Tale 33

1348 Words
Hari menjelang siang. Empat orang yang ada di sana -- Kia, Kal, Ale ayah Kia dan seorang midwife — masih sibuk dengan urusan mereka sendiri - sendiri. Sudah sejak semalam Kia berusaha melahirkan, tapi bayi itu masih belum mau keluar. Kia pucat sekali sekarang. Ia tak punya tenaga lagi. "Kia? Kau masih kuat?" tanya sang midwife khawatir. Kia hanya mengangguk. Ale yang masih memakai seragam tugas, kini sedang menopang badan anaknya. Ia hanya bisa pasrah. Apa pun yang akan terjadi pada anaknya, ia sudah tak banyak berharap. Kia sudah sangat lama kesakitan. Ia takut akan terjadi apa - apa setelah ini. Sementara Kal hanya berdiri memandangi Kia. Ia juga melihat dengan jelas bahwa sekarang lubang Kia sudah terbuka sangat lebar. Dan bau - bau khas orang melahirkan sudah menyeruak ke seluruh ruangan. "Nnnnngggghhh ...." Kia mengejan lagi. Meski dorongannya tak terlalu kuat, tapi cukup untuk membuat keadaan Kia semakin melemah. Jangan tanyakan sakit yang dirasakannya sekarang. Bahkan matanya sudah mulai samar untuk melihat. Sudah tak ada rasa malunya selama ini. Persetan dengan midwife itu. Kia tak peduli lagi. Kia mengeryit saat sakit kembali menyerangnya. Disusul oleh kegelapan yang kini menenggelamkannya. Juga teriakan khawatir dari ayah dan suaminya. *** Sebuah hal tak biasa kembali menimpa Garlanda. Belum selesai ia menjadi manusia jahat bernama Kal, jiwanya sudah terlempar menjadi masuk dalam kehidupan baru. Ia tak kembali dulu dalam tubuhnya seperti biasa. Langsung beralih pada tubuh dan kehidupan orang lain seperti ini. Membuat Garlanda semakin kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Apakah keadaannya semakin parah? Apa lama - lama ia benar - benar tak akan bisa kembali ke tubuhnya sendiri sepenuhnya dan selamanya? Garlanda saat ini masuk dalam tubuh pemuda bernama Jim. Jim Sebenarnya adalah sosok yang menarik dan supel. Hanya saja sudah cukup lama ia dikucilkan. Karena dianggap memiliki sebuah penyakit yang aneh. *** Jim dikucilkan karena memiliki penyakit langka yang aneh. Semua orang takut akan tertular. Jim sendiri tak tahu ia sakit apa. Awalnya ia hanya sering muntah saat pagi hari. Hingga berlanjut seperti ini. Entah sudah berapa bulan sejak saat itu. Jim bahkan pernah sampai pingsan. Sayangnya, ia tak punya uang untuk sekadar periksa ke rumah sakit. Untung bos di tempatnya bekerja baik. Bila dulu Jim adalah seorang pramu saji, sekarang ia diletakkan di bagian belakang. Yakni menjadi dish washer. Setidaknya bila Jim di sana, tidak akan ketahuan orang tentang keberadaannya. Sehingga pelanggan restoran tak akan kabur. Jim tahu ia sedang diasingkan, tapi ia tak marah. Bosnya sudah cukup baik dengan mengizinkannya tetap kerja di sini. Dengan ukuran perut yang sudah sebesar ini. Ya memang. Perut Jim semakin membesar seiring berjalannya waktu. Benar - benar besar dan bulat penuh. Ia terlihat seperti perempuan yang sedang hamil tua. Jim sedang menyelesaikan pekerjaannya. Tinggal dua tumpuk piring lagi dan semua selesai. Ia bisa langsung pulang setelah ini. Semenjak sakit seperti ini, Jim memang gampang sekali lelah. Tak jarang perut dan pinggangnya kram. Kakinya juga kadang bengkak. Jim pun terkadang merasakan ada sesuatu yang bergerak di dalam perutnya. Dan hal itu semakin sering saja terjadi belakangan ini. Membuat Jim takut. Jangan - jangan ada sesuatu yang hidup di dalam sana. Apakah ia sedang menjadi inang seorang bayi alien? Ah, pikiran Jim sudah ke mana - mana. Saking aneh kondisi tubuhnya saat ini. Jim mengernyit pelan saat perutnya terasa kencang. Hampir saja ia menjatuhkan piring di tangannya. Untung hal itu tak sampai terjadi. Jim meletakkan piring itu pelan. Dan menghabiskan waktu sedikit untuk merilekskan tubuhnya. Lima menit kemudian, Jim kembali merasa normal. Ia pun lanjut mencuci piring. Sudah seharian ini Jim terus merasa perutnya kencang. Tapi tak lama kembali normal. Jim cukup sebal karena intensitas kekencangan itu semakin sering saja. Apa lagi ditambah dengan rasa mulas yang tidak bisa dibilang ringan. Jim terus saja merasakannya. Membuatnya kurang bisa bekerja maksimal. Ia sudah sangat kelelahan. Jim melepas apron dan menaruhnya di loker. Ia sudah bersiap akan pulang. "Jim, ini upahmu hari ini." Bos menyerahkan gaji harian Jim. "Makasih, Bos." "Kau pucat sekali. Cepat pulang sana. Besok kalau kau belum sembuh, boleh absen dulu." "Terima kasih sekali lagi." Jim pamit undur diri setelahnya. Bosnya itu memang sangat baik, bukan? Selama ini Bos sudah sering meminta Jim untuk absen jika ia merasa sakit. Tapi Jim tak pernah melakukannya. Ia tidak akan bisa makan bila absen sehari saja. Jim terus mengernyit di sepanjang perjalanan. Rasanya ia sudah tak kuat jalan. Tapi sayang, uangnya akan berkurang banyak bila naik kendaraan umum. Jim berhenti dan duduk di sebuah bangku. Dielusnya perut itu dengan kasar. Rasa kencang di bagian bawah perutnya semakin menjadi. Peluh Jim keluar tak beraturan. Ia meringis sesekali. Pinggangnya pun juga sama sakitnya. Bahkan panggulnya ikut terasa ngilu. Kakinya terasa sangat lemas. Lalu bagaimana ia bisa pulang kalau begini? Jim meraih tiang di hadapannya untuk membantunya berdiri. Malam ini jalanan sudah cukup sepi. Jim benar - benar berharap ada orang baik hati yang mau mengantarnya pulang. *** Jim berbaring dengan gelisah di ranjangnya. Teman sekamarnya, Ron, sudah tertidur. Tangan Jim tak bisa beralih dari perut. Rasanya sangat sakit. Sudah tak ada jeda pada rasa sakitnya. Rasa kencang itu terus terasa. Membuat perutnya terasa keras saat disentuh. Jim bisa merasakan sesuatu dalam perutnya itu terus mendesak ke bawah. Prak .... Jim terkejut mendengar bunyi itu. Apa itu? Disusul dengan sensasi hangat yang mengalir di antara kedua kaki. Air mengalir menuruni s**********n Jim. Membasahi sebagian besar kasurnya. Air apa ini? Keluar dari mana air ini? "Ergh ...," erang Jim saat sakit yang lebih intens menyerangnya. Tubuh Jim menggeliat pasrah mengikuti rasa sakitnya. Jim menarik napas sesekali untuk menetralkan rasa sakit. Tapi gagal. Perutnya serasa mau meledak. Atau penyakitnya ini sudah bertambah parah, sehingga sekarang malaikat maut sedang menjemputnya? Jim merasakan perutnya terus berkontraksi. Seperti mengajaknya untuk mengejan. Untuk mengeluarkan sesuatu itu. Tapi apa? Celana Jim basah semua. Akhirnya ia melepas semuanya. Ia tak kuasa untuk duduk. Ia hanya melepas dengan posisi berbaring seperti itu dengan susah payah. Ia juga melepas celana dalamnya. Jim merasa selangkangannya sangat licin. Ia meraba ke bawah. Basah dan ... kenapa terbuka selebar ini? Jim melihat tangannya, ada lendir dan darah di sana. Kenapa jadi seperti ini? "Ron ... tolong ...," ucap Jim berkali - kali. Berharap Ron akan bangun. "Berisik!" "Ron ... tolong lah ... aku tidak kuat lagi. Kumohon." Tak ada jawaban. "Ron ... tolong bawa aku ke rumah sakit, tolong ....." Ron akhirnya membuka matanya. Ia mengerjap beberapa kali. Butuh beberapa saat untuknya beradaptasi dan memperhatikan Jim. Matanya terbelalak melihat keadaan Jim sekarang. Ia berbaring terlentang dengan kaki terbuka lebar. Bajunya tersibak sampai atas. Hingga Ron bisa melihat ukuran perut Jim seutuhnya. "Kau kenapa?" "Aku tidak tahu ... tolonghh ... sakithh ...." "Ya Tuhan ...!" Ron memekik melihat lubang Jim terbuka lebar. "Rons .... eggrrhhh ...." Jim mulai mengejan secara otomatis lagi. Menerima kode alami tubuhnya. "Jim ... kau ... apa kau akan melahirkan?" "Apa?" "Jadi selama ini kau hamil, Jim. Ini bukan penyakit. Kakakku seorang midwife. Aku sering mendampinginya." "Tapi mana mungkin, Ron?" Ron segera memeriksa perut Jim. Ia memberi penekanan beberapa kali. "Jim, bayimu sudah pada posisi yang tepat. Kau harus membantu dia untuk keluar." Ron duduk di pinggiran ranjang Jim, membenarkan posisi kaki temannya itu. Sementara Jim di sana menangis. Hamil? Bagaimana mungkin? Apa yang harus dikatakannya pada orang tuanya nanti? "Ayo, Jim ... mengejan lah!" Jim ragu melakukan instruksi Ron. Ia hanya mengejan perlahan. Ia merasa sedikit lega sehabis mengejan. Jim mencoba lagi dengan tenaga lebih. Dan terus mencoba lagi. Dua jam berlalu. Jim terus berusaha. Ron pun dengan sabar membimbingnya. "Ayo lagi, Jim!" "Ngggghhh ...." "Lebih kuat lagi, Jim!" seru Ron saat dilihatnya ada sesuatu yang menonjol dari lubang Jim. Ron segera bersiap untuk menangkap bayi itu. "Errghhhh ... ahh ...." "Lebih kuat!" "Ennnnrrrrggggh ...." Jim mengerahkan semua tenaganya. Ia tak peduli lagi. Meksi ia akan mati kehabisan napas sekalipun. Asal bayi itu cepat keluar dan menghentikan penderitaannya. "Kepalanya keluar, Jim." Jim menangis semakin keras. Ia segera mendorong lagi. Ia kerahkan sisa tenaganya. Sekitar jam lima pagi, bayi itu akhirnya lahir. Perempuan. Ron sedang berusaha mengeluarkan ari - ari yang masih ada di dalam perut Jim. Jim sendiri menutup matanya. Teramat sangat lelah. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD