Part 5 (b)

1321 Words
            BRRRUUUUKKKKKK… BRRRUUUUKKKKKK… Albert memukul pintu kamarnya itu padahal ia bisa membukanya dari dalam dan mengejar istrinya.             “Damn it!!! Damn it!!!” kesal Albert seraya memukul-mukul daun pintu kamarnya             Syahquita berlari menuruni anak tangga dengan air mata yang berjatuh di wajahnya, setelah menapakkan kakinya di lantai bawah ia segera menghapus air matanya itu agar tidak ada yang tahu jika ia menangis. Syahquita melangkahkan kakinya ke ruang tengah yang ia yakini keempat pangeran masih berada di sana bersama dengan Drake dan Oliver. “Ollie, kemarilah.” ucap Syahquita ketika berada di ruang tengah dengan nada bicara sangat lembut seakan tidak terjadi apapun.             Oliver yang mendengar suara sang ibu langsung berlari menghampiri ibunya, Syahquita meraih Oliver dan menggendongnya di depan dadanya.             “Dawin, boleh aku pinjam mobilmu? Aku ingin keluar sebentar.” kata Syahquita.             Dawin yang tahu pertengkaran Syahquita dan Albert tetap memberikan kunci mobilnya begitu saja pada wanita itu, Syahquita mendapatkan kunci mobil Dawin, ia berlalu keluar dari dalam kastil bersama dengan Oliver.             “Syah, aku mohon. Jangan pergi.” teriak Albert dari belakang Syahquita.             Tanpa menoleh ke sumber suara, Syahquita terus melangkahkan kakinya hingga ia akan benar-benar keluar dari dalam kastil. Akan tetapi, Albert berhasil menahannya. Suaminya itu berjongkok di depan Syahquita, memohon pada istrinya untuk tidak meninggalkan dirinya. Drake, Joven dan Dawin memperhatikan kejadian itu dari balik pilar yang ada.             “Apa yang aku lakukan?” gumam Dawin merasa bersalah telah memberikan kunci mobilnya pada Syahquita.             “Jangan pergi, aku mohon. Jangan tinggalkan aku, Syah. Aku memang bodoh, aku tak tahu apa yang aku ucapkan.” isak Albert memukul-mukul wajahnya.             Syahquita mengalihkan pandangannya dari Albert, katakanlah hati Syahquita menjadi keras seperti batu setelah apa yang diucapkan oleh suaminya itu. Syahquita mengambil sisi kanan Albert untuk bisa keluar dari dalam kastil. Namun, Albert memeluk kaki kanan Syahquita begitu kencang secara tidak langsung langkah Syahquita kembali terhambat.             “Syah, please. Jangan tinggalkan aku, aku membutuhkanmu, Syah.” mohon Albert dengan isak tangis lebih lirih dari sebelumnya.             “Lepaskan aku, Albert!” geram Syahquita tanpa mau menoleh ke arah suaminya.             “Tidak, aku tidak akan melepaskanmu. Aku tidak mau kau pergi, aku mohon Syah. Jangan pergi.”             Syahquita tidak mau mendengarkan sepatah kata lagi dari mulut suaminya itu, ia mendorong bahu Albert kasar agar tangan suaminya itu bisa terlepas dari lututnya. Setelah kakinya bebas, Syahquita melangkah keluar dari pintu kastil, ia berjalan cepat untuk bisa sampai ke mobil Dawin.             “SYAHQUITA…” teriak Albert yang terdengar samar-samar di telinga Syahquita.             Syahquita memencat tombol bulat pada kunci itu sehingga terdengar suara dari mobil Dawin, ia segera memasukan Oliver ke kursi samping pengemudi dan memakaikan anak itu seatbelt. Syahquita memutari mobil lalu segera masuk ke dalam mobil, ia memakai seatbelt sebelum menyalakan mesin mobil.             Perlahan suara deru mobil Dawin pun terdengar, Syahquita hendak menginjak pedal gas namun lagi-lagi suaminya itu memperhambatnya.             TTTTUUKKKK… TTTTUUKKKK… Albert mengetuk-ngetuk kaca mobil sebelum istrinya pergi.             “Syah, buka pintunya. Biarkan aku ikut denganmu, sayang. Pleaseee.”             Syahquita memejamkan matanya, air mata pun kembali membasahi pipinya. d**a Syahquita memburu saat perkataan Albert terputar ulang dipikirannya. Ia membuka matanya dan menginjak pedal gas tanpa memperdulikan teriakan dari suaminya.             “Syah, jangan pergi. Aku mohon padamu. Jangan tinggalkan aku.” pinta Albert seraya mengetuk-ngetuk kaca mobil berharap istrinya akan menurunkan kaca itu.             Syahquita dengan kekerasan hatinya melaju cepat ke jalan rahasia kastil dan meninggalkan suaminya begitu saja. Albert berusaha mengejar Syahquita tapi laju mobil itu terlalu cepat untuk ia samakan. Albert mengusap wajahnya hingga ke atas kepalanya.             “Hhhhaaarrrgghhhh.” teriak Albert merasa marah dengan dirinya sendiri.             “Apa kau menyesal, Albert?” terdengar suara dari arah belakangnya.             Albert menoleh ke sumber suara itu, “Kau tak usah ikut campur urusanku, Joven!”             “Kau sangat bodoh! Membiarkan wanita seperti Syahquita meninggalkanmu.” lanjut Joven dengan nada geram.             Albert dengan speed­-nya menghampiri Joven, ia menarik kasar kerah baju kakak tertuanya itu, “Aku bilang jangan ikut campur urusanku! Urus saja urusanmu itu!”             Albert mendorong tubuh Joven hingga kakaknya itu melangkah mundur beberapa langkah dari posisi awalnya, Albert pergi secepat kilat dari hadapan Joven masuk ke dalam kastil.                                                                                                 ***             Kemarahan Syahquita kepada suaminya tidak mereda juga, terhitung sudah hari ketiga sejak kepergiannya dari kastil beberapa waktu lalu. Dan selama itu pula Albert berusaha mengejar Syahquita yang seolah-olah tak ingin ditemui oleh dirinya, wanita itu selalu berpindah-pindah tempat setiap harinya.             Di hari pertama ia menginap di rumah orang tuanya, di sana Sharon menasihati Syahquita untuk kembali ke kastil dan memaafkan kesalahan suaminya. Namun, hati wanita sudah keras tak bisa dipecahkan oleh apapun, ia tidak mau kembali ke kastil dan tidak ingin menemui Albert sampai beberapa hari ke depan. Keesokannya Syahquita menginap di rumah Catya yang tak ada seorang pun mengetahui rumah temannya itu, ia begitu senang sebab Albert tak bisa menemukan keberadaannya.             Sama seperti Sharon, Catya pun menasihati Syahquita jika memang tidak ingin kembali ke kastil dalam beberapa hari ini, ya paling tidak ia mau memaafkan kesalahan suaminya. Akan tetapi, Syahquita belum bisa memaafkan kesalahan suaminya seiringan dengan perkataan Albert yang belum bisa dilupakan. Rumah Catya sangat aman untuk berlindung dari kejaran Albert dan para pelayannya yang berusaha mendapatkan Syahquita, di sana ia bisa menenangkan pikirannya dan berusaha untuk melunakkan hatinya, ketika itu batinnya bertolak belakang satu sama lain. Berulang kali ia memaklumi kemarahan Albert bahkan memaafkan kesalahan suaminya. Namun, tetap saja Albert kembali masuk ke dalam jurang kesalahannya yang sama.             Dan hari ini Syahquita menginap di rumah kakeknya, Jonathan. Sebenarnya Catya menawarkan Syahquita untuk tinggal lebih lama tapi Syahquita tidak ingin merepotkan Catya lagi, temannya itu sudah sangat membantunya. Syahquita meminta Jonathan menyembunyikan kehadirannya dan Oliver di rumah itu, ia juga meminta seluruh pelayan yang ada di sana untuk menjaga setiap sudut rumah seketat mungkin. Syahquita tak lupa mengatakan kepada pelayan jika ada seseorang yang mencarinya maka katakan saja dia tidak ada di sana.             Syahquita ingin hidupnya dan Oliver tenang selama beberapa hari ke depan, ia merasa seperti seorang burunan yang paling dicari di Swedia. Ke manapun ia melangkah pasti ada saja pelayan Albert yang berhasil mendapatkan jejaknya, namun tidak ketika ia di rumah Catya yang dilindungi oleh sihir wanita itu. Syahquita hidup dengan aman dan tentram di sana tanpa gangguan sedikit pun dari Albert maupun pelayannya.             “Nona, permisi. Ada yang mencari tuan di luar.” kata salah satu pelayan perempuan.             Syahquita menutup buku yang sedang di bacanya seraya mengarahkan pandangannya ke pelayan itu, “Siapa?”             “Aku tidak mengenalnya, Nona.” sahut pelayan itu.             Syahquita beranjak dari duduknya, “Di mana orang itu?”             “Di ruang tamu, Nona.”             Syahquita melangkahkan kakinya menuju ruang tamu tempat orang yang mencari Jonathan berada, ia tak sengaja melihat Oliver yang berlari menuju lantai atas.             “Ollie, jangan berlarian seperti itu.” ujar Syahquita.             “Oke, Mommy.” jawab anak itu.             Syahquita menghela napas pelan dan kembali berjalan ke ruang tamu, ia memperhatikan baik-baik orang yang tengah terduduk di ruang tamu.             “Ada apa kau mencari kakek?” tanya Syahquita belum melihat wajah sang tamu.             Tamu itu menengadahkan pandangannya ke cucu dari tuan rumah. Tangan Syahquita terkepal sangat kencang saat mengetahui siapa yang datang mencari kakeknya.             “Untuk apa kau ke sini?” desis Syahquita.             “Aku ingin membawamu kembali, Syah. Please, pulanglah ke kastil.”             “Tidak akan! Aku akan tinggal di sini selamanya. Sekarang kau pergilah, Albert!” usir Syahquita.             “Syah, please. Jangan seperti itu, sayang. Aku mohon kembalilah ke kastil. Aku membutuhkanmu, Syah.” mohon Albert dengan mata berbinar.             Syahquita membalikan tubuhnya hingga membelakangi Albert, kakinya siap untuk melangkah namun Albert mencengkram tangan kanan Syahquita sangat kencang.             “Pergilah, Albert!” kesal Syahquita berusaha memberontak dari cengkraman Albert.             “Aku tidak akan pergi jika kau tidak ikut denganku.” kekeuh Albert.             Syahquita memiringkan sedikit tubuhnya ke kiri agar ia bisa melihat wajah suaminya, “Aku tidak akan kembali ke kastil bersamamu!”             “Oke, baiklah. Jika kau tidak ingin kembali bersamaku, katakanlah kau ingin kembali bersama siapa?” tanya Albert dengan memasang wajah polosnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD