prolog

884 Words
Azizah Zahra nama yang indah dengan makna yang indah, seperti pengharapan orang tua Zahra untuk dirinya. orang bilang sebuah nama adalah doa orang tua untuk anaknya, namun tidak selamanya hidup seindah sebuah nama. seperti istilah tidak semua doa akan di jawab, maka begitulah kehidupan Zahra,yang mana sebuah nama tidak menjamin bahwa dirinya akan melangkah di jalan berbunga ****** Seorang gadis menangis sambil memeluk wanita paruh baya yang setia mendengar segala keluh kesahnya "Bunda....Zahra gak mau di jodohkan,Zahra gak kenal lelaki itu Zahra juga gak cinta sama dia..."rengek Zahra dalam pelukan ibunya "Bunda....tolong bantu Zahra bicara sama ayah...minta ayah batalkan perjodohan ini,Zahra sudah punya pilihan sendiri" Ucap gadis itu dengan nada parau Maira sedikit terkejut sebelum akhirnya sorot mata wanita itu menatap sedih putrinya yang saat ini menangis sesegukan itu "Sudah jangan menangis...nanti bunda bantu bicara sama ayah,tapi Zahra berhenti dulu nangisnya." Ucap Maira yang masih dengan sabar memeluk putri bungsunya itu Sebenarnya Maira tidak yakin apakah dirinya mampu meluluhkan hati lelaki yang hampir 28 tahun mendampinginya itu Maira tahu betul betapa kerasnya pendirian Hamka jika sudah membuat keputusan namun Maira juga tak mungkin membiarkan putri kecilnya tidak bahagia "Bunda..." panggil Zahra,membuat Maira yang terlarut dalam pikirannya kaget "Sudah kamu istirahat dulu ini sudah malam, biar bunda bicara dulu sama ayahmu." Ucap Maira yang kemudian mencium pucuk kepala Zahra "Makasih bunda..." jawab Zahra dengan senyum dan binaran mata penuh harapan Maira membuka pelan pintu ruang kerja Hamka sebelum akhirnya membulatkan tekadnya untuk melangkah masuk "Ada apa bun? Kenapa belum tidur." Tanya Hamka yang langsung menghentikan kegiatan membacanya saat Maira masuk "Itu yah..." Maira meremas tangannya kuat wanita itu tertunduk dan sedikit bergetar "Ada apa bun..." ucap Hamka yang merasa aneh melihat gelagat istrinya "Itu...tentang perjodohan Zahra apa tidak bisa di batalkan saja...Zahra masih kuliah dan lagi di usia dia masih muda." Akhirnya Maira bisa menyuarakan apa yang ia ingin sampaikan walau nada gugup dan terbata jelas terdengar Hamka memandang istrinya dengan tatapan datar lelaki itu menutup buku tebalnya hingga membuat suara yang cukup nyaring. Maira tersentak saat mendengan suara katupan buku suaminya itu ia tahu suaminya tidak suka dengan apa yang ia sampaikan namun mau bagaimana lagi, Maira setidaknya harus berusaha untuk putrinya "Bunda waktu menikah sama ayah umur 18 tahun dan itu tidak masalah,tidak ada kata terlalu muda untuk menikah di usia Zahra yang sudah 22 tahun, bahkan Rahma dan Nissa kita nikahkan di usia 19 dan 20 tahun." Jelas Hamka dengan wajah datanya namun penuh ketegasan di setiap ucapannya "Bagaimana....bagaimana jika Zahra punya lelaki pilihannya sendiri."ucap Maira yang kini membuat Hamka menatap dingin kearahnya "Ayah akan tetap menjodohkan Zahra, karena ayah tau apa yang terbaik untuk anak-anak ayah, lagi pula lelaki baik ayah tau dia...jadi hati ayah tenang kalau Zahra mendapat pendamping seperti dia." Maira menatap pasrah kearah suaminya itu lagi-lagi dia tak mampu meluluhkan keras kepala suaminya,sekarang Maira hanya berharap pilihan suaminya tepat dan dapat membuat putrinya bahagia Hamka bangkit dan berjalan menuju Maira tangan lelaki itu terulur dan mengelus pipi Maira yang kini sudah berkerut "Urusan Zahra biar ayah yang tangani,bunda jangan terlalu memikirkan hal itu, ayah melakukan semua ini karena ayah menyayangi Zahra."jelas Hamka dengan raut wajah menghangat "Sekarang lebih baik bunda istirahat ini sudah larut." Perintah Hamka yang di jawab anggukan paham oleh istri tercintanya itu Maira perlahan pergi meninggalkan suaminya dengan beberapa tumpukan buku tebal di sana ***** Maira melangkah masuk tanpa bersuara ke kamar Zahra wanita itu tersenyum ketika melihat putrinya sudah meringkuk dan tertidur pulas Maira mendudukkan dirinya di sisi ranjang Zahra, tangannya terulur dan mengelus lembut pucuk kepala putri bungsunya itu "Maafkan bunda nak....Bunda tidak bisa meyakinkan ayahmu,." Kini bulir-bulir air mata sudah menetes dari mata wanita itu "Bunda hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan mu, bunda berharap apapun yang terjadi Allah SWT selalu melindungi dan memberikan kamu kebahagiaan...maafkan ketidak berdayaan bunda." Lirih Maira yang kini mulai terisak namun dengan cepat wanita menutup mulutnya dia tidak ingin Zahra mendengar tangisan tak berdayanya "Bunda pasti akan selalu berdoa untukmu,Rahma dan Nissa agar kalian selalu bahagia." "Semoga siapapun yang menjadi pendampingmu kelak bisa mencintaimu,menghormati dan menuntunmu menuju surga." Maira menghapus air matanya dan menetralkan nafasnya sebelum akhirnya Maira bangkit untuk meninggalkan kamar putrinya itu Suara pintu tertutup terdengar membuat Zahra perlahan membuka matanya,air mata gadis itu mengalir, apakah dirinya sudah tak punya pilihan lagi? Zahra mengatupkan mulutnya sekedar menyembunyikan isakan pilu dan tak berdaya yang saat ini ia rasakan **** Hamka terdiam di depan pintu kamar Zahra sudah cukup lama ia berdiri di sana sekedar hanya untuk menatap pintu kamar itu atau mungkin lelaki itu ingin masuk namun ragu saat mendengar isakan anak bungsunya itu Hamka menghela nafasnya, hatinya sakit mendengar isakan putri tersayangnya itu namun semua yang ia lakukan adalah demi kebaikan Zahra ia ingin Zahra mendapatkan lelaki yang baik dan bisa membimbingnya kelak menuju surga "Ayah hanya ingin kamu mendapatkan yang terbaik,percayalah ayah sangat menyayangi kamu....ayah tidak akan menjerumuskan kamu." Guman Hamka pelan,tanpa lelaki itu sadari tidak jauh dari sana ada Maira yang sedari tadi memperhatikannya dengan air mata yang berlinang "Ya Allah limpahkanlah kebahagiaan pada keluarga hamba dan lindungilah anak-anak serta suami hamba,.." doa Maira dalam hati kecilnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD