Bg. 5 | Sebuah Misi

1641 Words
Seharian ini, Naya dibuat pusing oleh kehadiran Gwen yang sudah seperti wartawan. Belum sempat dirinya menjawab satu pertanyaan cewek itu, pertanyaan lain sudah lebih dulu di lontarkan. "Gwen!" panggil Naya kesal pada akhirnya. "Gue mau makan! Lo bisa gak, nggak nanya dulu?" katanya kemudian yang sudah benar-benar jengah. Sasty dan Sam yang juga ada di sana hanya bisa memijit pelipisnya. Tidak bisa melakukan apa-apa karena Gwen selalu memotong saat keduanya baru saja akan membuka mulut. "Ck! Gue tahu Nay ... tapi gue beneran penasaran banget sama Kak Davi. Plis jawab semua pertanyaan gue tadi, ya?" pintanya dengan wajah memelas. Naya menghela napasnya dan menatap Gwen lelah. "Lo pengen tahu banget?" "Banget, Nay!" "Fine! Pertama, Davi itu nggak suka coklat. Kedua, dia tipikal cowok yang lebih suka ngejar daripada di kejar. Ketiga, Davi lebih suka sama cewek mungil dan imut ketimbang cantik. Soalnya kata Davi, cantik itu relatif. Keempat, Davi suka hal-hal yang berbau pramuka. Kelima, Warna kesukaannya hitam sama putih. Keenam, Davi nggak suka sama cewek yang bisa nari atau dance. Dia lebih suka sama cewek yang biasa aja. Ketujuh, Davi udah punya cewek," papar Naya sedikit jengkel. Gwen langsung membelalakan matanya saat mendengar penuturan terakhir Naya. "Apa? Serius lo, Nay? Siapa? Anak kampus ini juga?" Naya hanya mengangguk. "Weh? Serius satu kampus? Fakultas apa?" "Satu fakultas kok sama kita." Dengan entengnya Naya menjawab. "Hoh? Siapa? Kok gue nggak tau, sih? Yang mana ceweknya? Cantikan mana sama gue?" Ingin rasanya Naya teriak dan mengatakan, Gue! Gue pacarnya Davi! Cewek yang ada di depan lo saat ini!!! Naya mencoba menetralkan emosinya dan menaikkan kedua bahunya. "Lo tanya aja sama orangnya. Udah ya gue mau makan. Nggak nerima pertanyaan lagi," putus Naya kemudian. Gwen yang terlihat sangat tidak puas dan masih ingin bertanya pun mengurungkan niatnya dan lebih memilih untuk mengalah. "Ya udah deh gue tanya sama kak Davi aja. Bye Naya. Thank you buat jawabannya." Dengan senyum yang mengembang ia pun berlalu meninggalkan Naya bersama kedua sahabatnya. "Lo kenapa sih nggak jujur aja sama Gwen kalau pacarnya Davi itu elo?" celetuk Sam tiba-tiba. "Iya. Kenapa sih?" Sasty ikut bertanya. "Biarin aja biar itu jadi urusan Davi," jawab Naya enteng. Sam menghela napasnya. "Ya udah deh terserah elo aja. Gimana baiknya." ??? "Sam tunggu!" cegah Sasty saat melihat Sam di tangga. Cowok itu menoleh. "Kenapa?" "Ada yang pengen gue tanyain sama lo." "Penting?" "Iya." "Apaan?" "Soal Naya. Lo ... beneran udah nyerah?" "Ya terus? Dia udah punya cowok, Sast. Masa iya gue maju terus pantang mundur? Gak lah. Gue bukan cowok pengecut yang hobinya ngerebut," papar Sam. "Syukur deh. Lega dengernya. Gue cuman takut lo ngelakuin cara-cara aneh demi ego lo sendiri." "Gak lah, Sast. Gue bukan cowok kayak gitu. Nggak apa. Yang penting gue masih bisa liat Naya bahagia. Senyum tiap hari. Itu lebih dari cukup." Sasty tersenyum. "Gitu dong. Ini baru namanya cowok!" "Ya elah! By the way lo mau ke mana? Langsung balik? Mau bareng gue, gak?" "Heh? Nggak, ah. Rumah gue sama lo kan nggak sejalur." "Ya terus kenapa? Gak papa kali. Santai aja." "Serius, nih? Keberatan gak, lo?" "Kalau gue keberatan ya gak bakal nawarin elo, lah. Gimana, sih?" "Iya juga, sih. Ya udah deh yuk balik." "Eh tapi Naya ke mana? Nggak bareng lo?" "Nggak. Katanya dia mau ke perpus dulu." "Oh, ok. " Sam menimpali dengan cuek. ??? Seperti biasa, Reno sibuk bermain PUBG di ponselnya. Gilang, percaya