OWN 7 | Ingatan Yang Hilang

1285 Words
OWN 7 | Ingatan Yang Hilang Suasana rumah sakit sangat ramai, Ilias terkejut dengan fakta bahwa beberapa wartawan mungkin sudah mengetahui keberadaan Jessica. Padahal Ilias berusaha menutup rapat-rapat insiden mengenai Jessica. Ia melewati jalur khusus, hingga tidak harus berpapasan dengan para wartawan yang ada di pintu utama rumah sakit. Kekacauan sudah terjadi di bangsal itu saat Ilias datang. Ilias menatap Aiden yang sudah menangis sambil melihat ibunya yang tampak kebingungan dan ketakutan. Deretan perawat dan dokter berusaha menenangkan Jessica yang terhuyung tanpa tenaga. Wajar karena ia terbaring selama dua tahun lamanya. Ketika Jessica berusaha berjalan, mata Ilias kian tajam memperhatikan gerakannya. Ilias menatap retina berwarna hazel yang akhirnya terbuka setelah sekian lamanya tertutup. Retina terang itu kelihatan masih kesulitan menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk. Dengan pandangan yang masih buram, Jessica berusaha memahami sekelilingnya. Tubuhnya terasa lemah, tetapi otaknya mulai aktif kembali, mencoba menghubungkan titik-titik ingatan yang terasa kabur. Jessica mencoba bergerak, tetapi tubuhnya kian terasa berat dan sulit untuk digerakkan. Kepanikan mulai merayap masuk, ia tidak mengenali ruangan itu, dan rasa takut semakin menguasainya. “Kalian terus mengabaikan perintahku” gumamnya dengan suara yang serak dan lemah. Mata biru terang Ilias yang terus tertuju pada satu objek akhirnya bertemu pandang dengan si pemilik retina hazel. Jessica menatap Ilias selama beberapa saat. Ini adalah kali pertama Ilias mendapatkan perhatian dari retina itu lagi setelah sebelas tahun lamanya. Ilias tidak tahu mengapa ia menjadi begitu tegang, Ilias seolah terpaku tidak bisa bergerak. Ia kebingungan dengan situasi dan tertegun saat Jessica berjalan ke arahnya. Ia menghampiri Ilias dengan langkah terhuyung, wajahnya menunjukkan campuran antara ketakutan dan dan kepanikan. Meski pandangannya masih sedikit kabur, Jessica jelas bisa mengenai pria itu. “Ilias?” Jessica memanggil pelan, ketika tubuh itu hampir sampai, ia kehilangan keseimbangan dan membuat Ilias bergegas untuk meraih dan menahan bobotnya. Ilias kian merasa tegang, ia merasakan tubuh dingin kecil Jessica dalam pelukannya. “Ilias…” Jessica memanggil dengan suara gemetar, kebingungan dan ketakutan jelas terlihat di wajahnya. Ilias melepaskan pelukannya, menatap wajah Jessica seolah menelisik kejanggalan. Mustahil wanita yang sangat membencinya bisa tahan dalam pelukan Ilias seperti ini. Jessica balas menatap Ilias kala itu, ia berusaha mencari kepastian di wajahnya. “Mereka mengatakan hal aneh…” Jessica meremas pakaian di pinggang Ilias dengan erat. Wajahnya kian menegang dengan nafas tersenggal yang memburu. “Ilias, panggil ayahku.” Mendengar permintaan Jessica, Ilias sama terkejutnya dengan dokter yang lain. “Tenanglah…” Ilias melihat ke arah salah satu dokter dan melirik Jessica lagi. “Kita lakukan pemeriksaan dulu.” Ilias melirik salah satu dokter. “Dimana Arsene?” Ilias bertanya. “Saya akan siapkan pemeriksaan dan memanggil profesor.” Dokter itu bergerak dengan panik, melewati Jessica dan Ilias. Beruntung, Jessica sudah lebih tenang saat melihat wajah yang dikenalnya. “Ibuku… Dia berada di mobil yang sama denganku. Ibu baik-baik saja kan?” Ilias kembali mendapatkan pertanyaan yang tidak mampu dijawabnya. “Kita duduk dulu.” Ilias mendapatkan anggukan setuju dari Jessica. Sampai suara kecil menghentikan mereka yang hendak beranjak. “Ibu…” Aiden memanggil dengan suara lirih dan kecilnya. Mata biru yang sudah menggenangkan air mata, menatap Jessica dengan wajah sayu dan isak tangis kecil. Ilias melihat kaki Aiden yang lebam, mungkin terjatuh saat ia mengejar Jessica di tengah kekacauan yang sempat terjadi. Aiden berjalan ke dekat kaki Jessica dan menggenggam gaun rumah sakit yang jessica kenakan. “Ibu…” Aiden memanggil lagi, tangisannya sudah benar-benar pecah. Dengan mata biru yang memerah dan sembab di wajah, Aiden terus memanggil Jessica dengan lirih. “Ibu…” Aiden semakin terisak dalam tangisannya. Ia semakin mendekat, ingin memeluk Jessica dan melepas rindu. Namun apa yang Jessica lakukan justru menepisnya hingga jatuh. “Anak aneh ini sedang apa sih!” Jessica membentak sambil memegang kepalanya yang terasa pening. Ilias menatap anak yang masih jatuh