04-My Little Ice Girl

1887 Words
Happy Reading  Kinna terlihat gugup saat di perjalanan ke rumah Bisma. “Kenapa? Tenanglah. Ada keluargaku di sana. Kita tidak akan berdua saja,” ucap Bisma yang melihat jelas kegugupan gadis itu. Kinna hanya menggidikkan bahunya pura-pura cuek. Tak lama, mobil itu sudah berhenti di pekarangan rumah mewah milik keluarga Bisma. Kinna terlihat aeh melihat banyak pelayan dan penjaga di sana. Bisma memang terkenal kaya di sekolah, tapi Kinna tak tahu bahwa rumahnya harus dijaga seketat itu. "Ayo ke atas,” ajak Bisma kemudian menggandeng Kinna menaiki tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua rumahnya. “Mana orang tuamu, Bis?” tanya Kinna di sela langkah mereka. “Mami sedang menemani papi di kantor. Mungkin mereka akan pulang 2 jam lagi,” jawab Bisma seadanya. Kinna menghentikan langkahnya dan itu memaksa Bisma ikut berhenti di depannya. Di tengah tangga. “Apa?! Tadi kan kamu bilang ada keluargamu di sini! Kamu berbohong!” “Tidak.” Bisma menggeleng. “Dia, dia, dia. Mereka semua keluargaku.” Bisma menunjuk penjaga yang berjejer rapi sepanjang mata memandang ke bawah sana. Juga para pelayan. “Bodyguard?” Kinna menatap Bisma bingung, membutuhkan penjelasan lebih. “Mereka semua keluargaku, Killa. Sudahlah, jangan takut. Aku takkan macam-macam. Aku berjanji.” Bisma kembali menarik pergelangan tangan gadis itu untuk melanjutkan langkah mereka ke lantai dua— di kamar Bisma. Kinna terkagum melihat kamar Bisma. Untuk ukuran pria, ini sangat rapi. Tapi bukan itu yang membuat Kinna terkagum. Matanya berbinar melihat barisan buku-buku asing baginya yang tertata rapi di rak berukuran besar yang menempel dengan dinding. Rak itu bahkan lebih tinggi dari dirinya. Ia memang sangat mencintai buku. Bahkan ada beberapa buku yang berserakan di samping rak itu. Mungkin tempatnya sudah tak cukup. “Kamu membaca semuanya?” tanya Kinna mendekati rak buku itu dan memilih beberapa judul buku di sana. “Ya, tapi beberapa aku cuma baca sinopsisnya, karena nggak menarik.” “Aku juga punya koleksi buku. Tapi nggak sebanyak ini.” ungkap Kinna tanpa mengalihkan pandangannya dari satu buku yang tadi ia tarik dari rak buku. Bisma tersenyum kemenangan, usahanya untuk membuat gadis ini sedikit demi sedikit mau lebih terbuka padanya sekarang sudah mengalami kemajuan. Kinna beberapa kali mengungkapkan tentang dirinya yang tak penting, tapi sangat penting bagi Bisma walau hal sekecil apa pun itu tanpa Bisma bertanya. Hanya sedikit memancing kadang. “Tak menyangka, pria gila sepertimu punya koleksi buku sebanyak ini.” Kinna kembali mengamati jejeran buku di sana. “Kamu pikir IQ 165-ku itu dapat begitu saja. Jangan bodoh, Killa.” “Kamu pernah bilang kalau kamu cerdas dari lahir, Tuan Karisma.” Kinna mendelikkan matanya tajam. “Itu hanya candaan. Oh, ayolah. Tak ada hal instan di dunia ini. Mie instan pun masih perlu dimasak,” canda Bisma tertawa sendiri dengan ucapannya. Kinna menggigit bibir bawahnya. Mencerna baik-baik ucapan Bisma, ‘tak ada hal instan’. Benar. "Hey!" tegur Bisma saat Kinna malah melamun. Kinna menoleh kemudian membawa bukunya ke meja belajar Bisma untuk dibaca sedangkan Bisma memainkan ponselnya sembari tiduran di atas ranjang. Mereka mulai menyelam ke dunia masing-masing hingga keduanya mendengar pintu kamar Bisma yang diketuk dari luar, membuat sang pemilik kamar dan ‘tamu’ istimewanya menoleh ke arah pintu bersamaan. Bisma berjalan membukakaan pintu yang sebenarnya tak begitu tertutup rapat. Tentu saja, karena ada seorang gadis di sini. “Maaf, Tuan muda, semua sudah menunggu di taman belakang,” ucap seorang pelayan pria yang mengenakan jas hitam dan terlihat berwibawa itu. “Baiklah, Paman, kita akan segera ke sana,” jawab Bisma. “Permisi, Tuan muda,” pamitnya. “Ayo.” Bisma menoleh menatap Kinna yang juga sedang menatapnya. “Sebaiknya aku pulang sekarang. Sepertinya akan ada acara keluarga di sini,” ucap Kinna sambil meletakkan buku Bisma yang sedari tadi asik ia baca ke tempat semula. “Benarkah? Mungkin iya. Jadi kamu harus ikut.” Bisma meraih pergelangan gadis itu dan mengajaknya keluar dari kamar. “Bis, biarkan aku pulang,” rengek Kinna tak nyaman. “Ikutlah, kamu akan menyukainya,” paksa Bisma, "dan kamu bisa membawa pulang 5 buku yang bebas kamu pilih dari rak bukuku." Kinna hanya bisa pasrah saat Bisma terus menyeretnya menuju taman belakang rumah ini. “Mami, Papi.” Bisma menyapa kedua orang tuanya yang sedang duduk bersebelahan di taman belakang. Mereka berdiri menyambut putra semata wayangnya itu bersama Kinna. “Wahh... ini yang namanya Kinna?” tanya Rendra, ayah Bisma. “Malam, Om, Tante,” sapa Kinna menyalami kedua orang tua Bisma. “Dia sangat cantik Bisma. Kamu memang pandai memilih calon istri” ucap Nadia, ibu Bisma. Terlihat bangga pada anak semata wayangnya. Kinna hampir tersedak salivanya sendiri saat mendengar penuturan Nadia. Calon istri? yang benar saja, mereka masih SMA! “mami bisa aja” Bisma menggaruk tengkuk lehernya dengan tangan kiri dan tangan kanannya masih menggandeng pergelangan tangan Kinna. “dia tidak seperti yang kamu ceritakan Bis” ucap Rendra mengamati Kinna dari atas sampai bawah. Kinna yang tak nyaman di pandangi seintens itu jadi salah tingkah dan tak sengaja ia meremas jemari Bisma yang sedang bertautan dengannya. Bisma meliriknya. “dia gadis yang cantik. Benar-benar berbeda dengan yang kamu ceritakan Bisma” tambah Rendra. “ceritakan?” ulang Kinna seperti meminta kejelasan lebih lanjut tentang satu kata itu. Dan jangan Bilang, Bisma menceritakan hal buruk tentangnya kepada kedua orang tuanya ini. Dan jika Rendra mengatakan ‘dia gadis yang cantik’ bukankah itu berarti Bisma telah berkata ‘dia sama sekali tidak cantik’ atau sejenisnya. begitu? “Kinna Landry sudah seperti Agnes Mo di rumah ini. Bahkan lebih terkenal. Bisma selalu menyebutnya di sela obrolan kami di rumah ini. Killa-nya ini tak pernah luput dari obrolan” jalas Nadia mengusap rambut gadis itu. Ia paham dengan ekspresi yang gadis itu tunjukkan tadi. Oh jangan salahkan Kinna yang langsung merasa tersanjung saat ini. Ia menunduk saat merasakan pipinya memanas. Ah, memalukan jika mereka melihat pipinya bersemu merah saat ini. Terlebih Bisma. Bahkan paman Dani—sopir pribadi tuan muda rumah ini— hampir setiap hari mendengar celoteh pria tampan itu tentang apa yang tadi di lakukan Kinna di sekolah, jika ia tak berhasil mengajak Kinna pulang bersama. “kamu benar-benar berkelainan Bisma” desis Kinna berbisik pada Bisma agar kedua orang tua Bisma tak mendengarnya. “papi menyiapkan ini untuk menyambut Agnes Mo kita. Saat kami tahu putra kebanggaan kami pulang dengan seorang gadis, kami yakin gadis itu adalah Killa-nya” tambah Rendra. Apa Bisma sudah sejauh itu menceritakan semua tentang dirinya— setidaknya semua yang sudah Bisma ketahui? “papi-” “om, maaf jadi merepotkan” ucap Kinna sungkan. “tidak sama sekali, kami malah sangat senang kamu mau main kesini. Nikmati acara ini sayang” kali ini Nadia menjawab dengan nada keibuannya. Kinna jadi teringat mamanya. ‘Pesta’ penyambutan yang diikuti seluruh keluarga—beserta bodyguard dan pelayan rumah tangga— keluarga Bisma itu berjalan seru. Wajah bodyguard-bodyguard yang biasanya selalu datar itu kini berubah menjadi sangat bersahabat. Mereka saling melempar candaan di tengah pesta barbecue kebun belakang ini. “aku perlu penjelasan Bisma” sekarang Kinna sudah duduk di salah satu akar pohon bersih dan Bisma di sebelahnya. “hm?” dehem Bisma menjawab tanpa menatap Kinna ia sibuk memakan daging sapinya. “apa yang kamu ceritakan pada mereka tentangku?” “semuanya” “sebutkan” “kamu satu-satunya gadis yang bisa menakhlukkanku Killa” “lalu?” “kamu gadis yang unik, aneh dan cuek. Dingin dengan ciri khas tatapanmu yang tajam” “apa?! kamu ini. Menyebalkan!” “tapi itu benarkan?” Bisma tak mau kalah, akhirnya ia menoleh untuk menatap Kinna. “tidak semuanya benar. Hm, pantas saja kamu digilai banyak wanita ‘gila’. Ternyata begini caramu membuat mereka takhluk? menciptakan keluarga yang hangat bagi mereka. Begitu?” Kinna mencibir tak suka. “tidak” “apa?” “hanya kamu wanita yang pernah ku ajak kesini” “lalu aku harus percaya?” Tanya Kinna meremehkan. “tidak juga. Karena itu tidak penting bagimu kan?” “benar” “tapi... aku menarik ucapanku tadi sore. Keluargamu benar-benar hangat. Bahkan kalian sudah menganggap mereka –bodyguard dan pelayan— seperti keluarga sendiri” “mereka memang keluarga kami” *** “aku akan mengantarmu pulang” ucap Bisma saat jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Belum terlalu malam, tapi bagi Bisma ‘gadisnya’ ini tak boleh pulang malam. Walau dari rumahnya sekalipun. “aku akan pulang sendiri, pulang bersamamu hanya akan memakan banyak waktu lagi” tolak Kinna meraih tas sekolahnya dari sofa. Mereka memang sudah berada di dalam rumah dan menonoton TV bersama setidaknya 20 menit yang lalu. Gadis itu berdiri. “dan kamu pikir aku akan membiarkanmu keluar dari rumahku sendiri? tanpaku? jangan bermimpi Ice Girl” Bisma tersenyum sinis dan di buat-buat seolah sedang mengancam. Lantas tangannya dalam sekejap sudah terasa hangat menaut tangan Kinna dan membawanya berjalan keluar untuk mengantar gadis itu pulang. Percuma melarang si ranking 1 ini. *** Bisma menahan lengan Kinna saat gadis itu akan keluar dari mobilnya. “sekarang apa lagi?” tanya Kinna jengah. Malas mengahadapi pria ber-IQ 165 ini. “katakan sesuatu” “lepas” “bukan itu” “terima kasih. Maaf aku tak sengaja melupakannya” Kinna menjawab seadanya. “oke. Yang lain” “lalu kamu mau aku mengucapkan apa?” Kinna benar-benar sudah kesal dengan Bisma karisma kali ini. “selamat malam Bisma” ucap Bisma sambil tersenyum berharap. “tidak mau” tolak Kinna mentah-mentah. “katakan” “tidak” “kamu takkan keluar dari mobil ini” “oke” “katakan” “selamat tinggal” “apa?! ayolah Killa, sekali saja jangan membuatku kesal” ucap Bisma masih menahan lengan gadis itu. “kamu yang mulai Bis. Sudah, biarkan aku keluar sekarang” “tidak” “Bis, “hm” “oke oke. Sampai jumpa” ucap Kinna kemudian. “siapa?” “memangnya siapa?!” Kinna berteriak frustrasi. “di sini ada paman Dani—supir pribadinya— ucapkan sampai jumpa untukku Killa” Paman Dani tersenyum geli melihat perdebatan kedua remaja labil ini. Ia sudah terbiasa dengan hal ini. “kamu benar-benar seperti anak kecil” Kinna menatapnya sinis. “karenamu” “selalu menyalahkanku!” “lalu aku harus menyalahkan siapa? kamu yang membuatku begini Killa. Jangan lupakan itu” Bisma mengibas satu tangannya yang bebas. Menganggap hal itu sesuatu yang sepele. “berhentilah membuatku kesal Bis” “sepertinya kamu masih betah berlama-lama di mobil bersama pangeran tampanmu ini” Bisma menatapnya meledek, sambil menaik turunkan alisnya. “oh baiklah. Tuhan akan mengutukmu Bisma. Sampai jumpa Tuan muda Bisma Karisma Winata. Kamu puas?!” pekik Kinna geram di akhir kalimat. Bisma tertawa sebentar “tidak begitu puas karena kamu terpaksa mengucapkannya” “benar, kamu yang memaksaku! bodoh!” cibir Kinna. Bisma kembali tertawa melihat wajah kesal Kinna yang begitu lucu di matanya lalu melepas lengan gadis itu sedikit enggan. Demi Tuhan, Bisma akan langsung merindukan omelan gadis itu, sesaat setelah mereka berpisah. Dan Bisma baru menyadarinya akhir-akhir ini. Itu sebabnya Ia selalu mengulur waktu sebelum Kinna keluar dari mobilnya. “selamat malam My Ice Girl, Killa” ucap Bisma begitu manis tapi tak diacuhkan oleh gadis itu. Mobilnya melaju setelah punggung Kinna tak terlihat, menghilang di persimpangan gang. Dan sampai sekarang, Bisma belum tahu yang mana rumah Kinna. Tinggalkan jejak ya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD