Aku dan Alleta keluar dari kelas, suasana sekolahan sudah mulai sepi. Hanya ada beberapa siswa yang sedang mengikuti ekstrakurikuler basket. Aku merasa ada sesuatu yang tertinggal di kelas, kuhentikan langkahku dan membalikan badanku untuk berjalan ke arah kelas lagi, tapi sebelum aku berjalan ke kelas, aku berpamitan dengan Angel menyuruh dia menunggu di depan gerbang.
"Bentar deh, Let. Buku tugas Matematika gue ketinggalan, gue ambil dulu, ya. Tunggu sebentar, atau loe tunggu di depan gerbang," ucapku sambil berjalan ke arah kelas yang belum terlalu jauh
"Gue tunggu di pos satpam, Dew!"seru Letta sambil berjalan semakin menjauh dariku.
"Iya!" jawabku sambil setengah berlari ke kelas.
Aku masuk ke dalam kelas, aku mendengar Raka sedang bernyanyi dan memetik gitarnya. Aku akui, suara Raka memang bagus, wajah juga gak jelek-jelek amat. Namun, bagiku dia hanya sebatas teman biasa, walau berulang kali Raka tidak menyerah menyatakan cintanya padaku sejak kelas satu.
"Loe masih di sini, Ka?"tanyaku pada Raka.
"Loe ngapain balik lagi, Dew? Masih kangen kan, sama gue?" tanya Raka sambil menggodaku dengan senyuman genitnya.
"Jiaaah….PeDe sekali, gue mau ambil buku tugas, nih ketinggalan," ucapku sambil menyunggingkan senyum pada Raka dan menunjukan buku tugasku pada Raka.
"Yah, gue kira masih kangen sama gue." Raka berkata lirih seakan memelas, menginginkan aku kangen dengannya.
"Loe itu, dari dulu gak pernah berubah, Ka," ucapku.
"Gue boleh jujur?" ucap Raka sambil berjalan mendekatiku.
"Jujur apa?" tanyaku yang melihat dia berjalan mendekatiku.
"Dari dulu, rasa gue ke loe, masih sama, Dew. Tidak akan berubah, ya meskipun loe tidak membalasnya, gue gak masalah, setidaknya gue bisa lihat loe bahagia, dan masih menjadi sahabat loe," oucap nya.
"Jiaaah…melow…udah, ah…gue tinggal, loe teman laki-laki yang paling baik, Ka. Sudah gue mau pulang," pamitku sambil menepuk pundak Raka.
"Ya sudah pulang, gue juga mau pulang," ucap Raka.
Raka meletakan gitarnya di pojok kelas, dia memang meninggalkan gitarnya di dalam kelas. Raka mengambil tasnya dan keluar dari kelas lalu berjalan mengekoriku.
"Dewi," panggil seorang laki-laki dari kejauhan, suara itu aku sangat mengenalnya.
Ya, Pak Affan, guru matematika ku yang memanggilku dari arah ruang guru. Dia berjalan mendekatiku.
"Ada apa, pak?" tanyaku pada Pak Affan yang sudah berada di dekatku.
"Kamu belum pulang?" Pak Affan balik bertanya padaku.
"Belum, ini baru ambil buku tugas ketinggalan, tadi sudah sampai di depan, tapi buku ketinggalan, jadi aku kembali lagi ke dalam, pak," jawabku.
"Kamu pulang dengan siapa?" tanya Pak Affan.
"Sama Leta tuh sudah nunggu di pos satpam," jawabku.
"Oh, saya kira kamu pulang sendiri," ucpanya.
"Kalau Dewi pulang sendiri kenapa, pak?" tanyaku
"Ehm….tidak apa-apa, cuma tanya saja," ucap Pak Affan
"Ah, ya sudah, Pak. Dewi pulang dulu, ya. Permisi." Aku berjalan lagi untuk pulang.
Aku tahu maksud Pak Affan berkata seperti itu. Dia pasti ingin mengantarku. Ya, dia memang terlalu perhatian padaku, tidak tahu apa motif dari perhatian itu. Aku bergegas pergi menjauh, dan sedikit menoleh ke belakang. Aku lihat, Raka dengan senyuman kecutnya menghampiri Pak Affan. Raka mengajak bicara Pak Affan, entah apa yang sedang mereka bicarakan saat itu. Aku tidak mempedulikannya, aku lebih memilih melanjutkan jalanku menuju ke pos satpam menghampiri Alleta yang sedang menungguku.
^^^^^
(P.OV Raka)
Aku yang melihat dari kejauhan agak cemburu melihat gerak gerik guru matematika ku itu seperti menyukai gadis pujaan hati ku. Aku berjalan mendekati Pak Affan yang masih terpaku menatap Dewi yang semakin menjauh dari jangkauan matanya.
"Jiah…di tolak, pak? Mau antar Dewi pulang? Pak Affan jangan mimpi, sama aku saja Dewi tidak mau, apalagi dengan bapak. Tuh lihat, Bu Anita sepertinya suka dengan bapak, bapak lebih cocok sama Bu Anita di bandingkan dengan Dewi," ucapku setengah meledek Pak Affan dengan sedikit rasa kesal.
Pak Affan hanya diam saja mendengar aku berceloteh ria di depannya. Dia melihat ke arah ruang guru. Yang menampakan Bu Anita sedang memerhatikan Pak Affan dari jauh. Pak Affan memang guru tertampan di sekolahanku, dia juga masih muda, banyak di gandrungi oleh siswi-siswi yang centil, dan tentunya menjadi pusat perhatian oleh guru-guru cantik dan muda di sekitarnya.
Bu Annita guru Fisika kami. Dia guru yang paling cantik di sekolahanku dan paling muda. Banyak juga di gandrungi para guru laki-laki, baik yang masih singel atau yang sudah beristri. Namun, aku tahu, Bu Anita menyukai Pak Affan dari dulu. Dan mungkin nama Affan sudah menetap di hati Bu Anita dan sudah erat melekat di palung hatinya.
"Sudah, sama Bu Anita saja, apa kurangnya dia, pak. Lebih cantik dan seksi di bandingkan Dewi, biar Dewi menjadi miliku saja," ucapku pada Pak Affan.
"Kamu bicara apa, hah? Memang tidak boleh seorang guru mencintai muridnya? Kita lihat saja, aku atau kamu yang akan di terima, Dewi!" tukas Pak Affan padaku.
"Baik, kita bersaing dengan cara sehat, Pak Bro." Aku menerima tantangan guru matematika ku itu untuk mendapatkan Dewi.
"Oke, siapa takut," jawab Pak Affan dengan semangat.
"Kalau di pikir-pikir, bapak itu p*****l, ya? Ah… gak wajar bapak, menurut aku sih, bapak lebih baik menyerah saja, deh. Aku dari kelas satu saja tidak di terima Dewi," ucapku pada Pak Affan.
"Kamu saja yang bodoh, tidak bisa meluluhkan hati wanita," balas Pak Affan.
"Apa bedanya dengan, bapak? Lucu sekali." Aku berkata sambil melangkahkan kakinya untuk pulang.
Pak Affan kembali ke ruang guru, mungkin dia masih memikirkan perkataan ku tadi. Biarkan saja, siapa suruh suka dengan muridnya. Aku berjalan santai untuk menuju ke parkiran sepeda motor siswa. Aku masih membayangkan wajah Pak Affan yang memikirkan ucapanku tadi. Dia benar mau bersaing dengan ku atau tidak untuk mendapatkan Dewi.
^^^^^
(P.O.V Affan)
Aku bersiap-siap untuk pulang. Aku melihat Anita yang masih menata buku-buku di meja kerjanya. Aku menatap Anita yang terlihat sendu, entah karena melihat aku dengan Dewi tadi atau karena yang lain.
"Bu Anita, aku pulang dulu, ya," pamit ku pada Anita.
"Ah, iya, Pak Affan," jawabnya sambil menatap ku dan menguraikan senyuman manisnya.
Aku tau, Anita menyukaiku. Dia memendam perasaannya padaku. Tapi, aku tidak bisa menyukai guru muda berprestasi itu. Ada rasa ingin dekat, tapi karena aku hanya sebatas guru biasa dan hidupnya sederhana, aku minder sendiri untuk mendekati Anita yang terbilang hidupnya mewah. Bagaimana tak mewah, dia mengajar ke sekolah saja menggunankan mobil mewah. Dan, papahnya Anita adalah pemilik perusahaan terbesar. Karena Anita ingin mengabdi dan membagikan ilmunya, dia tidak mau menjadi wanita karier seperti kakak dan adiknya yang sudah menyandang jabatan di perusahaan papahnya.
"Anita, maaf aku takut untuk mendekatimu, dan aku menyukai Ayu," gumam ku saat meninggalkan Anita yang masih duduk terpaku membaca n****+ bergenre Romance itu.
Aku berjalan keluar dari ruang guru, aku masih memikirkan ucapan Raka. Dia bilang, kalau diriku tak pantas untuk Dewi. Aku tau, ini bukan rasa cinta, tapi yang ada di hatiku hanya rasa kagum dan kasihan pada Dewi yang malang itu. Gadis yang sangat pintar dan cerdas, tapi bersekolah di sekolahan yang sama sekali tidak bisa di sebut dengan sekolah untuk siswa sepandai Dewi.
"Aku tidak tahu, ini cinta atau hanya sebatas rada kasihan pada Dewi. Tak ada rasa berdebar sedikitpun jika dengan Dewi. Aku hanya merasa kagum, ada siswa sepandai dia di sekolahan ini. Sekolahan yang jauh sekali dengan anak-anak pandai dan cerdas. Namun, jika melihat Anita, d**a ini sesak, jantungku seakan melesat jauh jika menatap matanya yang indah. Tapi, aku sadar, aku ini siapa. Hanya guru biasa dengan motor butut dan gaji pas-pasan, sedang Anita anak pengusaha kaya raya dan berangkat mengajar dengan mobil mewahnya," gumam ku sambil mengambil sepeda motor bututku di tempat parkir khusus guru.
Aku mengendari sepeda motornya, aku melajukannya menuju rumah dengan perasaan yang masih bimbang. Antara mendekati Dewi atau Anita. Aku masih memikirkan Anita yang tadi matanya terlihat sendu.