terduduk itu, melihat raut terkejut di mata dan bibirnya yang bahkan terbuka. Aiden terkejut bukan main dengan perlakuan sang ibu. “Ibu?” Aiden kembali memanggil, dengan wajah tanpa ekspresi karena keterkejutan. “Maafkan aku…” Bisiknya lagi dengan begitu lirih. “Maafkan aku, aku tidak bermaksud mengatakan hal buruk. Saat itu, aku hanya… Itu maksudku, Ibu kumohon, ampuni aku…” Aiden semakin panik, ia menyentuh kaki Jessica dengan putus asa. Jessica tampak kian murka da menatap Aiden tidak suka. “Ibu apanya? Dasar aneh, aku bukan ibumu! Enyah sana!” Aiden terpaku, tidak bisa bergerak sedikitpun. “Jessica, aku ayo kembali dulu.” Ilias menyudahi situasi dengan mengangkat tubuh Jessica dan menjauh dari anak yang masih diam terpaku. Mematung di tengah lorong sunyi sendirian. Setelahnya, semua pemeriksaan dilakukan. Seorang dokter bernama Arsene menangani Jessica dan menjelaskan mengenai kondisi Jessica pada Jessica itu sendiri setelah ia berdiskusi berdua dengan Ilias. Tentu Jessica terkejut bukan main. Mendengar fakta bahwa ia kehilangan ingatan dan ingatannya mundur saat ia masih berusia lima belas tahun. Mana bisa dirinya menerima fakta dimana semua situasi sudah tidak sama dan ia yang saat ini adalah seorang wanita berusia dua puluh sembilan tahun. Fakta yang tidak bisa Jessica terima adalah kabar kematian kakek, ibu dan ayahnya. Ilias tidak bisa melakukan apapun selain memangku dan memeluk Jessica yang menangis sepanjang malam. Pelukan Ilias malam itu terasa begitu erat dan membekas. Jessica seolah bisa meluapkan segala ketakutan dalam pelukan besar yang hangat itu. Dalam kekacauan ingatannya, hanya wajah Ilias yang dapat dirinya kenali, ketakutan yang datang tentu membuatnya tanpa ragu mempercayai sosok itu. “Ilias” gumamnya, seolah mencoba untuk memastikan dirinya sendiri. “Aku hanya ingat kau.” Ilias balas menatap Jessica, wanita yang tubuhnya begitu ringan itu masih menangis sampai dini hari. Membuat mata yang kelelahan itu memerah dengan jelas. “Pagi tadi kami masih sarapan bersama… Aku baru membicarakan mengenai gaun di pesta perayaan ulang tahun perusahaan dengan ibuku.” Jessica meremas kemeja lengan Ilias dengan erat. “Bagiku, aku masih melihat mereka pagi tadi… Apa ini masuk akal? Aku kehilangan empat belas tahun ingatanku?” Ilias bisa merasakan nafas panas tidak beraturan Jessica. Wanita itu semakin masuk ke dalam pelukan Ilias. “Aku mau bertemu mereka…” Jessica berbicara dengan lirih. “Kita kunjungi mereka setelah kau lebih sehat dan rehabilitasi selesai dilakukan.” Jessica terlihat lebih tenang. Ilias bisa merasakan mata yang sayu itu kian berkedip dengan perlahan, sebelum akhirnya rasa lelah dan kantuk mulai menguasainya. “Sungguh, aku bersyukur ada kau disini, Ilias.” Gumaman terakhir itu lolos dari bibir Jessica sebelum ia memejamkan matanya. Ilias yang merasakan bahwa Jessica telah terlelap sepenuhnya akhirnya membaringkan tubuh Jessica di atas tempat tidur. Ilias memandangi wajah terlelap wanita itu dan menarik nafas dalam. Rasa tidak nyaman menyelimuti dirinya secara asing. Ilias merasa butuh udara segar. Ia kemudian beranjak dan keluar dan bertemu pandang dengan Aiden yang duduk meringkuk di samping pintu. Anak itu menunggu ibunya sedari tadi. Ilias kemudian menutup pintu dan berjalan menyusuri lorong. “Anda terlihat senang, saat ibu tidak mengingat apapun.” Aiden berhasil menghentikan langkah Ilias, anak itu menatap ayahnya dengan mata yang kembali menggenangkan air mata. Bahkan meski retinanya berbeda dengan Jessica, Ilias bisa melihat kemiripan pandangan mereka saat menahan tangisan. “Yah, lumayan.” Ilias menjawab apa adanya. “Berhenti berpura-pura! Ibu sangat membenci Anda! Jauhi ibuku dan pergi sana!” Ilias menarik nafas dalam. “Bukankah kau juga senang? Aiden?” Aiden diam mematung. Wajahnya kian pucat dengan tetesan air mata yang akhirnya jatuh membasahi pakaiannya. “Kau senang, karena ibumu tidak mengingat semua perkataanmu hari itu kan?” Untuk pertama kalinya, Ilias menemukan kesamaan dengan anak itu. “Haruskah dia mengingat semuanya? Tindakan dan perkataan yang kau lakukan padanya? Aiden? Bersyukurlah, karena saat ini kau tidak tahu lebih jauh dampak dari perbuatanmu pada ibumu.” Anak itu, jatuh terduduk dengan tatapan kosong dan tangisan tanpa suara. Ia ketakutan sepenuhnya. “Ibuku… Jangan ambil ibuku.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD