Jade terbangun saat mendengar dering ponsel yang berbunyi berkali-kali. Dengan enggan laki-laki itu mengangkatnya.
"Ada apa?" tanya Jade kasar.
"Maaf mengganggu waktu istirahat pak Jade. 2 jam lagi bapak harus menghadiri rapat dengan pemilik hotel Amaris." ujar Dion, sekretaris pribadi Jade Damon.
"Aku tau. Aku sudah mengatur alarm." jawab Jade malas-malasan.
"Baik pak. Saya akan menjemput pak Jade 30 menit kemudian." balas Dion sebelum memutus sambungan telepon.
"Cih menyebalkan sekali!" umpat Jade.
Jade meraih gelas, meminum secangkir air putih sebelum akhirnya melangkah ke kamar mandi. Suasana apartemen yang tenang, membuat Jade jadi penasaran. Laki-laki itu melangkah keluar kamar sambil melihat kesana-kemari. Tidak ada Ara ataupun Kayli. Jade langsung menuju kamar Ara dan membukanya tanpa permisi. Benar saja, tidak ada siapapun di kamar tersebut.
"Sial! Kemana wanita itu?" gumam Jade.
Saat duduk di sofa, Jade melihat selembar kertas di atas meja. Jade meraih kertas tersebut dan membacanya.
'Terimakasih karena sudah membantu kami.'
"Apa ini? Kau benar-benar membuatku kesal Adaline! Beraninya kalian pergi tanpa izin!" geram Jade.
"Tapi kenapa aku harus marah? Memangnya siapa Adaline? Hanya karena dia dan Samuel dekat, bukan berarti aku harus bertanggungjawab terhadap hidupnya."
Jade meremas kertas di tangan sebelum akhirnya membuang kertas tersebut ke sembarang arah.
***
2 minggu berlalu. Kehidupan Ara dan Kayli menjadi lebih tenang setelah Ara memutuskan tinggal di rumah sederhana yang di belinya dari uang yang selalu Samuel beri setiap bulan selama Ara bekerja di rumah laki-laki itu. Selama itu pula Ara tidak pernah bertemu Jade atau berhubungan dengannya.
Walau tidak tinggal di rumah yang sama, Samuel sering bermalam di rumah Ara dengan alasan rindu pada Kayli. Pun Ara sering berkunjung ke rumah Samuel karena pengerjaan baju pertunangan Jade dan Hana. Samuel memang tidak membiarkan orang lain mengerjakan baju yang akan dipakai oleh sahabat terbaiknya itu.
"Dua Minggu lagi Jade dan Hana akan bertunangan. Hari ini mereka berencana fitting baju. Entah mereka akan datang terpisah atau datang bersama mengingat keduanya sangat sibuk. Yang pasti, kita masih punya banyak waktu sampai acara pertunangan dilaksanakan jika ada bagian yang harus diperbaiki." ujar Samuel.
"Hari ini aku harus menyerahkan desain terbaru ke kantor. Aku juga ingin melihat baju-baju yang sudah selesai di jahit. Sepertinya pak Sam harus menemui Pak Jade dan Bu Hana sendiri." ucap Ara beralasan.
"Ke kantor bisa di tunda setelah Jade dan Hana selesai fitting baju. Kau tidak boleh kemana-mana sebelum mereka datang." tegas Samuel.
"Tapi..."
"Kau dilarang membantah Adaline. Jade dan Hana sama pentingnya dengan Konveksi Sarang. Menyerahkan desain bisa dilakukan besok atau nanti malam. Lebih praktis jika kau kirim secara online. Pokoknya kau tetap disini sampai Jade dan Hana datang." putus Samuel.
Ara menghela napas panjang. Hal yang ingin Ara hindari adalah bertemu Jade Damon. Ara tidak ingin terlibat dalam kehidupan Jade yang bebas dan seenaknya. Terlebih lagi, Ara tidak ingin Jade menganggapnya w************n setelah Jade ingat dan yakin bahwa mereka pernah tidur bersama. Ingatan itu justru membuat Jade semakin berani untuk menyentuh Ara.
"Baiklah kalau itu yang pak Sam inginkan."
Ara akhirnya mengalah setelah tidak punya alasan untuk pergi. Jade dan Hana datang bersamaan menggunakan 2 mobil terpisah. Ara memasang senyum terbaik saat menyambut kedatangan pasangan tersebut. Setidaknya itu yang biasa Ara lakukan saat menyambut klien.
"Orang sibuk memang berbeda. Aku dan Adaline sudah menunggu kalian sejak tadi. Nyatanya kalian molor sampai 1 jam." ujar Samuel.
"Aku akan membayar waktu kalian yang sudah terbuang percuma." canda Jade.
"Waktuku sangat mahal. Aku tidak yakin kau bisa membayarnya." balas Samuel.
"Justru perdebatan kalian semakin membuang-buang waktu." cecar Hana.
"Kau benar-benar tidak bisa diajak santai, Hana. Apa pekerjaan kalian lancar?" tanya Samuel basa-basi.
"Cukup lancar. Perasaanku saja yang tidak lancar dan tidak baik-baik saja." jawab Jade sambil menoleh ke arah Ara.
Ara yang ditatap, justru mengalihkan pandangan seolah tidak menyadari kalau Jade tengah menatap ke arahnya.
"Memangnya kau punya perasaan? Sejauh yang bisa ku ingat, kau hanyalah robot keluarga Damon yang gila kerja dan bermulut tajam." ejek Samuel.
"Adaline, apa bajunya sudah bisa dicoba?" tanya Hana.
"Kenapa kau sangat terburu-buru? Apa kau sudah tidak sabar untuk menikah denganku?" tanya Jade pada Hana.
Hana mendengus pelan sebelum menarik Adaline menjauh.
"Kalau terus mendengarkan pembicaraan kalian, sepertinya baju pertunangan kita baru akan dicoba besok. Aku tidak suka membuang-buang waktu." jawab Hana.
Ara menurut saat Hana mendorongnya ke ruang kerja. Hana sudah hafal tata letak rumah Samuel karena sering berkunjung. Dengan sigap Ara membantu Hana mengenakan gaun yang dijahit langsung olehnya dan Samuel. Mata Ara berbinar melihat Hana memakai kebaya silver yang sangat pas dan cocok dengan kulit Hana yang putih bersih.
"Bu Hana sangat cantik." puji Ara.
Hana menatap sekilas ke arah cermin sebelum meminta Ara melepaskan kebayanya.
"Kenapa sudah harus dilepas? Apa bu Hana tidak menyukainya?" tanya Ara.
"Bajunya pas dan cantik. Tidak ada yang perlu di ubah." jawab Hana.
"Tapi, apa bu Hana tidak ingin memperlihatkan tampilan ini pada pak Sam? Ah maksudku pak Sam menjahit baju ini khusus untuk bu Hana, setidaknya perlihatkan..."
"Waw kau cantik sekali." puji Samuel tiba-tiba.
"Hana memang sangat cantik. Dengan baju yang kau buat, Hana semakin terlihat cantik. Apa kau baru menyadarinya sekarang?" tanya Jade pada Samuel.
"Iya, aku baru menyadarinya. Sungguh sangat disayangkan, Hana yang cantik dan baik hati, harus berpasangan dengan Jade Damon yang dingin dan bermulut tajam." canda Samuel.
"Kalau begitu, kenapa tidak kau saja yang berdiri disebelah Hana? Kalian sangat serasi." balas Jade.
Samuel tertawa pelan. "Walaupun kau dingin dan kaku, kau satu-satunya orang yang pantas untuk Hana."
"Seolah-olah kau yang paling tau mana yang terbaik untukku." sindir Hana.
"Aku memang tau karena aku sudah mengenalmu sejak dulu. Hanya orang seperti Jade yang pantas." balas Samuel.
"Entahlah. Aku justru berharap kau adalah orang yang akan mendampingiku." ujar Hana tanpa ragu.
Seketika suasana menjadi hening. Hana menatap Samuel tanpa berkedip. Pun Samuel menatap Hana dengan kening mengkerut.
"Sepertinya kalian butuh waktu untuk bicara." ucap Jade memecah keheningan.
Ara yang mengerti, segera membuat alasan untuk pergi.
"Ah saya harus mengantar desain ke kantor. Bu Hana bisa meminta bantuan pak Sam jika membutuhkan sesuatu." ujar Ara.
"Aku akan mengantar Adaline. Kalian bicara saja. Aku bisa mencoba bajunya besok atau nanti malam." putus Jade.
Jade mengikuti langkah Ara yang terburu-buru keluar ruangan. Setelah cukup jauh dari Samuel dan Hana, Ara mengibaskan tangan beberapa kali dan menghembuskan napas lega.
"Kau seperti ikan yang menggelepar di atas tanah." ejek Jade.
"Suasananya sangat tegang." gumam Ara.
"Mereka memang harus bicara. Hana dan Samuel sahabat yang sebenarnya saling menyukai. Tapi Samuel selalu rendah diri dan menganggap dirinya tidak pantas untuk Hana." jelas Jade.
"Apa pak Jade baik-baik saja?" tanya Ara.
Jade terkekeh. "Kau khawatir?"
Ara menggeleng. "Saya tidak khawatir, hanya saja wanita yang saat ini tengah bicara dengan pak Sam adalah calon tunangan pak Jade. Apa pak Jade tidak merasakan apapun?"
"Harusnya pertanyaan itu tertuju untuk dirimu sendiri. Bukankah kau menyukai Samuel?" balas Jade.
"Ah saya jadi lupa. Saya harus segera ke kantor. Maaf pak Jade saya harus pergi." ujar Ara mencoba menghindar pertanyaan Jade.
"Kau harus pergi bersamaku. Jangan harap kau bisa keluar dari rumah ini seorang diri." tegas Jade.
"Tadi saya hanya beralasan. Pak Jade bisa kembali ke kantor atau kemanapun yang pak Jade mau. Saya bisa pergi..."
"Kau mau ikut atau aku akan teriak kalau kau menyukai..."
Ara langsung mendekat dan menurut mulut Jade menggunakan tangannya. Meskipun suara Jade tidak kuat, Ara tidak ingin siapapun mendengar.
"Tolong jangan katakan hal konyol itu." pinta Ara.
Jade menjauhkan tangan Ara sembari tersenyum licik.
"Saat aku meminta sesuatu padamu, jangan buat aku mengatakannya dua kali." bisik Jade.
"Tapi..."
"Tidak ada kata tapi, Adaline. Ayo berangkat." putus Jade.
Ara terpaksa mengekor di belakang. Jade yang tau kelemahan Ara, tersenyum penuh kemenangan. Bertemu Ara setelah cukup lama, membuat perasaan Jade campur aduk. Jade ingin menyentuh wanita itu apapun caranya. Ini kali pertama Jade merasa menginginkan seseorang melebihi kegilaannya pada pekerjaan.
Bersambung