8. yang Sebenarnya..

1511 Words
Elis terkejut ketika mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruangan yang terlihat begitu mewah dan elegan, gadis itu memijat kepalanya yang terasa sakit, Elis berusaha untuk mengingat kejadian sebelum dia berada di ruangan itu, perlahan dia mulai mengingat kejadian di mana dia menghancurkan kamar hotel itu, kemudian dia yang berdiam di bawah guyuran air shower. Elis terkejut ketika menyingkap selimutnya, ternyata baju yang tadi dia pakai sudah di ganti dengan lingerie yang menampakan bagian bagian sensitivnya. KRIETT ...!! Buru-buru Elis menaikan selimutnya, untuk menutupi tubuhnya yang hanya menggunakan pakaian yang menjijikan itu. "Selamat malam nona Elis, ini makan malam untuk anda, sebentar lagi pemilik hotel ini akan segera menemui anda," ucap pelayan perempuan itu ramah. "Kalau boleh tau, siapa yang membawa aku kesini, dan siapa yang menggantikan baju aku." Elis benar benar penasaran, berharap palayan itu memberitahukannya. "Itu Tuan nona, Tuan sendiri yang membawa nona kesini dan meng—" "Stop!! kurang ajar sekali Tuan kamu itu, dimana tuan kamu yang brengsekk itu!" Elis benar benar geram dengan tingkah orang yang sudah kurang ajar sekali melucuti pakaiannya tanpa permisi. "Aku ada di sini Sayang ..." Elis terkejut dengan suara bariton yang sudah tidak asing lagi baginya. "Kamu ... harusnya aku sudah menduga nya." Elis tersenyum ketir, membuang mukanya, muak sekali dengan sosok pria dindepannya. "Pergilah ..." Andreas memberikan uang tip kepada pelayan, menyuruhnya pergi meninggalkan ruangan. "Baik Tuan, saya permisi." Pintu pun di tutup oleh pelayan itu. "Apa kamu mengikuti aku sampai kesini?" Andreas hanya tertawa sinis mendengar pertanyaan Elis. "Apa kamu pikir, aku laki-laki kurang kerjaan hingga harus menguntit kamu." "Siapa yang memberi ijin kamu untuk mengganti bajuku." Elis benar benar geram dengan tingkah Andreas yang sudah kelewat batas. "Ijin? setelah aku menikahi kamu diam-diam, kamu pikir aku harus minta ijin dulu, apa kamu lupa El. Kamu begitu liar malam itu ...." ucap Andreas seraya berbisik di telinga Elis. "Hentikan!! kumohon ..." Elis menggigil ketakutan, pandangan matanya kosong, jelas sekali di matanya ada rasa trauma yang begitu dalam, sesaat Andreas tertegun ... tapi pria itu langsung maju ke depan dan mencium Elis dengan ciuman panasnya membuat Elis tersentak seolah jiwa nya yang tenggelam di dasar laut yang paling dalam, di angkat begitu saja ke permukaan, air mata mulai membasahi pipinya, Elis sadar dia tidak boleh menyerah dengan keadaan, tapi dia harus berjuang melawan keadaan, Andreas tersenyum miring melihat perubahan sikap pada Elis. Elis berusaha mendorong tubuh Andreas yang sudah menciumnya secara brutal, tapi sialnya tenaga pria itu terlalu kuat, lingerie yang dia kenakan entah bagaimana sudah terlepas dari tubuhnya, hanya menyisakan underwearnya saja, tangan Andreas begitu liar, ciumannya mulai berpindah ke dua buah benda kenyal milik Elis, pria itu tidak peduli lagi dengan isakan Elis, dia seperti harimau liar yang butuh di puas kan. Andreas berhenti sebentar untuk melepas pakaiannya, sesaat tatapan matanya bertemu dengan tatapan sendu milik Elis, dengan segera dia menghindari tatapan memelas itu, Andreas yang tampan, Andreas dengan seribu pesonanya, Andreas yang membuatnya tergila gila, Andreas yang dulu selalu membelanya, sekarang entah kemana Andreas itu, Andreas yang di depannya tak ubahnya seorang pria brengsekk, yang hanya menjadikannya sebagai pemuas nafsu belaka. "Jangan An, kumohon ... jangan lakukan ini." Terlambat! Andreas sudah mengunci tubuhnya dengan tubuh naked nya, tanpa sehelai benangpun menutupi tubuh mereka, pria itu terus menciumi tubuh naked nya, hingga ciuman itu berhenti di liang surgawi milik Elis, sekuat apapun dia berusaha meronta, ciuman itu begitu memabukannya dan sialnya dia mendesah di bawah kungkungan tubuh kekar suami rahasianya. Elis mulai membalas setiap ciuman panas Andreas, hingga sesuatu yang mengeras dari tadi berhasil masuk ke dalam liang surgawi Elis dengan sempurnanya, erangan demi erangan hingga rancaun demi rancauan keluar dari mulut pria tampan itu. "Shitt!! kenapa kamu begitu nikmat sekali sayang ..." Andreas memeluk erat tubuh Elis seiring pelepasan mereka bersama, perlahan pria itu mengangkat wajahnya dan tersenyum mendapati Elis yang sedang memandanginya. "Apa aku terlalu tampan, sehingga kamu tidak berhenti memandangi ku." Andreas terkekeh melihat wajah cantik Elis yang merona. Elis membalikan tubuhnya membelakangi Andreas yang memeluk tubuh naked nya posesif, tidak bisa di pungkiri, pesona Andreas memang luar biasa, pria itu bangkit dari sisi Elis menyambar celana boxing nya dan sialnya pria itu terlihat sexi sekali hanya dengan celana boxing nya dan rambut yang berantakan membuat siapapun yang memandangnya harus mengelus dadanya termasuk Elis, kenapa hatinya selalu luluh di depan mahluk tampan ini. Andreas mendekati makanan yang tadi di bawa oleh pelayan dan membawanya ke samping ranjang. "Bangunlah ..." Elis bangun dan duduk bersandarkan gunungan ranjang, menutupi tubuhnya dengan selimut , dia hampir saja terkejut, ketika Andreas sudah menyuapi nya, mau tak mau dia menelan makanan itu, dengan telatennya Andreaa menyuapi Elis. "Sudah An, aku sudah kenyang ..." Entah kenapa, terkadang dia merasa Andreas mencintainya sama seperti dia mencintai pria itu, tapi kadang pria itu berubah menjadi pria brengsekk yang sangat menyebalkan. "Pakailah ini, ada taxi di luar yang sedang menunggu, taxi itu akan mengantar kamu pulang, bersiaplah ..." Elis melotot tidak percaya dengan kata-kata Andreas, bukannya dia sendiri yang mengantar Elis tapi seorang supir taxi. "Tapi kenapa harus taxi, rumah kita kan searah, lagian ini sudah malam An," protes Elis. "Sudahlah jangan protes, masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan." Elis tidak mau membantah lagi, dia segera merapikan diri, dan pergi dari tempat itu, dengan menggunakan taxi yang sudah menunggu nya di depan hotel.. *** Keesokan harinya ... Ana sudah duduk di tepi ranjang putri semata wayangnya, entah jam berapa putrinya itu pulang, hingga jam segini dia belum terbangun, di sibaknya rambut halus Elis yang masih terlelap dengan bantal di pelukannya. "Sayang ... bangun, ini sudah siang." Dewi nampak terkejut dengan bekas tanda merah di leher putrinya, tapi semua itu dia tepis jauh-jauh, selama ini dia percaya Elis tidak akan pernah melewati batasannya. "Ini jam berapa ma?" tanya Elis malas. "Ini jam 7 pagi sayang ..." "Apaa!! kenapa Mama nggak bangunin Elis dari tadi?" mamanya hanya menggeleng dengan tingkah sang putri. "Jam berapa tadi malam kamu pulang?" Elis sudah memeluk mamanya yang duduk di tepi ranjang. "Ehmm ... jam ... UEK! UEK!" Tiba-tiba saja Elis merasakan mual luar biasa, gadis itu langsung berlari ke kamar mandi, tanpa menghiraukan sang mama yang kebingungan. Wajah Elis terlihat sangat pucat, Ana mendekati putrinya yang berdiri didepan washtafel dengan muka cemas. "Apa kamu baik-baik saja Sayang?" Ana memegangi tengkuk putrinya. "Entahlah ma, Rasanya kepala Elis pusing sekali, rasanya juga mual, UEK! UEK!" Elis merasakan mual yang luar biasa hingga tiba-tiba saja tubuhnya ambruk tak sadarkan diri, Ana histeris melihat Elis yang sudah tak sadarkan diri. Andreas tersenyum miring memandang balkon rumah Elis yang berdekatan dengan rumahnya. "Tinggal menghitung detik, BOOM!! sebentar lagi El, bom waktu itu akan meledak." Pria itu nampak tersenyum puas memandang kamar Elis dari balkon rumahnya. Ana duduk di tepi ranjang Elis dengan tatapan marah luar biasa, begitu pula dengan sang suami Ahmed Khan, dokter keluarga yang memeriksa kondisi Elis sudah meninggalkan kediaman Elis sejak 30 menit lalu, setelah sebelumnya Ana berteriak histeris mendapati putrinya tak sadarkan diri, Ahmed langsung datang menghampiri istrinya, dia juga terkejut mendapati Elis yang sudah tak sadarkan diri, di bopongnya tubuh sang putri yang tak sadarkan diri, hingga dokter keluarga datang memeriksa keadaan Elis yang sebenarnya. Perlahan Elis mulai membuka matanya, gadis itu terkejut ketika mendapati sang mama dengan wajah marahnya, duduk di tepi ranjangnya, tidak hanya itu, dia juga heran sang papa yang memandangnya penuh amarah, berdiri dengan kedua tangan di lipat di dadanya. Elis memberanikan diri bertanya kepada sang mama. "Apa yang terjadi dengan Elis, Ma?" tanya Elis dengan beribu pertanyaan di dalam kepalanya. "PLAKK!! Tiba-tiba saja Ana menampar pipi mulus Elis dengan kerasnya, hingga membuat pipi merah, Elis sontak kaget dan mengelus pipinya. "Katakan El. siapa ayah dari bayi yang kamu kandung, beginikah cara kamu membalas kasih sayang kami?!" Ana menggoncang goncangan tubuh Elis yang sesaat diam mematung tidak percaya dengan kata kata sang mama. "Tdak ma, itu tidak mungkin, itu bohong! Elis tidak hamil, bagaimana mungkin Elis hamil, ini pasti salah ..." Mamanya semakin marah dengan penuturan Elis. "Kamu bilang bohong?!" Dengan paksa, mamanya yang sudah tersulut api kemarahan menyeret tubuhnya ke depan cermin. "Lihat ini ,El! dari tadi Mama berusaha menepis prasangka buruk Mama, karena Mama percaya sama kamu. Tapi lihat, bekas merah di leher kamu." Ana terus menangis histeris seranya menunjukan tanda merah di leher Elis. "Mama, percayalah ... Elis tidak seperti yang Mama kira, Elis yakin Elis tidak hamil Ma." Elis berusaha mendekati mamanya yang terlihat sangat hancur. "Apa kamu meragukan dokter Heru? dia dokter keluarga kita El, sekarang buktikan ke Mama kalau kamu benar-benar tidak hamil." Ana memberikan sebuah taspek yang di berikan oleh dokter Heru kepada Elis. Ahmad dan Ana berjalan mondar-mandir di depan kamar mandi Elis, ke dua pasangan itu berharap kata kata Elis benar, bahwa dia tidak hamil. "Ini ma ..." Elis menyerahkan taspek itu kepada sang mama, gadis itu benar benar tidak tau apa arti garis yang muncul pada alat tersebut. Ana benar-benar sock dengan munculnya garis dua pada alat tersebut, dengan penuh emosi dia mendekati putrinya. "Katakan! siapa ayah dari bayi ini. Katakan El ..." Elis benar-benar tidak percaya, ternyata alat itu menunjukan kalau dia benar-benar hamil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD