Chapter 06

1050 Words
Ada apa dengan perusahaan ini? Kemarin Ranti bertemu dengan tiga pria menyebalkan, sekarang bertemu dengan Kakek ganjeng sedari tadi menatap dirinya penuh minat. Sudah tadi malam Ranti tidak bisa tidur akibat ulah Reon. Jangan berpikir negatif kalau Ranti akan melaksanakan ritual hubungan yang dibenci olehnya. Ranti harus merasakan sesak napas, akibat Reon memeluknya semalaman. Ranti sangat kesal saat Reon menggendong tubuhnya ke kamar dan memeluk dirinya sangat erat. Ranti tidak nyaman, selama ini tidak pernah seorang pria pun berani memeluk dirinya saat tidur kecuali Ayahnya dan Adiknya. "Maaf, Anda siapa?" Ranti bertanya sesopan mungkinm. Dirinya hanya pegawai bukan pemilik perusahaan ini. "Perkenalkan nama saya Vindra. Saya ingin menemui atasan kamu," Vindra memperkenalkan dirinya pada sekretaris baru cucunya ini. Sangat pintar sekali Reon memilih seorang sekretaris, cantik, sexy, bening, semuanya sempurna pada Ranti. Ranti tersenyum semanis mungkin, tentunya secara paksa. "Tuan, Anda sudah membuat janji dengan Mr Reon Zalendra?" Ranti bertanya kembali, Ranti tidak ingin membuat kesalahan dalam bekerjanya. Walau ia membenci atasannya tapi tidak mungkin dia membenci pekerjaannya. Vindra menggeleng. "Belum, biasanya saya juga tidak harus membuat janji, cantik." Vindra mengedipkan matanya genit pada Ranti. Ranti mengepalkan tangannya, menahan emosi untuk tidak berkata kasar pada pria tua nan genit ini. Sudah bau tanah, masih saja genit pada seorang gadis. Ranti sepertinya sangat sial berada di Manhattan. Kenapa dirinya tidak pindah negara saja? Kenapa harus Manhattan? Ranti ingin bertanya pada Ayahnya, namun malas mendengar kilahan-kilahan dari Ayahnya. Kalau memang jodoh akan datang sendiri. Tidak perlu ke Manhattan hanya untuk cari jodoh. Kurang kerjaan sekali. "Maaf, Anda tidak bisa menemui Mr Zalendra. Silakan membuat janji terlebih dahulu," Ranti tersenyum sopan, walau dalam hatinya dia ingin mencabik-cabik pria tua ini. Vindra mengedikkan bahunya. "Cucuku itu! Kenapa dia tidak bilang kalau Vindra Zalendra ini Kakeknya. Menemuinya saja susah," Vindra mengomel dengan melangkah menuju pintu ruangan Reon. Ranti berdiri memerhatika tingkah Kakek tua ini. Apa yang akan dilakukan oleh Kakek ini? Tadi, Kakek itu bilang kalau ia adalah Kakek dari Reon Zalendra? Hem... pantas saja kelakuan cucu dan Kakek sebelas dua belas. Buk!! Ranti tersentak kaget. Melihat kaget tua ini menendang pintu ruangan Reon. Apakah kakinya tidak sakit? Hah... biarkan saja, kalau mati pun Ranti juga tidak peduli. "Ada apa ini? Kakek kau di sini? Kenapa kau ke sini? Bukannya kau sedang mem-booking kuburan untukmu," Reon berdecak sinis melihat Kakeknya berada di sini. Tadi Reon mendengar pintu ruangannya di tendang dari luar. Reon mengira kalau Ranti sedang bermain sepakbola sehingga berakibat pada pintunya. Namun ternyata, Kakekya yang sedang berkunjung dengan sebuah kejutan luar biasa sekali. Vindra menatap tajam cucunya. "Kau mendoakan aku cepat mati? Seharusnya kau mendoakan aku biar cepat punya cicit bukan mati!" Vindra menampar kepala Reon, berjalan memasuki ruangan cucu laknatnya ini. Ranti yang melihat pemandangan Kakek dan cucu itu. Hanya mencibir, cucu dan Kakek sama-sama gila. Ranti kembali berkutat pada pekerjaanya, ia tidak ingin kepo akan urusan Kakek dan cucu itu. Reon menatap sekilas pada Ranti sebelum memasuki ruangannya kembali. "Kapan kau akan menikah?" Vindra langsung bertanya pada Reon. Reon menatap sinis pada Kakeknya. Tidak adakah pernyataan selain menikah? Rasanya ia sangat bosan mendengar pertanyaan itu. "Aku tidak akan menikah, kau ingin cicit akan aku beli rahim seorang perempuan." Reon menjawab dengan enteng sekali, tanpa melihat wajah Kakeknya sudah merah padam menahan amarah. "Aku tidak mau. Aku ingin kau menikah, kalau kau tidak ingin dengan wanita pilihanku. Wanita di luar itu cantik juga," Vindra menatap ke arah luar yang diikuti oleh Reon. Memang Ranti sangat cantik sekali. Lebih cantik dari bidadari, padahal Reon belum pernah berjumpa dengan bidadari. Namun ia mengumpamakan Ranti dengan bidadari tercantik di dunia. "Dia memang cantik, tapi sangat galak." Reon mengedikkan bahunya. Vindra kembali menatap cucunya. "Aku tau kau ingin memiliki dia. Miliki dia dengan cara menikahinya, bukan dengan s*x semata." Vindra tidak suka cucunya bermain dengan wanita-w************n luar sana lagi. Wanita yang hanya mengharapkan harta cucunya. "Aku tidak mau menikah. Menikah itu hanya menyusahkan saja," Reon beranjak dari tempat duduknya. Mengambil cola dan jus botol kemasan dari dalam kulkas. Reon menyerahkan botol jus pada Vindra. Sedangkan dirinya sudah membuka penutup cola dan meneguknya. "Kenapa? Apakah karena masa lalu? Berpikir jernihlah, tidak semua pernikahan berakhir tragis. Kau harus ikhlas menjalaninya dan belajarlah mencintai seorang gadis," Vindra menatap cucunya penuh harap. Kejadian masa lalu membuat Reon trauma akan pernikahan. Vindra sungguh berharap, Reon bisa belajar mencintai seorang gadis. Reon tertawa pelan. "Aku tidak akan pernah mencintai seorang gadis, Kek." Reon menerawang selama hidupnya ia tidak pernah mencintai seorang gadis. Vindra menggeleng. "Kau belum pernah mencobanya, jatuh cinta itu sangat indah." "Dan karena cinta pula banyak orang bunuh diri," sambung Reon. "Jangan lihat sisi negatifnya, lihatlah sisi positifnya." "Aku selalu berpedoman pada sebuah penglihatan daripada sebuah khayalan dan harapan," "Reon, aku sudah semakin tua." "Yang bilang kau muda siapa?" Vindra mengeram kesal, mendengar pertanyaan laknat dari cucunya ini. Cucunya tidak bisa diajak serius sedikit. Selalu saja mengelak dan membuat Vindra naik darah. "Kau bercanda terus. Belajarlah mencintai seorang gadis, kau akan tau betapa indahnya cinta." Vindra berdiri dari tempat duduknya, melirik arlojinya sudah waktunya Vindra untuk mengecek kesehatannya ke rumah sakit. Reon ikut berdiri. "Aku tidak akan pernah belajar mencintai seseorang gadis," Reon berucap tegas tak bisa dibantah. Vindra menghela napasnya secara kasar. Menghadapi cucu keras kepala sangatlah susah. Lebih enak merayu seorang wanita daripada merayu cucunya ini. "Terserah kau saja, aku hanya bisa berdoa kau menemukan perempuan baik hati yang masih menampungmu." Vindra berjalan menuju pintu ruangan Reon dan membukanya. Vindra menoleh ke belakang sebelum keluar dari ruangan Reon. "belajarlah mencintai seorang perempuan dan menikahlah, pernikahan itu sangat indah." lanjut Vindra dan benar-benar keluar dari ruangan Reon.   Reon tersenyum sinis. Menikah? Cih! Pernikahan hanya sebuah wadah membawa kematian dan saling membunuh. Akhirnya seorang anak menjadi korban dari pernikahan tersebut. Reon tidak ingin ada Reon lain terlahir. Cukuplah dirinya yang menderita akibat pernikahan orangtuanya. Ranti menatap Reon dari sudut matanya, ada sebuah kebencian dan ke senduan dalam mata itu. Apakah Reon menyimpan sebuah kebencian dan kesedihan? Ranti semakin penasaran, atas ucapan Vindra barusan padanya. "Kau gadis yang sangat cantik dan menarik, mudahan saja dia bisa mencintaimu." itulah ucapan dari Vindra beberapa saat yang lalu. Ranti juga tidak berharap dicintai oleh Reon atau siapapun itu. Dirinya hanya menjalani hidupnya seperti air mengalir saja, tanpa ada kata cinta terlintas dalam benaknya. Apalagi dicintai oleh seorang Reon Zalendra. CEO m***m tapi tampan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD