Tale 78

2067 Words
Pertandingan berjalan ketat. Jodi masih disimpan sebagai pemain cadangan. Rencananya dia akan dikeluarkan saat kesebelasan mereka sudah mentok. Tapi bila dilihat, ini juga sudah mentok. Sampai menit ke 40, posisi masih sama 0-0. payah sekali. Padahal supporter sudah sekuat tenaga berteriak-teriak. Maklum, karena pertandingan ini dilangsungkan di lapangan mereka. Jadi pendukung mereka jauh lebih banyak daripada SMA lawan. Gerombolan cewek di lapangan paling ujung, membawa banner besar bergambar muka Jodi lengkap dengan nama lengkapnya. Mereka berteriak-teriak memanggil nama Jodi, padahal Jodi belum main. Ayla yang berada tak jauh dari cewek-cewek itu, hanya bisa mendengkus kesal. Apa-apaan sih cewek-cewek itu. Dasar norak. Meskipun ia juga sangat menggilai Jodi, tapi ia tidak akan melakukan hal memalukan seperti itu, yang ujung-ujungnya akan membuat mereka menyesal, dan malu sendiri di masa depan. Ada Fariz dan Iput yang mengapit Ayla di tengah. Mereka memang janjian untuk kompak memberi dukungan pada pertandingan hari ini. Sejak Ayla jadi dekat dengan Jodi, otomatis ia juga jadi dekat pula dengan kedua sahabat Jodi itu. "Kenapa sih lo, La? Kok muka lo ditekuk gitu!" tanya Fariz, sebenarnya ia sengaja menggoda Ayla saja. Karena ia sebenarnya sudah tahu apa sebab muka Ayla ditekuk begitu. "Yah, ya kenapa lagi, kalau bukan gara-gara cewek-cewek gaje di ujung itu. Ayla nggak mungkin terima lah, Jodi tercintanya dipuja-puja cewek lain. Cukup Mbak Titi aja yang menjadi saingan terberatnya. Jangan sampai muncul Mbak Titi yang lain. Ahay ...." Iput kompak sekali mengimbangi Fariz dalam hal memanas-mana si Ayla. Ayla mendengkus lagi sekali lagi. Teman-teman Jodi ini memang selalu kompak dalam keadaan apa pun, termasuk dalam hal membuatnya kesal sekali pun. Harusnya kekompakan mereka disalurkan pada hal lain yang lebih berfaedah. Mungkin kalau diikutin lomba bakiak, mereka bakal menang dengan sukses, tanpa ada acara jatuh terguling-guling seperti peserta lainnya. Lumayan lah, nanti mereka bisa dapat ha dia piring atau payung cantik. Sebenarnya sumber alasan dari ditekuknya muka Ayla, bukannya cewek-cewek gaje itu. Yah, iya sih gara-gara mereka juga. Tapi itu hanya sebagian kecil dari alasan-alasan itu. Alasan terbesarnya adalah perubahan Jodi. Ayla sangat bingung dengan perubahan Jodi secara tiba-tiba. Meski pun tadi Jodi masih sempat membuatnya blushing saat dia berpamitan pada Fariz dan Iput sebelum pertandingan dimulai. Begini ceritanya .... "Doain, gue menang ya, Yang!" kata Jodi pada Ayla sebelum berlari menyusul timnya yang sudah lebih dulu pergi ke lapangan. "CCIIEEEEE ...." Iput dan Fariz langsung heboh bercie-cie. Siapa juga kan yang tidak blushing ketika dipanggil sayang oleh gebetan tercinta? Tapi Ayla perasaan melayang itu hanya terjadi sebentar. Tidak seperti dulu, Jodi selalu berhasil membuat jantungnya berdebum tidak karuan sampai menembus tulang rusuk. Tapi sekarang? Bagaimana ya? Jodi jadi tidak seceria dulu. Ia banyak melamun. Seolah-olah berinteraksi dengan teman-temannya hanya sekadar formalitas.  Dia juga bingung, apa kedua sahabat Jodi ini tidak sadar bahwa perubahan Jodi tidak hanya pada sifat tapi juga pada fisik. Dan perubahan itu sangat drastis. Bibir merah merona Jodi yang dulu sering bikin Ayla iri, sekarang sudah tidak ada lagi. Badannya juga tambah kurus, karena seragam Jodi terlihat kedodoran semua. "Jodi kurus banget ya!" celetuk Ayla. Iput mengerutkan keningnya. "Mata lo itu mulai rabun, atau stadium kelemotan lo udah nambah sih, La! Udah berapa lama lo kenal Jodi? Masak baru sadar kalo dia kurus?" Fariz yang lagi asik memberi support jadi tertarik ikutan nimbrung. "Bukan gitu maksud gue. Akhir-akhir ini gue sadarnya kalo dia itu tambah kurus. Masa kalian nggak sadar sih?" "Masa sih, La? Kita nggak sadar tuh. Mungkin karena kita selalu bareng kali ya sama dia. Jadinya nggak menyadari itu." Timpal Fariz. "Gue juga sering bareng dia, tapi gue sadar tuh." "Ya, tapi kan nggak seintim kita. Iya kan, Put!" "Yoi." Seakan nggak memperdulikan penjelasan Iput dan Fariz, Ayla terus berusaha menjelaskan kecurigaannya. "Dia juga pucet lagi. Sebenernya dia kenapa sih. Dia juga jadi loyo gitu. Pokoknya jauh beda sama Jodi yang dulu. Gue tuh khawatir. Jangan-jangan dia sakit. Tapi dia nggak mau bilang sama kita-kita. Jangan-jangan itu juga yang bikin Jodi jadi nggak semangat dan nggak ceria seperti dulu." Ayla benar-benar sedih mengungkapkan semua perubahan dalam diri Jodi, sekaligus kekhawatirannya. "Udah, jangan terlalu dimajain pangeran lo itu. Kita semua juga udah tahu. Dia emang sakit kemarin, jadi wajar aja kalo pucet," jawab Fariz. "Jangan-jangan Jodi belum pulih sepenuhnya. Harusnya dia jangan main dulu hari ini. Biar jadi cadangan terus aja sampai pertandingan berakhir nanti. Emang dia lagi sakit, kan." Ayla tidak terima jika Jodi terus memaksakan diri untuk main, padahal kondisinya belum fit sepenuhnya. Iput langsung mengalihkan pandangannya dari lapangan ke Ayla lagi. "Lo kaya nggak tau Jodi aja sih? Mana ada yang bisa cegah dia buat main bola?" "Ya, tapi kan ... Ntar kalo kenapa-kenapa gimana. Apa kalian nggak khawatir?" "Udah lah, La! Si Jodi nggak bakal apa-apa. Tuh, nonton aja petandingannya! Toh Jodi juga belum main kan." Fariz berusaha menenangkan Ayla. *** Hari ini hari memang bebas, free. Mau masuk boleh, tidak boleh. Tapi untuk solidaritas, mereka semua masuk untuk mendukung tim sepak bola kebanggaan sekolah mereka ini. Termasuk para guru. Di antaranya pak irwan juga hadir. Hanya ada satu kata untuk itu. Aneh. Sebelumnya dia sama sekali tidak tertarik dengan pertandingan ini, tahu sendiri kan bahwa pak irwan hanya menyukai segala hal di bidang IP. Jadi, dia hanya antusias dengan lomba dalam bidang akademis. Tentunya tidak mungkin dia akan langsung berpaling pada sepak bola secepat itu. Sebenarnya yang membawa pak irwan ke sini adalah Jodi. Dia sangat khawatir dengan keadaan Jodi. Dia takut, kalau-kalau Jodi masih saja nekat ikut main, padahal dia sedang sakit. Dan ternyata dugaannya tak meleset. Anak keras kepala itu ternyata memang berkepala keras. "Jodi!" Pak irwan tiba-tiba muncul dan duduk di samping Jodi yang dari tadi memang duduk sendirian. Posisinya lumayan jauh dari pelatih dan pemain cadangan yang lain. Sebenarnya Jodi sengaja menghindar dari pelatih dan tim cadangan lain. Kalau terlalu dekat, mereka semua bisa curiga dengan keadaannya. Ia malah berisiko tidak diizinkan ikut main nanti, jika mereka sampai tahu jika Jodi sedang tidak fit. Jodi sedikit terkejut melihat kedatangan pak irwan yang tiba-tiba. Tanpa bertanya lagi, Dia juga sudah tau apa tujuan pak irwan karena tidak mungkin pak irwan nonton pertandingan sepak bola. Jadi dia diam saja. "kamu yakin mau ikut?" Pak Irwan akhirnya bertanya. "Jangan gila deh kamu. Kamu harusnya sadar dengan kondisi kamu sendiri. Saya tahu kamu sangat ingin mengikuti pertandingan ini. Tapi kamu juga harus realistis dong. Belajar menerima keadaan." "ini salah satu sebab kenapa saya nggak pernah cerita ke siapa pun tentang penyakit saya. Karena semua orang akan meragukan saya. seperti yang bapak lakukan sekarang ini." Jodi akhirnya menjawab. Ia kesal, tentu saja. Susah payah ia berusaha kuat demi pertandingan final ini. Tapi Pak Irwan malah tiba-tiba muncul, merusak suasana hatinya. Merusak semangat yang membara dalam hatinya. "Jodi, bukan itu maksud saya, tapi ..." "tapi apa?" sela Jodi dengan ekspresi datar.  Pak Irwan tidak berani menjawab lagi sekarang. Dia bingung. Jodi jadi semakin sensitif jika diajak bicara tentang keadaannya. Bila dipikir-pikir memang ini lah hal yang membuat Jodi merasa bermanfaat hidup di dunia setelah karena Aldi dan musik. Tapi di lain sisi, keadaan Jodi juga tidak memungkinkan untuk melakukannya.  "JODI, KAMU MASUK!" teriak pak pelatih. "IYA PAK!" Jodi segera bangkit. "Doakan saya ya, Pak!" ucapnya sebelum meninggalkan pak irwan sendiri lagi. Pak irwan seperti tidak tega melepas Jodi ke lapangan. Tapi apa boleh buat, Jodi sudah berhambur ke lapangan. Di sepanjang pertandingan, pak irwan tidak bisa melepaskan pandangannya dari Jodi. Dia sangat khawatir. Dengan langkah gontai, Pak Irwan melenggang pergi dari sana. Ia menuju ke bangku penonton, duduk di tribun. Sama sskali tidak sadar jika ia sedang duduk di depan Ayla, Fariz dan Iput. Tiga siswa yang langsung menjadikannya bahan gosip, saat itu juga. Munculnya Jodi di lapangan langsung disambut sorak sorai semua orang. Tinggal 20 menit sebelum pertandingan berakhir, akhirnya pelatih mengeluarkan pemain kebanggaannya, kebanggaan semua orang di sekolah. Tentu harapan mereka sangat besar, supaya Jodi bisa menyumbangkan gol. Mencetak gol pertama sepanjang 70 menit pertandingan berlangsung. Berbeda dengan semua orang, Pak Irwan sebagai satu-satunya orang yang tahu tentang kondisi Jodi, hanya bisa khawatir dan memanjatkan doa supaya Jodi kuat. Tapi pada akhirnya, Jodi membuktikan bahwa ia memang kuat. Meski pun terlihat sangat pucat dan lemah, dan sesekali terlihat kelelahan, tapi dia berhasil bertahan dan membuktikan pada semua orang bahwa Jordiaz Putra Aditya memang kuat. Dia menyumbangkan satu gol untuk timnya. Dan gol itu menjadi satu-satunya gol di pertandingan hari ini. Jadi sudah tau sendiri kan hasilnya, SMA Bhakti Nusa menang satu kosong melawan SMA lawan. Hal itu disambut teriakan gembira dari anak-anak satu sekolah dan para guru termasuk pak irwan. Cewek-cewek gaje di ujung langsung gila, sedeng dan sarap seperti orang lupa minum obat. Tapi Ayla tak kalah gila kali ini, dia meneriakan nama Jodi sekeras-kerasnya, "JOOOOODDDDDDIIIIIIIIIIIIIIII! LO HEBAAAAAAATTTTTTT!" dengan wajah yang ekspresif banget. Kontan hal itu membuat Fariz dan Iput tertawa keras vsampai nggak bisa berdiri. Dan juga membuat Ayla jengkel lagi, karena sekali dia pede dia buat neriakin Mr. Charming-nya seperti yang dilakukan cewek-cewek heboh itu, eh, malah diketawain. Tapi swear, itu tadi refleks! Selesai pertandingan, Jodi diarak keliling sekolah oleh teman-temannya. Yang diarak tentunya senang-senang saja. Apa lagi para cewek yang teriak-teriak histeris memanggil namanya. Yang mengekor di belakang, ke mana pun Jodi diarak. Ayla hanya memperhatikan Jodi dari pinggir lapangan. Tanpa disadarinya dari tadi bibirnya terus mengulum senyum. Ayla semakin yakin bahwa dia tidak salah pilih. Jodi memang pantas untuk dicintai. Cuman sayang, kenapa takdir berkata lain. Jodi tidak ditakdirkan untuk Ayla. Melainkan untuk Mbak Titi. He is too cool to be true. Kata Ayla dalam hati. Huuffff. *** Sampai rumah, Jodi segera turun dari mobil. Dia ingin segera tidur karena kepalanya sakit luar biasa. Saat berjalan menuju rumah, Jodi tidak bisa merasakan tubuhnya. Tubuhnya terasa sangat ringan. Seperti melayang. Sampai di ruang tamu dia tidak kuat lagi, dia menghempaskan tubuhnya ke sofa. Menyandar kan kepalanya di sandaran sofa. Telinganya berdenging dan pandangannya tiba-tiba gelap.  Mbah Jum yang baru saja keluar dari dapur segera menghampiri Jodi dan ingin segera memberondong Jodi banyak pertanyaan tentang pertandingan tadi.  Melihat Jodi terpejam di sofa, mbah jum membelai lengan kurus Jodi. Jodi sebenarnya tau bahwa ada yang membelai lengannya. Tapi matanya seperti susah sekali dibuka dan dia tidak bisa bergerak.   Mbah Jum mulai khawatir karena Jodi tidak bereaksi meski sudah diguncangkan sekeras mungkin. Jodi itu memang seorang pemalas, tapi kalo untuk urusan tidur, dia bukan type orang yang susah dibangunkan. Bahkan hanya suara yang kecil sekali sudah sukses membuat bunga tidur nya kocar-kacir dan segera kembali ke dunia nyata.   "MUKLAS, BAGIO!" mbah Jum panic memanggil orang-orang yang ada di rumah. "Ada apa to mbah!" tanya pak muklas yang datang duluan "iya ada apa to?" Mr Baggie datang belakangan karena Baru saja memasukkan mobil. "Mas Iyaz ini lho kenapa?" ucap Mbah Jum dengan khawatirnya. "Mas Iyaz kenapa?" Pak muklas justru ganti bertanya. Membuat mbah Jum semakin tidak karuan. Ketiga orang itu dengan bingung mengitari Jodi. Mereka ikut membantu Mbah Jum untuk membangunkan Jodi. Tidak ada reaksi. Karena semuanya bingung, mbah jum segera mengambil minyak kayu putih dan menciumkannya ke hidung Jodi. Tak lama kemudian, Jodi membuka matanya. Dilihatnya pak Muklas, mbah Jum dan Mr Baggie dengan tampang khawatir yang sedikit berlebihan di hadapannya. Tapi dilihatnya mereka semua tidak jelas. Kadang terlihat kadang tidak. Akhirnya Jodi memejamkan matanya lagi. "Lhoh, mas Iyaz bangun Mas!" seru Mr. Baggie setelah melihat mata Jodi yang kembali terpejam. "Tadi kamu apain sih di mobil, Bagio? Kenapa Mas Iyaz jadi begini?" tanya Mbah Jum yang panic luar biasa. Sehingga dia menuduh Mr. Baggie yang bukan-bukan, karena yang Bersangkutan lah yang terakhir bersama-sama dengan Jodi. "Astaga Bu Jum, mana berani saya ngapa-ngapain Mas Iyaz. Sumpah nggak saya apa-apain. Cuman tadi di mobil Mas Iyaz tidur terus. Kayaknya capek banget habis tanding." Mr. Bagie menjelaskan kronologi yang ia tahu, entah ada hubungannya dengan kondisi Jodi saat ini atau tidak, ia tak tahu. Mendengar kekhawatiran mereka, Jodi tersenyum untuk memberikan isyarat bahwa dia sebenarnya sudah sadar. "alhamdulilah, Mas Iyaz sudah bangun!" seru mbah Jum seraya pergi ke dapur untuk membuat teh manis panas untuk Jodi yang katanya baik untuk orang yang baru saja pingsan. Sementara Pak Muklas ngerokin punggung Jodi dan Mr Bagie memijat kepala Jodi. Mereka melakukan segala hal yang mereka tahu, yang penting Jodi bisa segera sehat kembali. Sementara si Jodi tidur tengkurap di sofa. Pak Muklas sama Mr. Baggie hanya bisa menatapi wajah bayi Jodi saat tidur. Mereka semakin prihatin sama keadaan si Bos kecil ini. Berharap Jodi baik-baik saja, hanya masuk angin biasa, dan bisa segera pulih kondisinya setelah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD