"Sial! Kenapa aku terus memikirkan aroma wanita itu?" geram Jade.
"Aroma itu terasa familiar. Aroma khas yang tidak pernah tercium dari wanita lain. Tapi dimana kami pernah bertemu? Agh! Memikirkannya membuat kepalaku pusing. Apakah aku harus mendatangi Samuel untuk menemui wanita itu? Jika mencium aromanya sekali lagi, aku pasti bisa mengingat sesuatu." gumam Jade.
Jade tersenyum saat ingat Samuel akan meninggalkan Jakarta selama dua hari untuk menemui kliennya di Kalimantan. Kesempatan itu akan Jade manfaatkan menemui Ara dengan alasan pekerjaan. Sampai rasa penasarannya hilang, Jade akan terus mencari cara menemui Arabella.
***
"Sejak kembali dari kantor Jade Damon, kau terus diam. Kenapa? Apa Jade mengatakan sesuatu?" tanya Samuel membuka percakapan.
Ara sedikit tersentak sebelum akhirnya tersenyum sambil menggeleng.
"Tidak ada yang salah. Aku diam karena sedang berpikir." jawab Ara.
"Adaline, kalau Jade mengatakan sesuatu yang buruk, kau boleh memakinya. Laki-laki itu memang pantas untuk di maki." ujar Samuel.
"Apa pak Sam mendengar sesuatu? Sepertinya bukan hanya aku yang mendengar kata-kata tidak pantas. Apa pak Jade memang orang seperti itu?" tanya Ara.
Samuel duduk mendekat sambil menggenggam tangan Ara.
"Jade tidak bermaksud buruk. Mulutnya memang pedas tapi hatinya cukup baik. Jade sangat jujur dan blak-blakan. Kau mungkin tersinggung mendengar ucapannya yang tidak senonoh. Tapi begitulah Jade. Dia mengatakan apa yang ingin dia katakan tanpa peduli bagaimana perasaan orang yang mendengarnya. Tolong jangan tersinggung." jelas Samuel.
"Apa pak Jade benar-benar bisa mengenali aroma?" tanya Ara memastikan.
"Untuk yang satu itu Jade tidak pernah salah." jawab Samuel yakin.
Ara menghela napas panjang. Ada perasaan senang tapi juga takut saat mengetahui Jade mengingat sesuatu tentang dirinya.
"Apa yang kalian lakukan?"
Suara menggelegar dan penuh amarah dari wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu Samuel, membuat Ara segera berdiri dengan kepala menunduk.
"Berani-beraninya w************n ini mencoba merayu putraku!" bentak Rita.
"Berhenti menyebut Adaline w************n, Ma. Dia tamu di rumah ini." bela Samuel.
"Tamu apa yang menumpang tinggal dan membesarkan anak di rumah orang lain tanpa berniat pindah?" teriak Rita lantang.
"Saya akan segera berkemas nyonya." jawab Ara takut.
"Tidak seorangpun berhak mengusir Adaline dari rumah ini! Aku yang memintanya tinggal dan hanya aku yang boleh memintanya pergi." tegas Samuel.
Kemarahan Rita memuncak. Dengan sekali gerakan, Rita berhasil menarik rambut Ara. Ara menjerit tertahan. Perlakuan Rita, mengingatkan Ara pada perlakuan Vanya 5 tahun silam. Samuel mencoba melerai dengan memukul tangan Rita agar melepaskan Ara.
"Kau keterlaluan! Berani sekali kau memukul Mama demi wanita ini!" teriak Rita.
Samuel segera menjauhkan Ara begitu Rita melepaskan pegangan tangannya di rambut wanita itu. Samuel mencoba bersikap tenang meskipun amarah sudah di ubun-ubun.
"Mama yang sudah keterlaluan!" balas Samuel.
"Lihatlah! Gara-gara tinggal satu atap denganmu, putraku semakin kurang ajar pada orang tuanya. Ini peringatan terakhir! Kalau kau masih berkeliaran di sekitar Samuel, akan ku hancurkan semua hal yang berhubungan denganmu!" ancam Rita sebelum pergi.
Samuel memeluk Ara setelah mobil Rita meninggalkan pekarangan rumahnya. Ara tidak menangis. Wanita itu justru tersenyum sembari menenangkan Samuel yang terlihat sangat marah.
"Jangan katakan apapun. Jangan hibur aku. Aku sudah terbiasa. 5 tahun bukan waktu sebentar. Aku sudah sangat paham bagaimana perangai nyonya." ujar Ara sangat tenang.
"Kau tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini, Adaline. Harusnya aku tidak menahanmu. Kalau aku tidak egois, kau tidak harus mengalami perlakuan buruk dari mama." sesal Samuel.
"Kayli adalah alasan kenapa pak Sam menahan kami disini. Aku paham. Pak Sam ingin Kayli merasakan kasih sayang orang tua utuh walaupun pada kenyataannya pak Sam bukan ayah biologis gadis kecil itu." balas Ara.
"Maaf untuk perlakuan Mama, Adaline. Aku tidak bisa berjanji kalau hal seperti ini tidak akan terulang lagi. Tapi aku bisa menjanjikan tempat yang lebih damai untukmu. Setelah kembali dari Kalimantan, mari kita cari hunian baru yang cocok untuk kalian. Aku tidak tahan melihatmu terus-terusan disakiti." ujar Samuel sambil memeluk Ara erat.
"Kali ini biarkan kami mandiri. Tolong percayakan semua padaku, pak Sam. Pak Sam bisa keluar kota dengan tenang. Aku akan mencari sendiri hunian yang cocok untuk kami. Lagipula uang yang pak Sam berikan, sangat cukup untuk membeli hunian sederhana." tolak Ara sembari melepas pelukan Samuel.
"Tidak bisa! Aku harus ikut untuk memastikan tempat seperti apa yang akan kalian tinggali." tegas Samuel.
Kalau sudah seperti itu, Ara tidak bisa melakukan apapun selain mengalah. Samuel cukup keras terhadap apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya. Setelah Samuel cukup tenang, Ara kembali ke kamarnya. Di dalam kamar Ara menangis. Tangis yang sengaja Ara simpan agar Samuel tidak khawatir. Rita adalah salah satu alasan mengapa Ara tidak boleh jatuh hati pada Samuel.
Sejak masuk ke rumah Samuel, Rita tidak pernah menunjukkan sikap hangat. Rita secara terang-terangan menunjukkan kebencian. Saat mengetahui Ara hamil, Rita nyaris mendorong Ara dari tangga karena berpikir anak yang di kandung Ara adalah anak Samuel. Rita sedikit tenang setelah mengetahui kalau Ara korban pemerkosaan dan bukan wanita simpanan yang sengaja Samuel bawa pulang untuk dipelihara.
Selama ini Rita menahan diri karena tau Ara menghasilkan uang yang tidak sedikit. Ara juga secara tidak langsung sudah membuat karir Samuel melonjak. Hanya saja, Rita tidak tahan melihat perlakuan putranya pada Ara. Rita ingin Samuel menikahi wanita sepadan. Bukan wanita yang tidak jelas asal-usilnya seperti Ara. Bagi Rita, Ara sangat tidak cocok bersanding dengan Samuel.
***
"Pak Jade? Apa yang anda lakukan disini? Pak Sam sedang menemui klien di luar kota." tanya Ara gelisah.
Jade mendekat ke arah Ara yang semakin gelisah. Wanita itu berpura-pura tenang sembari mempersilahkan Jade duduk. Pembantu rumah tangga Samuel mengatakan ada klien yang datang ingin bertemu Samuel. Karena Samuel tidak ada, Ara berinisiatif menemuinya.
"Aku datang untuk membicarakan setelan yang akan dipakai di hari pertunangan." jawab Jade tanpa melepaskan tatapan dari wajah Ara.
"Ta-tapi pak Sam baru akan kembali 2 hari lagi." balas Ara terbata.
"Samuel sangat percaya padamu. Aku juga yakin kau bisa bekerja dengan profesional." ujar Jade.
"A-apa yang harus dibahas?" tanya Ara.
"Hari itu Samuel tidak menyelesaikan pekerjaanmu karena aku mengatakan sesuatu yang membuatnya kesal. Jadi sepertinya kau harus mengukur ulang." bohong Jade.
"Pak Sam tidak mengatakan apapun soal itu. Lagipula akan sangat baik jika pak Sam yang melakukannya. Pak Jade bisa menunggu sampai pak Sam kembali." tolak Ara halus.
"Adaline apa kau tidak tau sesibuk apa hari-hari Jade Damon? Aku tidak punya banyak waktu luang. Jika masalah pakaian sudah selesai, aku harus mengurus masalah lainnya." jelas Jade.
Ara berpikir sejenak. Sejak Jade duduk, Ara selalu mengalihkan pandangan. Saat Ara sedang gamang, Kayli datang membawa beberapa mainan.
"Mama Kayli bosan. Kapan papa Sam kembali?" tanya Kayli.
"Papa Sam baru berangkat tapi Kayli sudah merengek seperti ini. Kalau papa Sam tau, papa Sam bisa sedih." ujar Ara.
"Apa Kayli mau main bersama paman?" tawar Jade.
Kayli menoleh ke arah Jade. Sesaat gadis kecil itu memperhatikan Jade dan ingat pernah bertemu Jade di suatu tempat.
"Bukankah paman pemilik gedung yang sangat membosankan itu?" tanya Kayli memastikan.
"Gedung yang sangat membosankan? Itu kantor, Kayli." jelas Jade.
"Iya, Kantor yang sangat membosankan. Sama seperti paman. Hanya papa Sam yang tidak membosankan." balas Kayli.
Ara ingin tertawa mendengar celotehan anaknya. Tapi melihat wajah Jade yang tampak kesal, Ara mengurungkan niat. Ara meminta pengasuh Kayli membawanya bermain agar pertengkaran kecil antara Jade dan Kayli tidak menjadi besar. Kayli anak yang sangat terus terang sama seperti Jade. Jika diteruskan, Kayli pasti mengatakan sesuatu yang bisa membuat Jade semakin kesal.
"Karena pak Jade sangat sibuk, mari kita lakukan pekerjaan ini dengan cepat." putus Ara pada akhirnya.
Setelah melihat Kayli, Ara menjadi lebih berani. Toh Jade tidak mengingat apa-apa. Entah itu sebuah keberuntungan atau petaka. Selama Jade tidak mengingatnya, Ara tidak perlu takut terhadap apapun. Ara tidak salah. Orang yang jelas-jelas bersalah dan membuat trauma dalam hidupnya, justru hidup baik-baik saja seolah tidak pernah membuat hidup orang lain menderita.
Ara membawa Jade ke sebuah ruangan yang penuh dengan sketsa gambar dan warna serta berbagai macam kain. Meskipun jantungnya berdebar kencang, Ara mencoba bersikap tenang.
"Kau gemetar." bisik Jade saat Ara mulai mengukur bagian lehernya.
Ara tidak merespon. Dengan sigap wanita itu mencatat dan kembali melingkarkan pita ukur ke bagian tubuh Jade.
"Kau cantik." puji Jade.
Ara tetap tidak merespon. Karena geram, Jade dengan gerakan cepat memeluk Ara saat Ara mencoba mengambil ukuran pinggangnya. Ara tersentak. Wanita itu berusaha keras melepaskan diri.
"Pak Jade saya mohon lepaskan." pinta Ara.
Walaupun Jade tidak bersikap kasar, tubuh Ara gemetar ketakutan. Bukannya mendengarkan, Jade malah melepas ikatan rambut Ara hingga rambut wanita itu tergerai dengan aroma yang sejak tadi mengganggu penciuman Jade.
"Kau harum. Harum yang membuatku merasa aneh." ujar Jade.
"Pak, tolong lepaskan." pinta Ara dengan suara bergetar menahan tangis.
"Sebentar saja Adaline. Aku ingin mengingat kapan dan dimana aku pernah mencium aroma ini." balas Jade.
"Tapi..."
"Kalau kau diam ini akan selesai lebih cepat." potong Jade.
Kali ini Ara menurut. Kekuatan mereka tidak sebanding. Jika Ara terus berontak, Jade bisa saja bersikap kasar. Suasana seketika hening. Jade memperhatikan wajah Ara yang sedari tadi memejamkan mata. Tangan wanita itu berada di d**a Jade untuk memberi jarak. Perlahan Jade melonggarkan pelukan. Jade menundukkan kepala hingga bibirnya menyentuh kulit leher Ara. Tanpa sadar Jade mencium leher Ara. Ara tersentak sembari mendorong Jade menjauh.
Bersambung