8. It's a happy day

1861 Words
Jatuh cinta ya? Percaya tidak percaya, tapi mungkin sekarang Langit tengah merasakannya. Entahlah begitu random, dari banyaknya perempuan di dunia kenapa harus dia? Kenapa harus orang yang sama seperti orang yang disukai saudara kembarnya? Apakah tidak ada perempuan lain? Kenapa harus dia? Cinta pandangan pertama, awalnya Langit tak percaya akan pernyataan itu, hingga kini dia merasakannya sendiri. Bagaimana dia jatuh kepada perempuan yang secara tak sengaja dilihatnya tengah latihan paskib kala itu. Sambil terus mengendalikan laju motornya, Langit tersenyum miris. Sekalinya merasakan jatuh cinta, Langit hanya bisa menikmati jatuhnya saja, sementara cintanya? Entah Langit tidak tau bagaimana itu bentuk cinta. Yang pasti dengan perempuan itu, Langit merasa beda, meski pertemuan mereka masih bisa dihitung dengan jentikan jari. Motor yang kini dikendarainya mulai masuk ke komplek perumahan. Langit mengurangi lajunya dan sampai detik ini Langit masih belum bisa membuang pikirannya dari sosok perempuan bernama Claudia Anaya yang tadi berpapasan dengannya di koridor. Sampai di rumah, Langit langsung menstandarkan motornya. Cowok itu melepas helm sambil mengacak rambutnya. Dia lalu berjalan masuk ke dalam rumah dengan keadaan lelah. Pasalnya tadi Langit baru saja main basket bersama teman-temannya hanya demi memenangkan seloyang pizza. "Sky?" Refleks Langit memanggil nama itu kala matanya tak sengaja melihat Sky tengah duduk di depan televisi di ruang tengah sambil ngemil keripik pisang. Mendengar namanya dipanggil, Sky menoleh sambil nyengir kayak kuda. Ada yang beda dari Sky, adiknya itu terlihat makin kurus perasaan. "Baru balik, Bang?" tanya Sky. "Hm," jawab Langit hanya dengan dehaman. Melihat Sky membuat Langit langsung teringat akan Claudia. Tapi untuk kali ini, Langit memilih melupakannya. Dia justru berjalan mendekati Sky dan duduk tepat di sebelah cowok itu. "Mau nggak, Bang?" Sky menawarkan keripiknya kepada Langit, tapi Langit menggeleng. "Makan aja," katanya. "Oke." Sky lanjut makan, tidak ada niat untuk memulai obrolan lagi. Aneh. "Bunda mana?" hingga akhirnya Langit yang harus bertanya terlebih dahulu. "Biasalah, kantor. Jam delapan berangkat. Lo sendiri temben banget pulang jam segini. Nggak nongkrong?" tanya Sky balik. Sebelah alis Langit terangkat bingung. "Nongkrong dicariin, nggak nongkrong ditanyain. Repot." Sky malah terkekeh. "Ya kan aneh aja, oh ya Bang pesan pizza yuk?" "Nggak." "Dih, dasar pelit lo! Ayolah Bang, pengen nih. Ade ngidam sekarang. Ya beliin ya? Pesenin deh nanti biar Ade yang bayar sendiri, gimana?" Sky sudah menunjukan wajah melasnya. Menatap Langit sambil menaik turunkan alis. Langit menghela napasnya kasar lalu mendorong jidat Sky agar sendikit memberi jarak. "Lo sakit, gue nggak mau dimarahin Bunda," ujar Langit. Sky mengerucutkan bibirnya. Inilah yang tidak dia suka sebenarnya. Padahal mungkin taunya Sky hanya sakit biasa, tapi Langit langsung mempermasalahkannya. Bagaimana nanti kalau Langit tau Sky jika sakit keras? Sky sangat benci dikasihani. Sky tidak suka dianggap lemah oleh orang lain, meski