dia sedang apa? Main TTS online! Katanyya, dia akan mengisi semua teka teki silang itu dan memberikannya pada gebetannya saat ulang tahun nanti sebagai hadiah seperti Dilan. Terniat, kan? Sedangkan Davi, cowok itu sedang asik menscroll layar ponselnya yang menampilkan foto Naya sedang memakai kerudung. Kemarin, mereka iseng-iseng main ke Mall dan Davi mengajak Naya ke salah satu toko kerudung. Senyumnya terus mengembang tanpa disadari. Naya benar-benar imut ketika menggunakan kerudung. Gilang yang pertama kali menyadari hal itu langsung menyenggol lengan Reno beberapa kali. Membuat cowok itu kesal karena kalah. "Apa sih lo ah, ganggu aja!" sewotnya. Bukannya menanggapi, Gilang malah menunjuk dengan Dagu ke arah Davi. "Noh liat si bos udah mulai gila kayaknya. Dari tadi gue perhatiin senyum-senyum sendiri. Terus sesekali geleng-geleng kepala. Ckckck .... warad lagi gak ya kira-kira?" ujar Gilang dengan wajah yang dibuat sok prihatin. Melihat itu, seketika otak Reno seolah mendapat ilham tiba-tiba. Ia membisikkan sesuatu pada Gilang. Mereka pun sepakat sambil mengeluarkan buku dari tasnya masing-masing. Menggulungnya hingga membentuk tabung. "Satu ... dua ..." Reno mulai memberi aba-aba. "Tiga!" "WOY DAVI! SADAR WOY! SENYUM SENYUM BAE!!! NGOPI NGAPA NGOPI!" teriak keduanya yang berhasil membuat Davi terperanjat dan hampir menjatuhkan ponselnya. "Astagfirullah ..." Reno dan Gilang sontak tergelak. Tawa mereka pecah membahana. Davi langsung mengambil buku yang dipegang oleh Reno dan mendaratkannya di kepala Reno dan Gilang. "Sialan lo berdua! Gue kaget anjir! Untung nggak punya riwayat penyakit jantung!" "Ye suruh siapa lo dari tadi senyum-senyum sendiri udah kayak orang gila. Lagi liatin apaan sih, Dav? Wah jangan-jangan foto m***m, ya? Ngaku lo!" desak Reno. Dan satu geplakan pun kembali mendarat di kepala Reno. "Bacot lu! Enak aja! Sorry ya otak gue masih bersih dan ggak niat juga terkontaminasi sama yang begituan. Rugi!" "Noh dengerin No. Insyaf udah. Umur udah makin tua juga, masih aja nonton dan koleksi yang gak berfaedah." Gilang ikut-ikutan mencibir. "Ye ... Ini lagi amoeba satu ikut-ikutan! Maaf-maaf ya, ponsel, laptop, CD, flasdisk, semuanya bersih dari hal yang begituan. Gue mah calon generasi penerus bangsa bukan penghancur bangsa." Reno membela diri. Gilang hanya terkekeh. Ia kemudian menatap Davi. "Lagi liatin apaan sih Dav? Pasti foto si Naya, ya?" Dengan senang hati Davi mengangguk. "Nih. Cantik, kan?" ujarnya sambil memperlihatkan foto Naya di ponselnya. "Anjir! Ini si Naya, Dav? Kok beda ya kalau kerudungan? Imut-imut gimana gitu," puji Gilang. "Beuh ... Inimah idaman. Model kerudung olshop juga kalah." Reno ikut menanggapi. "Iya lah. Cewek siapa dulu? Gue ..." Davi berucap dengan gaya bangganya. "Jaga bener-bener tuh. Jangan disakitin lagi. Diambil orang baru tahu rasa lu bos!" cibir Reno. "Eh tapi Bos, itu si Naya maksudnya sekarang kerudungan, gitu?" tanya Gilang penasaran. "Nggak. Belum, sih. Kemaren gue iseng-iseng ajak dia ke toko kerudung. Tapi gue bakal bersyukur banget kalau misalnya dia mau pake kerudung," jawab Davi. Ia mengklik salah satu foto Naya dan menjadikannya sebagai foto profile w******p. "Ngomong-ngomong soal pake kerudung, Reana mau nggak ya kalau gue suruh pake kerudung ke kampus?" gumam Reno pelan. "Coba, gih. Kali aja mau. Kan lumayan juga kalau dia beneran mau. Artinya dia punya perasaan yang sama, sama lo." Davi menimpali. "Iya juga, sih. Tapi modusnya gimana? Ajak ke toko kerudung juga gitu? Kayak lo?" "Kenapa nggak? Kali aja manjur juga." "Boleh lah boleh ...." "Kalau elo Lang? Gimana sama si Ranita? Udah sejauh mana usaha lo dapetin dia?" tanya Reno yang kini beralih pada Gilang. "Masih PDKT, sih. Ya gimana ... gue di Jakarta dianya di Bandung ... LDR itu berat bro!" "Kamu nggak akan kuat. Biar aku saja." Rino meneruskan ucapan Gilang sambil menirukan gaya Dilan. Seketika, tawa ketiganya pun pecah. Beginilah mereka, bisa menjadi gila saat kumpul bersama. Tak kenal tempat dan suasana. Serasa dunia milik bertiga. Namun tiba-tiba, tawa mereka terhenti ketika seseorang memanggil Davi. "Kak Davi!!!" teriak seseorang dengan nada cemprengnya. Ketiganya sontak menolah dan mendapati sosok Gwen yang berjalan mendekatinya. "Aku cari-cari ternyata nongkrong di kantin Teknik," ujarnya dengan senyum mengembang. "Ngapain cari saya?" tanya Davi dengan bahasa formalnya. "Eh? Anu kak ... itu aku mau tanya sesuatu." Davi hanya mengerutkan alisnya. Memberi isyarat bahwa 'tanya apa?' "Kak Davi tahu kan kalau aku ngefans banget sama Kakak. Udah tahap suka, sayang, dan cinta malah. Tadi aku nanya-nanya soal Kakak ke Naya. Eh dia bilang Kakak udah punya pacar. Itu bener, Kak? Ih hati aku potek seketika tahu Kak pas denger itu. Sakit gimana gitu," katanya. Seketika Reno dan Gilang membungkam mulutnya demi menahan tawa. Gadis di hadapannya itu benar-benar ... yah antara bego dan polos sepertinya beda tipis. "Pas aku nanya siapa pacarnya, Naya bilang suruh Naya langsung ke Kakak," lanjutnya. Membuat Reno dan Gilang semakin tidak bisa menahan tawanya. Dan akhirnya tawa mereka pun pecah. Sedangkan Davi, cowok itu seperti biasanya akan memasang tampang stay cool andalannya. "Eh Gwen, lo beneran nggak tahu siapa pacarnya bos kita?" tanya Reno ditengah tawanya. "Ha? Eh? Nggak. Emang siapa sih, Kak?" Reno menepuk bahu Gilang. "Lang kasih tahu Lang." "Nih Gwen, gue kasih tahu sekali ya. Nggak ada sesi pengulangan. Jadi, pasang kuping lo yang lebar dan dengerin baik-baik. Pacarnya Davi itu ...." Gilang sengaja memberi jeda pada ucapannya sebelum melanjutkan. Ia melirik ke arah Davi dan cowok itu mengangguk seolah memberi persetujuan. "NAYA. N-A-Y-A." "What? Se—serius? Na—Naya temen gue? Yang gue tanyain barusan?" Gwen menatap Davi seolah meminta jawaban. Dengan senang hati, cowok itu mengangguk. "Iya." "Nggak mungkin! Kak Davi pasti bercanda. Secara Naya lho, ya. Yang gayanya biasa aja, sama sekali nggak terkenal di kampus bahkan di fakultas. Mana mungkin kak Davi suka sama cewek model kayak dia. Yang bener aja! I know she is not your type. Right?" Davi yang tidak terima dengan ucapan Gwen barusan langsung berdiri dari duduknya. Berdiri tepat di hadapan gadis itu. Ia mencondongkan wajahnya ke arah Gwen dan membuatnya salah tingkah. Gwen sama sekali tidak sadar jika ia telah membangunkan singa yang bersarang di tubuh Davi. "Naya memang bukan cewek terkenal di kampus ini. Nggak cantik, sederhana, dan kelewat apa adanya. Tapi itu semua adalah tipe saya. Jadi, daripada kamu membuang waktu kamu untuk mengejar hal yang nggak berguna, lebih baik kamu berhenti. karena kalau boleh jujur saya paling benci sama cewek yang mengumbar pahanya dan kamu—" Davi menggelengkan kepalanya. "Bukan type saya. Sama sekali! Paham?" Belum sempat Gwen bersuara Davi lebih dulu mengajak kedua sahabatnya untuk cabut. "Aaarrrghht!!! Sialan! Awas kamu kak Davi! Aku pasti bakal dapetin kamu apapun caranya!" tekad Gwen. Ia mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang. "Hallo? Gue punya tugas buat lo!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD