“Maaf, itu salah A’a. sebenarnya aku tak percaya diri di depanmu. Sehingga cara mendapat perhatian darimu adalah membuatmu kesal. A’a yakin karena kesal, kamu selalu kepikiran A’a ‘kan?” Ichwan menjawab sambil tersipu malu.
“Kepikiran karena kesal ‘kan enggak bisa menerima cintamu,” balas Tari, dia mengerti mengapa monster di depannya mengambil jalan itu.
“Sekarang maafin A’a ya, kamu sudah tahu perasaanku ‘kan? Aku akan berubah. Akan aku tunjukkan cintaku yang sesungguhnya,” Ichwan mengambil kedua tangan yang sejak tadi berada dalam genggamannya dan menciuminya.
Tari bingung. Dia bukan belum move on. Karena baginya hatinya memang sudah beku, tak mau menerima cinta baru. Tapi mengapa tadi lagu endless love membuat kebekuan hatinya mencair? Semudah itukah cinta baru memenuhi relung hatinya?
‘Ini pasti enggak wajar, aku baru sakit hati akibat pengkhianatan kak Teddy dua bulan lalu. Tak mungkin hati ini bisa langsung mencintai monster ini. Tapi mengapa aku merasa nyaman dengan dirinya. Rasa nyaman yang tak pernah aku dapat dari kak Teddy. Rasa nyaman ini seperti nyaman bila aku bersama yayah dan pak Adi.’ Tari menyadari, baru dua bulan pertunangannya putus. Mungkin masih banyak kerabat yang bahkan belum tahu hal ini, apalagi hanya teman. Pasti belum tahu.
“Aku akan berupaya menjalani kisah kita perlahan, jangan paksa aku untuk segera mensejajarkan langkah denganmu. Karena hati ini masih terluka. Kalau A’a bisa sabar, mungkin aku bisa menentukan arah,” Tari menjawab abu-abu.
Dia tidak menolak, tapi juga belum menerima secara langsung.
“A’a menerima tantanganmu, A’a akan sabar berjalan disisimu. A’a akan ada bila kamu butuh tempat bersandar.” Ichwan memastikan dia akan memperjuangkan cinta Tari.
≈≈≈≈≈
Di Jakarta, Teddy kecewa, karena Tari tidak ada di rumahnya. Asisten rumah tangga yang ditemui mengatakan Tari berangkat dinas ke Jogja sejak hari Kamis lalu dan akan kembali hari Kamis depan. Gagal sudah candle light dinner yang dia rencanakan.
Dia memang ingin membuat ulang tahun Tari sebagai moment kembali baik hubungan mereka. Dia akan memohon maaf agar hubungan mereka bisa kembali terjalin. Kesal karena usahanya gagal, Teddy meminta Bima datang ke lokasi yang dia sudah booking. Dia meminta Bima makan malam romantis dengan istrinya.
“Emang tadinya loe nge booking tempat itu buat apa? Sama siapa?” tanya Bima di telepon, dia dan istrinya sedang menuju lokasi yang sudah dibayar penuh oleh Teddy itu.
“Niatnya gue mau ajak Tari, dia ulang tahun hari ini. Gue mau minta maaf dan ngajak dia balikan. Sayang dia lagi dinas ke Jogja satu minggu,” Teddy menerangkan rencananya yang gagal.
≈≈≈≈≈
Ichwan mengantar Tari ke kamarnya, saat Tari masuk, dia ikut masuk. “A’a enggak mau berbuat jahat, cuma biar enggak ngomong di luar aja,” Ichwan menarik masuk Tari ke dalam kamar dan dia tutup pintu kamar.
Hanya dua langkah dari pintu, tak lebih. Ichwan mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dari sakunya. “Selamat ulang tahun cintaku,” Ichwan menyerahkan kotak itu dan mencium lembut dan lama kening Tari. Lalu dia segera keluar kamar gadis itu.
Tari kembali diam dan terpaku melihat kotak di tangannya. Dia masih merasakan kecup hangat dan lembut dari Ichwan di keningnya. Terngiang pula ucapan Ichwan ‘Selamat ulang tahun cintaku.’
Dibukanya kotak merah itu, sebuah cincin bermata berlian yang sederhana terlihat di dalam kotak mungil itu.
‘Kalau dia cinta, kenapa dia enggak makein cincin ini? Dasar monster, bikin orang bingung aja mau membalas cintanya! Tari memaki Ichwan dalam hatinya.
‘What? Kenapa aku kepikiran bakal membalas cintanya? Aaaarrrghhh …,’ Tari makin kesal dengan pemikirannya barusan. Benar kata Ichwan, karena kesal, dia malah jadi kepikiran Ichwan terus.
≈≈≈≈≈
Minggu pagi, si kembar memilih berenang sebelum sarapan. Ichwan yang bertugas menemani dan menjaga mereka di kolam renang. Banyak mata melirik pada Ichwan, membuat Tari jengah. Dia meninggalkan kolam renang dan segera menuju ruang makan hotel untuk sarapan. Tari memilih sarapan lebih dulu dari keluarga pak Adi.
“Tari?” seorang gadis cantik memanggil nama Tari seakan tak percaya.
“Lea?” balas Tari, mereka pernah dekat saat kelas 10 dan 11. Lalu kelas 12 Lea pindah ke Jogja sehingga mereka kehilangan kontak.
“Kamu datang dengan siapa?” tanya Lea.
“Aku dengan keluarga Bossku, cucu-cucunya sedang berenang. Besok akan lokakarya,” jawab Tari, dia tak ingin mendapat image jelek karena menginap di hotel sendirian.
“Kamu sendiri sedang apa?” tanya Tari. Dia tak memperhatikan kawannya itu menggunakan seragam kerja hotel tempatnya menginap
“Aku kerja, kebetulan bagian kitchen, jadi harus kontrol menu dan ketersediaan barang setiap jam makan,” balas Lea. Saat SMA dulu, awal mereka akrab. Mereka akhirnya bertukar cerita tanpa ingat waktu. Lea juga mengenalkan beberapa temannya termasuk Husni yang sejak tadi menatap Tari dengan tatap mata kagum.
“Ri, kamu sudah di sini duluan? Mana Ichwan?” sapa pak Adi yang datang berdua dengan istrinya.
“A’a mungkin masih berenang dengan Topan dan Guntur, Pak,” sahut Tari sopan.
“Mereka sudah selesai berenang sejak tadi dan ke sini lebih dulu sebelum kami,” balas pak Adi sambil menerima kopi yang dibawakan istrinya.
“Tari, aku pamit ya, silakan Bapak dan Ibu dilanjut sarapannya,” Lea tak enak mengganggu temannya.
“Pak, Bu, ini teman saya saat masih SMA,” Tari memperkenalkan Lea pada pak Achdiyat dan istrinya. Belum sempat mereka bersalaman terdengar teriakan duo jagoan. “Aunty,” kedua jagoan itu berlari menuju meja yang ditempati Tari.
“Morning cintaku,” dengan pedenya Ichwan mengecup puncak kepala Tari yang masih duduk.
Tari makin jengah. Tapi apa mau dikata? Memang seperti itulah Ichwan. “Kalian mau makan apa? Ayok Aunty antarkan,” Tari menawari pemuda cilik itu, sebab dia tak enak dengan Lea yang melihat semua itu.
“Ayok Uncle, kita berempat ambil makan,” ajak Guntur. Sang adik memang selalu lebih cepat tanggap. Akhirnya Ichwan dan Tari berjalan ke meja menu sambil Lea pamit.
“A’a mau teh atau kopi?” tanya Tari.
“Kopi aja,” balas Ichwan. Tari mengambilkan secangkir kopi, juga beberapa sachet creamer dan gula lalu dia antar ke meja tempat bu Achiyat berada. Tari lalu kembali menghampiri Topan yang meminta sarapan bubur ayam, dan Guntur yang meminta sandwich.
Tari menyediakan apa yang diinginkan keduanya dan mengantar ke meja bu Tuti kembali. Sekarang giliran dia meladeni bayi besarnya. “Kamu makan apa?” tanya Ichwan, dia ingin mengambilkan kekasihnya sarapan.
“Tadi baru ngopi, pengen nasi goreng tapi koq pengen nyoba gudeg lengkap,” jawab Tari melihat pilihan menu yang tersedia.
“Aku ambil nasi goreng, kamu ambil gudeg. Nanti kita saling icip biar enggak penasaran,” Ichwan memberi solusi keinginan Tari.