6. Dipelet?

1016 Words
Varo melangkahkan kakinya menjauh dari rumah Tuhan, jalannya sempoyongan. Dia sendiri tidak tahu akan pergi ke mana. Diturutinya saja langkah sang kaki, yang sudah diberi mata tapi tapi tidak bisa digunakan untuk melihat.  Dia terus melangkah, dan melangkah. Melewati penjual bakso , saat ini ditunggui oleh si ibu, yang sempat dia pesan saat terakhir ke masjid ini. Dia bahkan tidak menyadari bahwa tukan bakso itu tersenyum dan menegurnya. Pandangan matanya masih merah, nanar, dan terlihat kosong. Varo sendiri juga tidak tahu kalau si ibu penjual bakso ini menitipkan dagangannya pada penjual rokok yang berada di dekat gerobak baksonya, karena suaminya yang sedang sholat magrib berjamaah.  Ibu ini mengikuti langkah kaki Varo dengan tergesa. Langkah kaki mungilnya ternyata cukup sulit untuk bisa mengimbangi langkah kaki Varo yang sempoyongan. Sepertinya, ibu penjual bakso ini memiliki hubungan atau setidaknya tahu masa lalu Varo.  Hingga akhirnya langkah kaki Varo tepat berhenti di depan sebuah rumah petak kontrakan yang tampak bersih dan rapi. Ada sesuatu di rumah ini yang menarik perhatian Varo, entah apa itu. Mata kuyu Varo memandangi rumah bercat putih, berpagar sepinggang orang dewasa, yang ada di depannya. Otak memintanya segera berpikir ada apa gerangan hingga dia memutuskan berhenti di depan rumah sederhana ini.  Varo coba berpikir, apa sebabnya. Tapi dia tidak mampu, malah kepalanya didera rasa pusing teramat sangat. Kedua tangannya memegang kepala yang terasa akan pecah.  Aaarrgh… sakit… kenapa kepalaku sakit sekali? Ada apa dengan rumah ini? Kenapa aku merasa mempunyai hubungan dengan rumah ini?  Varo nekat membuka pintu pagar, tapi terhenti karena merasa ragu. Dipandanginya kembali kanan kiri suasana di sekitar rumah itu. Halaman depan yang sempit tapi hijau karena ada pohon belimbing wuluh di situ, box sampah yang ada di sebelahnya, sepertinya… sepertinya dia pernah ke sini sebelumnya.  Bapak…., hore ibu, bapak pulang bu… Bapak gendong aku!  Kembali berkelebat suara heboh dan gembiranya seorang anak perempuan kecil yang menyambut kedatangannya. Bayangan sebuah rumah mungil, sesosok tubuh lelaki yang tampak lelah tapi langsung hilang karena terbayar oleh sambutan gembira sang putri, dan senyum manis menenangkan hati dari seorang perempuan ayu.  Tidak jelas terlihat karena kepalaku masih sangat pusing, tapi sepertinya itu adalah Padma dan Yasmin. Mereka menyambutku pulang kerja. Rumah ini… rumah yang ada di depanku ini, entah kenapa sungguh mirip dengan rumah yang sering ada di mimpiku? Aku bekerja sebagai apa waktu itu? Padma… ah Padma, perutmu? Kamu sedang hamil? Anakku? Jadi Yasmin memiliki adik?  Varo nekat, melangkah semakin mendekati pintu rumah bercat putih tapi tampak asri itu. Tepat saat dia hendak mengetuk pintu dan berucap salam, dia mendengar namanya dipanggil hingga akhirnya diurungkannya niatan untuk bertamu saat ini.  Varo menoleh ke belakang, dilihatnya ibu penjual bakso dan Pak Tegar serta Hasan dan Agus, tergopoh mendekatinya.  Ada apa? Apa yang terjadi? Kenapa mereka tampak panik?  “Mas Varo… Ya Allah… Alhamdulilah, ketemu. Mas, kami tadi panik karena tidak ada keberadaan Mas Varo di masjid. Beruntung cucunya tukang bakso tadi melihat ke mana arah pergi Mas Varo. Mari Mas, kita kembali ke masjid. Mas Varo kan belum sholat magrib.” Pak Tegar segera saja menarik tangan Varo dan memaksa sang majikan untuk mau mengikutinya. Tentu saja Varo menolak!  Matanya mendadak menjadi merah, kemudian dia bergumam dan meracau, menimbulkan kegaduhan di sekitar rumah petak kontrakan itu. Suaranya mendesis marah. Dikibaskan tangannya saat Pak Tegar kembali memaksanya, menarik tangannya untuk mengikuti kembali ke masjid.  Bahkan Varo sekarang kembali berulah, dia bertingkah layaknya jagoan silat, menantang Pak Tegar, Hasan dan Agus berkelahi. Benar-benar seperti seorang ahli silat! Padahal dia sendiri tidak pernah ikut latihan silat atau ilmu bela diri apapun itu. Varo semakin berani menantang para pria yang ada di situ. Bahkan sekarang dia menjadi tontonan gratis.  Kaum hawa yang terheran-heran karena ada seorang lelaki muda tampan dan orang kaya, tapi bertingkah tidak wajar. Beruntung, Ustad Ridho datang dan segera saja menenangkan Varo. Herannya, Varo jadi tidak berkutik di hadapan Ustad Ridho. Pasrah saja, saat Pak Ustad menenangkannya, dan mengajaknya kembali ke masjid, demi menghindari keheranan dan keingintahuan penonton.  “Ambil wudhu dan segera tunaikan sholat! Hasan, kamu tolong bimbing Nak Varo untuk berwudhu agar wudhunya bisa sempurna. Dan tolong ikutkan Nak Varo sholat magrib berjamaah bersama mereka yang belum sholat.” Kata Ustad Ridho pada Hasan, dijawab anggukan dan segera saja Hasan dan Pak Tegar membimbing Varo untuk berwudhu dengan sempurna. Saat Varo sedang menjalankan sholat magrib, ibu penjual bakso datang bersama beberapa ibu lain, dan bertanya dengan nada penuh keingintahuan.  “Pak, Pak Ustad, itu Mas Varo ya? Mas Varo suaminya Mbak Padma kan? Bener itu pak?”  “Iya bu, benar.”  “Waah, beda banget penampilannya sekarang pak. Jadi perlente gitu. Jadi benar pak, Mas Varo kena pelet gitu? Sampai lupa sama anak dan istri, lagi hamil malah. Kurang ajar banget sih pak yang guna-guna Mas Varo. Kan kasian itu Mbak Padma sama anaknya itu. Hampir setahun loh pak gak dapat kabar apapun sampai akhirnya….” “Sudah bu, jangan ghibah, dosa loh, yang penting sekarang kita harus berusaha menyadarkan Mas Varo dulu.” Pungkas Ustad Ridho dan segera berlalu, menjauh dari ibu tukang bakso yang masih penasaran.  “Lah pantas saja lupa ama bini ama anak, lah kalau bini mudanya pengusaha, orang kaya, mah pasti Mbak  Padma sama Yasmin dilupain kan? Dasar laki-laki, di mana-mana mah sama aja!”  “Eeh bu, tapi emang bener ya, Mas Varo dipelet gitu? Sampai lupa anak istri?” Timpal ibu lain, membuat gaduh suasana.  “Iya, bener banget. Emang tadi gak pada lihat apa, matanya tadi merah banget kan? Beruntung tadi Pak Ustad berhasil membujuk kembali ke masjid.”  “Bu, tapi denger-denger nih, istri keduanya ini selain pengusaha, juga cakepnya gak ketulungan! Kaya artis bu.”  “Aah mau kaya kek, mau pengusaha kek, mau artis kek, mau cantik kek, mau enggak kek, gak usah peduliin deh. Mendingan sekarang kita yang gantian sholat magrib. Toh gak merugikan kita kok.”  *** Jadi…, Varo ada hubungan apa sih sama Ibu penjual bakso? Lalu, bagaimana dengan kehamilan Padma? Benarkan Padma dan Yasmin sudah meninggal? Termasuk bayi yang dikandung Padma?   Kita tunggu aja ya… 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD