4. Menangkap Penjahat

1573 Words
Nalaya tampak mengamati Tobi dari atas ke bawah. Ia ingin memastikan laki-laki di depannya itu benar-benar manusia. Dulu, saat mereka pacaran selama dua minggu, tidak pernah menawarkan tumpangan. Nalaya harus naik angkutan umum untuk pulang ke tempat indekos. "Kenapa? Apa aku sangat tampan? Ya, memang aku akui selama beberapa tahun terakhir ini tingkat ketampananku meningkat dengan drastis." Tobi mengelus rambut dengan gaya s*****l dan membuat Nalaya tidak berkedip selama beberapa detik lamanya. "Bukan. Hanya aku ingin memastikan apakah kamu manusia bumi ini atau monster buaya darat. Maaf, aku ga level sama buaya darat kelas menengah ke bawah," kata Nalaya sambil mengibaskan tangan kiri lalu meninggalkan Tobi. Nalaya menyeberang jalan dan segera mencari angkutan umum. Mimpi apa semalam, hingga hari ini mendapatkan kesialan bertemu lagi dengan mantan kekasihnya itu. Nalaya sangat kesal saat ini. Tidak disangka, Tobi ternyata mengejarnya. "Berhenti! Jangan lari kamu!" Tobi berteriak dan membuat Nalaya terkejut. Nalaya menatap nanar laki-laki yang sebenarnya masih penuh pesona itu. Tobi mengajarkan bagaimana ia menjadi kuat setelah mereka berpisah. Nalaya hanya melihat Tobi yang datang mendekat sambil berlari kencang. Mungkin saja sosok menejer itu sedang ikut lomba lari. "Heh! Malah bengong! Bantuin kejar! Ponsel aku dijambret sama dia!"teriak Tobi sambil menunjuk ke arah laki-laki yang sedang berlari menghindari kejarannya. Nalaya terdiam dan berusaha bangun dari mimpinya. Ia pikir Tobi mengejarnya. Astaga! Halusinasi tingkat kecamatan ternyata kembali kambuh. Nalaya hanya duduk diam saja dan tidak membantu sama sekali. Angkutan umum yang ditunggu Nalaya akhirnya datang juga. Ia pun segera menghentikannya dan masuk ke dalam angkutan umum itu. Tobi tidak terima melihat Nalaya masuk angkutan umum itu. Tanpa pikir panjang, ia juga menghentikan angkutan umum itu. Tobi masuk dengan tergesa di dalam angkutan umum. Nalaya takjub dengan tingkah orang yang kini duduk tepat di depannya itu. Ia mengalihkan pandangan dengan menunduk. Lebih menarik melihat sepatu kerja dibanding melihat sosok yang kini pasti sedang menatapnya. "Pak, tolong kejar laki-laki di depan itu. Dia jambret ponsel saya," kata Tobi yang seolah memberikan perintah pada sang sopir angkutan umum itu. "Wah ... Mas habis kejambretan?" tanya sopir yang kini sedikit menoleh ke belakang. "Enak saja. Lurus aja, Pak. Urusan kejambretan mah pribadi. Ini banyak penumpang." Nalaya tidak terima dengan apa yang diucapkan Tobi. Sayang protesnya sama sekali tidak digubris oleh sang sopir angkutan umum. Laki-laki dengan kisaran umur lima puluhan tahun itu lebih menuruti kata Tobi. Angkutan umum itu melaju lurus dan tidak belok. Astaga! Rupanya sang sopir justru menabrak pelaku penjambretan itu. "Makasih, Pak. Ponsel saya aman," kata Tobi saat sudah turun dari angkutan umum. Sopir angkutan umum itu juga ikut turun dan meringkus pelaku. Entahlah, hari ini seperti hari sial bagi banyak orang. Penyebabnya adalah Tobi; laki-laki tanpa wajah dosa. Tobi lalu menghubungi seseorang dan sudah bisa dipastikan mereka adalah polisi. "Pak sekali lagi saya ucapkan terima kasih. Untuk ongkos naik angkutan umum ini saya serahkan pada perempuan yang duduk paling ujung itu." Tobi menunjuk ke arah Nalaya yang kini melotot tajam. Tobi benar-benar keterlaluan saat ini. Seenaknya saja membebankan semua hal pada Nalaya. Tentu saja gadis yang kini berseragam pelayan kedai kopi itu tak terima. Ternyata, percuma saja memprotes ucapan Tobi, laki-laki kurang ajar itu sudah pergi meninggalkan tempat kejadian setelah tak lama polisi datang. Sopir angkutan umum itu pun berputar arah dan kembali ke jalan yang benar. Astaga, kini Nalaya mulai cemas. Ia lupa belum membawa uang pesanan kopi tadi. Saking kagetnya melihat Tobi, ia meletakkan uang itu di atas meja. Nalaya kini panik dan mulai keringat dingin. "Mbak turun mana?" tanya sang sopir karena penumpang hanya tinggal Nalaya saja. "Pak, saya turun di Kedai Kopi Sejuta Kenangan, bisa? Saya carter deh angkutan umum ini," kata Nalaya lagi karena benar-benar tidak membawa uang untuk membayar ongkos angkutan umum ini. "Ooh ... bisa, asal harga cocok." Pak Sopir kini mengedipkan sebelah mata karena terpesona melihat kecantikan Nalaya. Nalaya paham jalan menuju tempat kerjanya. Entah mengapa sopir itu justru melewati jalan tikus dengan masuk kampung. Nalaya tidak ingin berprasangka buruk. Mungkin saja sang sopir itu mencari jalan buntu. Sial memang, bukan Kedai Kopi Sejuta Kenangan, tetapi sebuah kompleks perumahan. Ada rumah kosong dan sopir itu berhenti di depan halaman rumah itu. Nalaya bingung karena daerah ini sangat asing baginya. Astaga! "Turun kamu!" Sopir itu membentak Nalaya. Tanpa disuruh dua kali, gadis tomboi itu pun turun dan tampak sangat santai. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi. Ternyata ada banyak laki-laki yang keluar dari rumah itu. Otak Nalaya berpikir dengan cepat; mereka punya tujuan tidak baik. Tangan Nalaya langsung menggapi ponselnya dan memanggil petugas kepolisian. Sayang, ponsel itu direbut oleh salah satu dari mereka. Mereka melemparkannya ke arah sembarang. Ponsel berlogo buah apel tergigit itu terburai di aspal. "Cantik juga buruan kamu, Jon!" Salah satu laki-laki itu berdecak kagum saat melihat Nalaya. "Jelas. Sejak tadi udah gue incer nih cewek. Kayaknya yahut." Sopir angkutan unum itu tampaknya menjebak Nalaya. Empat orang laki-laki di depan Nalaya. Gadis itu berpikir bagaimana agar bisa mengalahkan mereka semua. Nalaya mengembuskan napas kasar. Satu laki-laki maju dan langsung mendapatkan tendangan di perut. Tendangan itu sangat kuat dan membuat laki-laki hidung belang itu terlempar lalu menghantam bagian depan angkutan umum. "Wow! Menarik! Dia jago bela diri. Rasakan ini!" Salah satu dari tiga orang itu hendak menyerang Nalaya. Nalaya langsung memegang tangan laki-laki dengan postur tubuh gembul itu. Ia menarik tangan kekar itu lalu memelintirnya hingga terdengar bunyi tulang patah. Otomatis laki-laki yang kini masih dipegangi oleh Nalaya itu berteriak histeris. Pergelangan tangannya mungkin saja retak atau bahkan patah. Dua orang yang tersisa itu tampak sangat ketakutan. Nalaya berlari menghampirinya dan langsung menghadiahkan bogem mentah pada sang sopir angkutan umum. Sopir jahat itu pun terkapar dengan gigi tanggal dua. "Kamu mau lari kemana?" tanya Nalaya yang kini mendekati laki-laki yang kini gemetaran itu. "Gu-gu ...." Wajah itu sangat pucat pasi saat ini. "Gu-gu, apa? Yang jelas kalo bicara! Gagu lo?!" Nalaya membentak laki-laki itu lantas menghadiahkan tendangan tepat di dadanya dan membuatnya terkapar tanpa permisi. Nalaya menghampiri sopir angkutan umum yang saat ini sedang gemetaran itu. Nalaya langsung menjambak rambut sang sopir tanpa perasaan. Nalaya menampar wajah laki-laki kurang ajar itu. Pipi itu langsung memerah karena kerasnya tamparan tangan Nalaya. "Jangan ada yang kabur atau kalian akan mati!" Nalaya mengatakan dengan nada dingin. "Kalian harus diberi pelajaran agar kapok. Aku yakin pasti sudah banyak korban yang kalian mangsa. Lihat saja, aku akan bikin kalian menyesal seumur hidup," lanjut Nalaya sambil menginjak tubuh sang sopir. Nalaya masuk ke dalam angkutan umum dan mengambil tali di ujung tempat duduk di belakang. Tidak sengaja tadi ia melihat ada tali tambang yang entah fungsinya untuk apa. Untuk menderek mobil rasanya tidak mungkin karena terlalu kecil. Entahlah, Nalaya malas untuk memikirkan hal itu. "Sini kalian semua. Berani kabur berarti tidak sayang nyawa!" Mereka patuh dan mendekat ke arah Nalaya. "Tenaga kendor masih aja cari gara-gara. Kalian sepertinya komplotan. Panggil bos kalian. Biar aku ikat di tiang listrik dengan tegangan tinggi," omel Nalaya dan membuat mereka ketakutan. "Jangan, Mbak, ampuni saya," rengek salah satu dari mereka. "Ampuni, ampuni, otak kalian di mana saat melakukan hal nista itu?!" Nalaya mengikat mereka berempat. Satu per satu laki-laki itu diikat dengan tali yang panjangnya kurang lebih tiga meter itu. Satu selesai diikat, bergantian dengan yang lain. Nalaya mengikat mereka seperti mengikat kerbau. Biarkan saja, mereka harus menerima ganjarannya. "Masuk ke angkutan! Berani kabur atau lompat saat aku mengemudi, kalian akan aku kirim ke neraka jalur tiang listrik!" Nalaya mengancam keempat laki-laki b***t itu. "Ba-baik, Mbak." Mereka patuh dan masuk dengan tertatih ke dalam angkutan umum itu. Nalaya mengemudikan angkutan umum dengan ugal-ugalan. Ia akan menuju ke kantor polisi. Mereka berempat harus menikmati semua akibat dari perbuatan mereka. Beruntung Nalaya bisa bela diri dan selamat. Lantas, bagaimana dengan korban yang lainnya. "Misi!" Nalaya berteriak di depan pos pengaduan di kantor polisi. "Ada yang bisa saya bantu, Kak?" tanya salah satu petugas sambil mengamati Nalaya. "Itu ada empat penjahat di dalam angkot. Bisa, Bapak membantu saya mengeluarkan mereka satu per satu?" tanya Nalaya sambil menunjuk ke arah angkutan umum yang baru saja dikendarai dengan ugal-ugalan di jalan raya. Polisi itu pun mengikuti arah tunjuk Nalaya. Gadis muda di depannya itu wajahnya sangat lucu, rasanya sangat mustahil menangkap penjahat. Polisi muda itu lantas tersenyum. Nalaya justru heran melihat petugas itu tersenyum yang entah sedang memikirkan apa. "Kenapa malah senyum?" tanya Nalaya dengan nada penuh emosi. "Mbak, ini belum tengah hari. Tolong jangan bikin dagelan di kantor. Pekerjaan kami masih banyak. Kami tidak suka di prank atau kena prank." Polisi muda itu meremehkan Nalaya dengan ucapannya. Nalaya tidak langsung mengamuk. Ia menuju ke angkutan umun itu lalu membuka pintu belakang. Nalaya sangat terkejut karena angkutan umum itu mendadak kotor dan bau. Rupanya ada yang mabuk kendaraan. Nalaya spontan menutup hidung. "Turun!" Nalaya membentak dengan keras dan membuat beberapa petugas yang lewat menoleh ke arahnya. "Tempat kalian di sini sekarang," lanjut Nalaya dengan senyum yang menunjukkan sangat bahagia. "Ampuni kami, Mbak. Kami janji tidak akan mengulangi perbuatan kami lagi. Kami khilaf," kata salah satu dari mereka sambil berjongkok dan memohon kepada Nalaya dengan penuh rasa iba. "Ampuni, ampuni. Maaf, ini bukan hari raya Idhul Fitri dan lebaran pun masih lama. Jalan kalian. Serahkan diri kalian dan akui semua kesalahan juga kegilaan kalian!" Nalaya memberikan perintah pada empat laki-laki itu. Nalaya menggiring ke empat laki-laki kurang ajar itu masuk ke kantor polisi. Mereka tampak gemetaran. Nalaya baru paham, ada dua orang dari mereka yang terpengaruh oleh alkohol. Saat masuk ke kantor polisi, tanpa sengaja, Nalaya melihat empat daftar orang dalam pencarian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD