Aku masuk ke dalam rumah Mbok Sanem. Mbok Sanem dari tadi ternyata sudah menungguku dari tadi di depan rumah. Raut wajahnya terlihat begitu khawatir saat aku datang dengan Adrian. Mbok Sanem melihat teman-temanku juga datang bersama Pak Affan dan Bu Annita.
“Non, kok ada Bu Annita dan Pak Affan juga?” tanya Mbok Sanem.
“Iya, Mbok. Ada Bibiku juga,” jawab ku.
“Non dari mana memangnya?”
“Nanti bicara di dalam saja ya, Mbok.”
Aku mempersilakan semua untuk masuk ke dalam. Bibi juga ikut masuk. Beliau sepertinya begitu menyesali perbuatannya yang sudah jahat padaku. Bibi Ros dari tadi merangkulku. Dia lagi-lagi menyeka air matanya karena sudah berbuat jahat padaku.
“Jadi selama ini kamu tinggal di sini, Dew?” tanya Bibi Ros.
“Iya, bi,” jawabku.
Adrian menatapku yang dari tadi hanya diam saja. Aku masih merasakan sakit hati dengannya. Aku sudah diperlakukan Adrian layaknya seorang jalang. Tapi, aku harus tetap bisa ikut dia ke rumahnya. Aku tahu keluarganya bagaimana. Papah dan mamah Adrian memang sangat baik. Meraka dari dulu selalu menganggap aku sebagai anaknya. Apalagi mereka ingin sekali memiliki anak perempuan.
Aku ingat, saat aku berada di vila bersama papah dan mamah, aku selalu diajak mamahnya Adrian untuk jalan-jalan mengelilingi perkebuknan teh milik papah dan milik papahnya Adrian. Sebelum berangkat jalan-jalan, mamahnya Adrian selalu menguncir atau mengepang rambutku terlebih dahulu. Aku selalu di manja oleh orang tua Adrian saat itu.
“Silakan diminum, maaf adanya hanya teh saja,” ucap Mbok Sanem sambil menaruh teh di meja.
“Tidak usah repot-repot, Mbok. Semua saja dio keluarkan,” ucap Andre sambil bercanda.
“Mas Andre bisa saja, ada jajan kesukaan Mas Andre, tapi ada di kantin,”
“Biar Mbok, Andre mah teh aja sudah kenyang, biar makin pinter, Ndre minum teh,” ledek Pak Affan.
“Ah, bapak. Apa hubungannya minum teh sama otak Andre yang pas-pasan?” Andre berkata sambil menyesap teh panas yang Mbok Sanem buatkan.
“Ada Ndre, ini teh kan panas, jadi otak lo encer kalau minum ini,” sanggah Raka.
“Kamu juga, biar encer, jadi tidak ninggalin tugas dari ibu,” imbuh Bu Annita.
“Kalian sudah mau kelas 3, mau kalian tidak naik kelas?” tanya pak Affan.
‘Maulah,” jawab Andre dan Raka.
“Sudah ih, kalian kok malah ribut, tuh lihat Dewi kan lagi pusing,” ujar Aletta.
Aku hanya tersenyum, keributan mereka adalah bahagiaku. Mereka selalu seperti ini. Selalu berdebat yang tidak jelas. Namun, mereka saling sayang, saling support, walaupun kami memang nakal. Aku juga bukan anak baik-baik. Karena aku menonjol di kelas dan semua guru mengenalku karena aku pintar dan selalu dapat peringkat 1 di sekoalahan.
“Ehem...” Adrian berdeham dan langsung diam semua yang sedang berdebat.
“Maaf, aku mau bicara dulu dengan kalian, nanti bercandanya di lanjut lagi,” ucap Adrian.
“Mulai besok, Kinan akan tinggal bersama papah dan mamah ku. Tenang saja aku tidak satu rumah dengan orang tuaku, jadi aku tidak mungkin macam-macam dengan Kinan. Aku tinggal di apartemen. Kinan sudah seperti adikku sendiri, karena papah dan mamah dekat dengan Om Wira dan Tante Nana.” Adrian mengatakan semua kepada teman-temanku, dua guru yang menyayngiku, Mbok Sanem, dan Bibi Ros.
“Aku masih ingin di sini, Adrian.” Aku menolaknya, karena aku tidak ingin meninggalkan Mbok Sanem sendirian.
“Urusan kita belum selesai, Kinan,” ucap Adrian yang membuat aku menatap tajam pada dirinya. “Maksudku urusan kamu dengan mamah dan papah,” imbuh Adrian.
“Oh, aku kira. Itu apa tidak bisa saat aku pulang sekolah di bicarakan?” tanyaku pada Adrian.
“Aku ingin kamu tinggal bersama mamah dan papahku, mereka sampai stres mencari kamu, Kinan. Apalagi mamah. Mamah sampai sakit mengkhawatirkan kamu,” ujar Adrian.
“Aku mau, tapi jangan besok. Aku ingin menyiapkan untuk olimpiade, Adrian. Satu minggu aku ikut olimpiade Fisika. Dan, karena masalah satu bulan ini, aku sudah satu minggu melupakan bimbinganku. Kalau kakmu tidsk percaya kamu tanyakan saja pada Bu Annita,” jelasku pada Adrian.
Aku tidaak ingin jauh dari sekolahan. Apalagi harus tinggal dengan mamah dan papahnya Adrian. Aku belum siap untuk itu. Aku ingin menikmati hidupku sendiri, tanpa beban dan aku takut Adrian dan keluarganya akan menyakitiku. Walaupun mereka sangat mnenyayangiku layaknya anak sendiri.
“Apa benar Kinan, ehm... maksud aku Dewi, dia akan ikut olimpiade, Bu?” tanya Adrian.
“Iya, Adrian. Dewi akan ikut oloimpiade, jadi dia harus mempersiapkan semuanya, kalau bisa biar Dewi di sini dulu. Hidup di rumah baru juga butuh penyesuaian, yang mungkin cukup lama,” jawab Bu Annita.
“Oke, setelah olimpiade kamu harus mau tinggal bersama papah dan mamah. Dam, besok pulang sekolah aku jemput untuk menemui orang tuaku.” Adrian tetap memintaku untuk tinggal di rumahnya, dan aku mengiyakan dengan menganggukkan kepala.
Masalah sepeda motor Carlos sudah selesai, kini tinggal masalahku yang akan hidup dengan keluarga Carlos Adrian. Aku tidak tahu nanti nasibku bagaimana setelah tinggal dengan keluarga Adrian. Sekarang orang yang aku nanti dan aku cintaoi sudah ada di depanku. Namun, dia hanya menganggap aku sebagai adiknya saja. Aku tahu, pasti banyak wanita yang dekat dengan Adrian, itu hal yang pasti.
Itu kenapa aku tidak mau ikut tinggal dengan Adrian. Aku tahu semua ini akan menjadi beban hidupku, kala aku mencintai lelaki, tapi dia memiliki perempuan lain. Semua sia-sia jika semua itu terjadi. Hati dan ragaku aku jaga untuk dia, tapi dia nermain dengan wanita lain. Itu hal pasti. Dengan perbuatan Adrian denganku tadi, sudah membuktikan dia suka bermain wanita.
Aku tidak boleh menggugurkan cita-citaku. Aku harus dapat juara olimpiade. Aku tidak boleh memikirkan Adrian yang nantinya akan menghancurkan masa depanku. Aku harus menganggap dia seperti kakakku, sama halnya dengan dia, yang hanya menganggapku adik saja.
Adrian dan lainnya pamit untuk pulang. Aku mengemasi gelas kotor yang tadi untuk mengeteh bersama. Aku ingat kata-kata Adrian tadi sebelum pulang. Dia benar-benar menyesali apa yang ia perbuat tadi padaku. Kata maaf selalu keluae dari mulut Adrian.
^^^^^
(P.O.V ADRIAN)
Aku melajukan mobilku. Aku pulang ke rumah malam ini. Aku ingin langsung menemui papah dan mamah. Aku mengetuk kamar mamah. Aku tahu mereka masih istirahat. Apalagi ini sudah hampir jam 2 pagi. Mereka pasti lagi pulas-pulasnya tidur.
“Pah, Mah... Adrian mau bicara.” Aku mengetuk pintu kamar mamah.
Aku menunggu sejenak di depan pintu kamar mamah, karena aku mendengar papah menyahuti aku yang tadi memangginya. Aku melihat papah yang membukakan pintu dengan masih mengantuk.
“Pah, aku menemukan Kinan, anaknya Om Wira,” ucapku yang membuat indera penglihatan papah membuka sempurna. Rasa kantuknya hilang seketika saat mendengar nama Kinanti aku sebut.
“Mana dia? Di mana dia tinggal, Ian?” papah benar-benar merasa bahagia aku menemukan Kinan. Papah langsung masuk ke dalam kamar dan memanggil mamah.
Mamah keluar dengan wajah yang bahagia. Seperti menemukan anak perempuannya kembali. Mamah memelukku dengan erat. Mamah menciumku dan guratan bahagia terlihat jelas di wajah ke dua orang tuaku.
“Bagaimana kamu menemukan Kinan?” tanya mamh.
“Ceritanya panjang, besok sepulang Kinan sekolah dan bimbingan Olimpiade, akan aku ajak ke sini, mah.” Aku belum bisa menjelaskan sekarang. Aku tahu, pasti mamah dan papah akan kecewa mendengarkan penjelasan dari aku, jika aku mengatakan apa yang terjadi tadi saat aku tahu dia adalah Kinanti.
“Ceritkan sekarang, Adrian,” mamah memintaku menceritakan sekarang.
“Mah, besok saja, ya? Adrian lelah sekali, besok Adrian akan ceritakan semua, oke,” ucapku.
“Iya mah, besok saja, lagian papah juga masih sangat menganuk, mah,” ujar papah.
“Ya sudah, kita tidur lagi. Selamat tidur sayang,” mamah mencium pipiku dan kembali masuk ke dalam kamar.
Begitulah mamah dan papah, sebandel apapun aku, dia tetap menjadi yang terbaik untuk aku. Bahkan, mamah adalah salah satu orang yang paling tidak setuju aku akan menikah dengan Sherly. Namun, papah selalu memaksa, karena papah Sherly juga sangat menginginkan aku menjadi menantunya.
Kalau bukan karena memangdang papah yang selalu menuruti apa yang aku mau, aku tidak akan mau bertunangan dengan Sherly. Gadis bukan janda juga bukan, itulah Sherly. Layaknya perempuan murahan yang selalu bergonta ganti pasangan. Dan, aku tidak menyangka kemarin aku melakukan Threesome bersama Sherly dan Andrew. Dia begitu menikmatinya. Aku tidak menyangka, dia benar-benar seperti jalang.
“Tuhan, apa dia wanita yang pantas menjadi istriku kelak? Aku orang b******k, tapi setiap diri lelaki b******k juga ingin sekali memiliki istri yang baik, untuk membimbing anak-anakku kelak. Aku tidak bisa seperti ini, memiliki seorang istri yang dengan begutu mudahnya membagi permainan di ranjang dengan temanku.” Aku tak henti-hentinya memikirkan Sherly malam ini.
Entah kenapa aku baru menyadari seorang Sherly seperti iu setelah aku melihat gadis yang benar-benar menjaga apa yang ia miliki. Iya, Kinanti. Dia menjaga kehormatannya hanya untuk lelaki yang akan menikahinya. Aku tidak menyangka, masih ada gadis seperti Kinan di zaman sekarang ini.
Dewi Kinanti yang aku kenal dari dulu. Gadis kecil yang sangat cantik sekali. Dan, hinnga sekarang kecantikan itu masih menghiasi wajahnya. Dia gadis yang baru saja aku sakiti hanya karena nafsuku ingin menidurinya. Aku benar-benar menyesal apa yang telah aku lakukan tadi. Aku masih bisa menjaganya. Dan, dia mengingat titahku dulu, untuk selalu menjaga diri dan menjaga kehormatannya. Karena sejatinya wanita baik, adalah wanita yang bisa menjaga kehormatannnya.
Namun, akulah yang akan membuat dia kehilangan kehormatannya. Aku yang akan merusak hidup dan masa depannya. Beruntung dia menyebut nama Kinanti dan namaku, jika tidak, mungkin aku akan menyesal seumur hidupku.
^^^^^
Aku tidak tahu, aku sudah di buat seperti layaknya jalang oleh Adrian. Namun, hati ini tidak bisa berpaling dari dia. Aku mencintai dia. Aku dari dulu mencintainya. Meskipun dia hanya menganggapku sebagai adik. Aku menyukainya dan aku mencintainya.
Memang cinta terkadang tidak memandang baik buruknya seseorang. Itulah kenapa semua orang bilang cinta itu buta. Seperti aku mencinta Adrian. Aku tahu dia jahat denganku, tapi aku tetap mencintainya. Aku tahu dia banyak wanita, bahkan sudah tak terhitung berapa banyak wanita yang ia tiduri. Namun, aku tetap mencintainya.
Raka, iya Raka mencintaiku. Namun, aku hanya menganggap dia adalah sahabatku. Apalagi Aletta mencintai Raka. Aletta tidak pernah bercerita, aku hanya melihat dia dengan tatapannya saat menatap Raka. Raka juga tahu kalau Aletta mencintainya. Dia bilang dengan aku kalau Aletta mencintainya. Tapi, dia bilang pada Aletta kalau dia mencintaiku.
Mungkin jika aku menjadi Aletta aku akan marah pada seseorang yang Raka cintai. Tapi, Aletta masih saja baik denganku. Dia sahabat terbaikku yang selalu mengerti aku. Dia selalu support aku, jika aku down saat menghadapi hidup ini. Aletta benar-benar sahabat terbaikku.