itulah kenyataan sebenarnya. Sky lemah sekarang. Tidak, Sky menggeleng. "Gue nggak sakit kok, kata siapa gue sakit? Sok tau lo, gue sehat tau," tutur Sky kepada Langit. Langit menghela napasnya kasar. Satu hal yang tidak pernah Sky duga sebelumnya. Di mana tangan Langit tiba-tiba terulur untuk menyentuh kening Sky dengan punggung tangannya. Sky terdiam kaku, ada satu titik yang menghangat saat Langit melakukan hal itu. Perlahan Sky tersenyum meski sangat tipis. "Kalau nggak sakit lalu kenapa tadi lo nggak sekolah?" "Gue cuma demam biasa, sekarang udah enakan. Sumpah deh, ayo Bang mangkanya pesan pizza ya?" Masih saja Sky meminta makanan tak sehat itu. Langit bisa saja sebenarnya untuk membelikan, tapi meski terkesan tidak peduli, tetap saja Langit tidak mau jika saudara kembarnya itu kembali sakit. Untuk kali ini Langit tidak boleh luluh dengan permintaan Sky. "Nggak Sky, udah lo makan aja pisang itu," kata Langit. Sky berdecak kesal. Dasar Abangnya satu ini. "Ck, males ah, musuhan kita." "Oke." Sky pikir saat dirinya merajuk, Langit akan merayunya dan membelikannya pizza. Namun, rupanya Sky salah, Langit malah bangkit sekarang dan akan pergi. Sky melirik Langit melalui ujung matanya, dan ya, Langit berjalan begitu saja meninggalkannya. Saat Langit sudah mulai agak jauh, barulah Sky menengok dan menemukan Langit masuk ke dalam kamarnya. Cowok itu menutup pintu rapat-rapat. Di tempatnya, Sky membuang napasnya kasar. Sialan memang penyakit ini, Sky selalu iri dengan Abangnya yang sehat. Tidak penyakitan seperti dirinya. Sky ingin kembali sehat, Sky ingin bebas tanpa banyak peraturan yang tidak boleh inilah tidak boleh itulah. Sky ingin menjadi Langit, dia tidak suka dirinya yang sekarang yang tidak bisa lepas dari obat-obatan. "Bunda ... Sky sedih sekarang, kapan Sky bisa sehat?" lirih cowok itu bersamaan dengan dirinya yang langsung merebahkan badan pada sofa begitu saja. Sky menaruh toples keripiknya di lantai. Tangannya kanannya terjuntai, posisi cowok itu adalah setengah badan menggantung, setengah lagi ada di atas sofa. Bibirnya mengerucut lucu, entahlah terserah Sky saja. Sky capek harus seperti ini terus. Tapi ngomong-ngomong, Claudia sekarang sedang apa ya? Mengingat Cluadia, semangat Sky langsung muncul. Segera dia berdiri lalu berjalan cepat menuju kamarnya untuk mengambil ponsel. Di dalam kamar, setelah mendapatkan ponselnya, Sky langsung melompat ke atas tempat tidur. "Halo, Clau," sapa Sky dengan sangat ramah terlebih dahulu saat teleponnya tersambung dengan milik Claudia. Setelah itu, Sky langsung melancarkan aksinya untuk memberikan Claudia beberapa gombalan-gombalan agar gadis itu segera luluh dan mau menjadi pacarnya. Sejauh ini, hanya Claudia yang sangat sulit untuk ditaklukkan. **** Di satu kamar lain, Langit sedang berdiri di depan cermin besar kamar mandinya. Langit yang tidak menggunakan atasan telah berulang kali membuang napasnya secara kasar. Langit sesekali meringis saat memenceti luka pada badannya. Banyak memar di sekujur badan Langit yang diakibatkan oleh tawuran dan berantem dengan orang lain. Langit menunduk, sakit semua rasanya ini badan sementara nanti malam dia harus keluar lagi. Jujur Langit tidak pernah menyesali pertemanannya yang sekarang. Malah Langit merasa sangat senang. Langit bisa melupakan segalanya saat bersama mereka, tapi sedih dan nyeseknya saat Langit tengah sendiri seperti ini. Semua rasa sakit ini mulai terasa ketika Langit sendiri. Langit butuh pengalihan, Langit tidak suka sendirian dan kesakitan. Langit lalu menyambar kaos hitamnya dan memakainya dengan cepat. Setelah cuci muka agar terlihat agak segar, Langit segera keluar dari kamar mandi. Langit juga meraih kunci motornya. Sebelum benar-benar pergi, Langit menyempatkan terlebih dahulu untuk berpamitan kepada Sky. Namun, ke mana cowok itu? Tadi ada di ruang keluarga, sekarang? Terpaksa Langit harus naik lagi ke lantai dua. Tujuannya adalah kamar Sky. Diketuknya pintu coklat itu beberapa kali. "Sky?" Langit sambil memanggil dan tak lama handle pintu bergerak hingga memperlihatkan sosok Sky saat daunnya terbuka. Seperti biasa, Sky nyengir kepada Langit. "What happen? Mau beli pizza kah Bang?" tanyanya masih mempermasalahkan pizza. Langit menggeleng. "Gue mau keluar," balasnya. "Lah? keluar ke mana? Gue sendirian dong di rumah?" Raut wajah Sky mendadak sendu. "Jalan-jalan cari hiburan." "Ikut!" seru Sky. "Nggak." "Ck, selalu aja nggak boleh, gue juga bosen di rumah terus, mana sendirian. Ya ikut ya?" rengek cowok yang seusia dengan Langit itu. "Nggak Sky, kalau lo bosen keluar sendirilah." "Maunya sama Abang." "Jijik! Udah gue cabut." "Bang?" Mirisnya Langit sama sekali tidak menghiraukan penggilannya. Lagi-lagi Sky harus ditinggal sendiri. Sampai tidak lama kemudian Sky mendengar suara derum motor Langit menghilang meninggalkan rumah. "Huaaa ... Bunda Sky mau maen kayak Abang! Sky bosen juga di rumah terus. Sky maen ya Bunda?" Sudah tau tidak ada orang di sana Sky tetap saja merengek kepada Bundanya, seolah-olah Bunda ada di sana. Ajaibnya sesekali saat Sky sekarang mendadak tersenyum. "Iya Sky main aja nggak apa-apa, tapi jangan kecapean ya?" Sky menjawab-jawab sendiri pertanyaan, dirinya berperan seolah dia adalah Bunda. Dasar Sky. "Oke sip Bunda! Sky janji nggak akan kecapean dan nggak akan drop lagi, Sky mau mainnnn." Sky lalu masuk kembali ke dalam kamarnya. Diraihnya kembali ponsel yang tergeletak di atas kasur. Di sana masih menunjukkan sambungan telepon yang sama yang belum terputus. "Halo, cantiknya Sky masih ada di sana?" Begitu ucap Sky dengan sok manis kepada Claudia. "Siapa tadi yang datang? Orang tua lo?" tanya Claudia dari seberang. Sky lantas terkekeh sambil memakai jaketnya. "Bukan, itu tadi Abang gue, izin mau keluar katanya." "Abang? Kembaran lo?" "Eh? Tau ya ternyata? Hehe iya, kembaran gue yang super nyebelin bin dingin kayak balok es. Cantik kenal sama dia? Kalau nggak kenal namanya Langit, jangan dekat-dekat sama dia ya? Dia jelek nggak pernah mandi." Setelahnya terdengar tawa dari seberang. Tawa yang mampu menenangkan Sky. "Kembaran sendiri dikatain. Emang lo rajin mandi?" "Ya ... enggak juga. Tapi pokoknya lo nggak boleh dekat-dekat sama dia. Gue takutnya lo makin beku nanti." "Hah? Apa sih Sky?" "Abang gue, si Langit kan dinginnya nggak ketulungan." Lagi, Sky mendengar jika Claudia tengah tertawa. "Terserah Sky ajalah. Tapi Sky, tadi gue ketemu loh sama dia di koridor. Awalnya gue pikir itu lo, tapi kok nggak berhenti pas papasan, eh ternyata setelah gue pikir-pikir, mungkin itu kembaran lo, dan ternyata bener." "Tuh kan! Udah ah, intinya jangan deket-deket dia ya? Awas aja! Cantiknya Sky nggak boleh dekat sama cowok lain selain Sky! Titik!" "Dih, emang lo siapanya gue?" "Gue? Gue orang yang akan membuat si cantik ini selalu tersenyum dan bahagia." "Nggak jelas! Udah ah terserah." "Oh ya Clau, sudah dulu ya teleponnya. Gue mau keluar nih," kata Sky berpamitan. "Keluar ke mana?" "Jalan-jalan cari angin, cantiknya Sky mau ikut? Kalau mau nanti Sky jemput, gimana?" Di seberang sana Claudia nampak menimang dengan bimbang. Sepertinya bukan ide buruk kalau dirinya pergi jalan-jalan sebentar dengan Sky. "Halo, cantik masih ada di sana kan?" "Emm ... iya Sky, boleh deh gue mau." Spontan Sky terkejut. Demi apa sih? Sky tidak salah dengar kan? "Jadi, cantik mau jalan sama Sky? Mau Sky jemput?" "Iya, gue sharelok rumah gue sekarang ya?" "Ah iya iya, gue langsung otw sekarang juga! Ya Allah akhirnya bisa ngajak bidadari jalan. Tunggu Abang ya Nweng!" Entah untuk berapa kalinya Claudia tertawa karena ulah dan tingkah absurd Sky. "Iya gue tunggu kok, jangan buru-buru, jangan ngebut." "Siap laksanakan!" "Gue tutup ya?" "Oh oke oke, nggak perlu dandan cantik-cantik ya? Gue nggak mau punya banyak saingan nantinya." "Ck, paan sih. Udah ah bye Sky." "Bye cantiknya aku." Kemudian setelah itu panggilan benar-benar terputus. Di tempatnya sekarang Sky sudah lompat-lompat kegirangan. Sky senang sekali, seperti mimpi akhirnya dia bisa jalan dengan sosok perempuan yang sangat dia sukai sekarang. "Aaaa ... Bunda, Sky bahagia banget hari ini!" Karena mau ketemu calon pacar, jadi Sky harus tampil maksimal. Minimal tidak bau, jadi Sky sekarang tengah menyemprotkan minyak wangi sebanyak-banyaknya, eh nggak juga ding karena yang berlebihan kan tidak baik. Cukup, Sky tidak mau nanti Claudia malah pingsan karena baunya yang justru menyengat. Setelah pakai parfum, Sky lanjut pakai sisir untuk merapikan rambutnya. Sky juga pakai pomade agar rambutnya agar tak berantakan. Tidak berhenti sampai situ saja, Sky bahkan sampai mengganti pakaiannya. Yang awalnya hanya mau pakai celana pendek dan jaket, sekarang Sky telah berganti pakai celana panjang dan kemeja putih. Astaga, Sky sudah merasa jadi orang paling ganteng sejagat raya sekarang. Usai semuanya siap, Sky langsung meraih kunci mobilnya. Dengan hati yang berseri-seri, Sky menuruni anak tangga, keluar rumah dan masuk ke dalam mobil. "Cantik, Abang datang!" Semoga saja hari ini akan jadi hari bahagia bagi Sky. Saat mobil sudah melaju jauh dari rumah. Agaknya ada satu yang Sky lupakan. Cowok itu lupa tidak membawa obatnya. Padahal Bunda selalu berpesan, jika kemanapun Sky pergi, obat itu harus selalu dibawa. Kini cowok itu melupakannya. Ya semoga saja tidak hal buruk yang terjadi kepada Sky setelah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD