia didepan dari kursi tahtanya, dan harus hidup dalam keterbatasan yang memaksanya memasak sendiri. Ehm.. ya.. meskipun agak sulit untuk dibayangkan. Agenda sarapan yang kesiangan itu dimulai beberapa menit setelahnya ketika Karina dibantu dua pria lainnya menyajikan sarapan mereka diatas meja. Tipikal sarapan simple namun tetap saja memiliki effort didalamnya. Beberapa jenis bacon, telur, salmon, wortel jagung dan beberapa jenis sayuran lainnya memenuhi piring mereka dengan harum. Tak lupa souffle pancake yang sangat lembut, empuk dan mengembang membuat keempatnya ingin segera menghabiskan sarapan mereka agar bisa memakan dessert menggemaskan itu. Makan dalam diam, Kris mengingat ingat jadwal mereka harus kemana hari ini. Jika tak salah, agenda pertama kencan perjodohan kedua manusia disampingnya itu adalah mengunjungi bekas kerajaan di negara tempat mereka berkunjung ini. Elven. Sebuah negara yang mengubah bentuk kepemimpinannya dari kerajaan menjadi republik. Namun, tentus aja peningalan peninggalan atas masa lalu kerajaannya tak akan dihilangkan begitu saja. Salah satunya adalah bangunan castle jaman dahulu yang disulap menjadi sebuah galeri seni milik seniman yang ada di negara Elven. Ya, jadi agenda pertama keduanya adalah kencan membosankan di museum. Sepertinya jiwa artistik mantan raja yang satu itu masih ada sehingga memberikan ide seperti ini untuk kencan anaknya. “Kemana jadwal kita setelah ini, Kris” tanya Karina ketika semuanya terlihat sudah selesai dengan piring masing masing, dan terlihat akan menyesap minuman masing masing. Karina sendiri sudah membuat amerikano untuknya. Minuman pahit tinggi kafein seperti itu amat sangat membantunya untuk terus beraktifitas dengan baik demi pekerjaannya meskipun jadwal tidurnya sangat kacau dengan jam tidur yang amat sedikit. “Menuju sebuah museum yang sudah ditunjukkan oleh baginda mantan raja dan ayahandamu, nona” ujar Kris yang membuat Claude memejamkan matanya malas. Aduh, dasar orang tua orang tua tak menyenangkan itu. “Kris” ujar Claude yang memanggil dengan nada pasrah, namun masih ada sisa keinginan yang lain dalam dirinya. Mengenai Karina... entahlah. Air wajahnya tak dapat terbaca. Jika dipikir pikir, jikalau pun keduanya berakhir mengenaskan dengan menikah, mereka berdua akan dengan mudah menipu orang tua dan publik dengan cara berpura pura bahagia dan baik baik saja. Hmm.. dibandingkan seorang raja dan wanita berpower, mungkin keduanya akan lebih baik bila menjadi aktor dan aktris saja. “Ya??” jawab Kris dengan mata yang mengerjap bingung. “Bisakah kau diam diam mengganti jadwal kami tanpa harus ketahuan oleh dua orang tua itu??” Er... sepertinya raja yang di cap anak baik satu ini pun memiliki rasa rasa ingin memberontak sesekali. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD