Tale 67

1187 Words
"Mana?" Jodi langsung meminta tugasnya pada Ayla tepat saat dia masuk kelas. Soalnya bangku Ayla ada di dekat pintu. "Nih." Ayla menyerahkan buku tugas Jodi yang semalaman suntuk ia peluk sayang. "Ciee ....." Muncul suara-suara aneh dari belakang Ayla. Siapa lagi kalau bukan Wulandari, Mila dan Alip. Mereka menyoraki, tapi dalam hati merasa heran. Tiba-tiba si Jodi jadi lengket sama teman terkucilkan mereka. Maka dari itu mereka segera memberondongi Ayla dengan pertanyaan-pertanyaan konyol setelah Jodi pergi. "Gimana ceritanya?' "Kalian jadian, ya?" "Kok bisa?" "HUSH ...." Ayla segera menghentikan mereka semua. "Apaan, sih? Biasa aja kali. Cuman temen." Akhirnya Ayla buka mulut. "Alah, ... lo kan bilang kalo belum pernah pacaran. Kayaknya asyik tuh kalo pacar pertama kaya gitu bentuknya," goda Mila. Muka Ayla langsung memerah. Untung saja Pak Indra -- guru jam pelajaran satu dua -- sudah datang. Sehingga Wulandari, Mila, dan Alip tak punya kesempatan untuk menggodai sahabatnya lagi. Ayla mencuri pandang ke arah Jodi. Pak Indra -- mukanya tidak sesuai dengan nama. Biasanya kan orang yang namanya Indra mukanya ganteng. Pak Indra yang ini ... mirip warok. Pak Indra mendelik kala melihat Ayla yang diam-diam menatap Jodi. Entah apakah Pak Indra punya beratus-ratus indra penglihat atau apa. Yang jelas dia selalu tahu jika salah satu murid ada yang umek. Bahkan menoleh sedikit saja dia tahu. Padahal dia sedang tidak melihat anak yang bersangkutan. Kebingungan merajai hati Ayla. Dia juga tidak tau kenapa setelah godaan teman-temannya tadi, dia jadi terobsesi sekali untuk melihat wajah Jodi terus-menerus. Ada apa ini? Beberapa menit kemudian, Ayla tidak tahan lagi. Kepalanya kembali menoleh ke arah Jodi. Ternyata Jodi juga sedang melihatnya. Jodi yang ahli tebar pesona itu langsung mengubah gaya pandangannya yang semula biasa saja menjadi sok hot ala Joe Jonas menaklukan hati para jajaran mantannya. Duileeeee .... Benar-benar tatapan maut. Ayla benar-benar terpesona. Deheman Pak Indra yang sudah sekeras gonggongan serigala tak terdengar sedikit pun di teliganya. Para penghuni kelas bingung, sebenarnya siapa yang sedang umek. Perasaan dari tadi anteng-anteng aja semua. "Ehem ... ehem ... heh ... yang duduk di pojokan. Pojok kanan depan!" Sreeeetttttt .... pandangan anak-anak sekelas secara serempak bergeser ke arah bangku Ayla. Batin mereka, 'Aduh ... ini anak kenapa? Hoe sadar hoe ... itu lo ditatap sama si Warok!' "Heh, Ila! Ayla!" Panggilan dari Wulandari yang duduk persis di belakang Ayla itu sontak membuat Ila menoleh. "Kenapa, Wul?" Ayla malah balik tanya ke Wulandari. Jari Wulandari menunjuk-nunjuk Pak Indra yang sedang geram menatanya. Sreppp ... Ayla seperti kesirep. Angin malam di kebun penuh bambu berhembus di wajahnya. Benar-benar angker. Wajah Pak Indra sekarang ini, mengingatkan Ayla dengan salah satu maskot budaya Indonesia. Dari Bali. Bukan leak, tapi satunya lagi ... warok. Mata lebar, merah. Bibir Doer, memble. Hidung gede, sangat. Dan wajah jelek, hitam. Benar-benar mengerikan. Ayla langsung luluh lantah. Kaki tangannya gemetar. 'Nggak lagi-lagi deh. Ampun, D.J, Eh, Warok!' Jodi geleng-geleng kepala melihat reaksi Ayla yang sebegitu takutnya sama Pak Indra. Padahal itu orang sebenarnya cemen loh. Percaya nggak percaya, Jodi juga beranggapan sama dengan Ayla, muka Pak Indra itu sama persis dengan warok. Dia itu di luarnya saja terlihat mengerikan dan tahu segala hal. Tapi dalemnya benar-benar kuper dan butuh kursus ekstra dalam pengenalan perkembangan teknologi di era globalisasi ini. Ayla bingung karena suasana hatinya tidak senormal biasa. Dari tadi jantungnya berdegup lebih cepat. Apalagi kalo abis liat si Raja Iblis, Jodi. Gimana ya? Rasanya itu kaya seneng banget. Tapi juga bercampur rasa takut dan khawatir. Entah khawatir dan takut untuk apa. Nggak jelas. *** 'Apa gue demam, ya?' tanya Ayla dalam hati seraya memegang keningnya sendiri. 'Nggak tuh. Tapi kenapa gue gemeter abis ditatap sama Jodi tadi? ' "Eh, La! Kenapa nggak ikut kita-kita ke kantin tadi? Tumben?" tanya si Wulandari yang barusan balik dari kantin. Di belakangnya ada Mila dan Alip. "Iya. Kenapa?" sahut Mila. "Nggak kenapa-kenapa. Tadi gue udah sarapan. Masak istirahat mau makan lagi?" "Ya nggak apa-apa? Itung-itung bikin badan lo tambah subur?" goda Alip. Ayla nyengir kecut denger si Alip ngomong gitu. Dasar. Mentang-mentang sexy, seenaknya aja bilang si Ayla subur. TEEEEETTTTTT!!! Bel masuk berbunyi. Anak-anak SMAN Bhakti Nusa pada berbondong-bondong masuk kelas. Tentunya kecuali penghuni kelas X1-IPS-5. Kalo belum ada gurunya, pasti mereka lebih sering kelayaban di luar. Ada yang masih makan, ngegosip di depan kelas, pacaran, goadain cewek lewat, dan hal-hal tak terpuji lainnya. Seperti biasa, hanya empat cewek ini yang tertib. Mereka sudah duduk di bangku masing-masing. Wulandari, Mila dan Alip asik ngoceh dari tadi. Entah apa yang mereka bicarakan. Si Ayla nggak ikut nimbrung kali ini. Dia masih bingung tentang rasa aneh yang bersarang di dadanya. 'Kira-kira apa ya? Huff...' Tiba-tiba semua anak penghuni kelas XI-IPS-5 berbondong-bondong masuk kelas. Ini pasti gara-gara mereka udah lihat Bu Yaisah dari kejauhan. Kan semua pada takut sama guru Akuntansi yang nyeremin itu. Hiii. Kalo sama guru lain mah mereka nyantai. Apalagi kalo waktunya Pak Hendra, pasti banyakan ngeresnya daripada pelajarannya. Anehnya, kok orang kaya gitu bisa jadi guru ya? Di sekolah favorite kaya gini lagi? Well, balik lagi ke Bu Yaisah. Beliau mulai ceramah panjang lebar tentang anak-anak yang berbondong-bondong masuk tadi. "Kalian punya telinga kan? Masih normal kan? Apa kalian nggak denger tadi sudah bel. Kenapa nggak segera masuk kelas? Bla ... bla ... bla ...." Di tengah-tengah ceramahnya, ada tiga bersahabat yang nyelonong masuk kelas tanpa permisi. Yang gendut dan yang item segera duduk di bangku masing-masing tanpa basa-basi, dan yang satu lagi, yang paling jangkung masih sibuk ngobrol sama si terkucilkan yang duduk di bangku paling depan pojok kanan. "Eh, bantuin gue lagi ya? Please, ntar malem gue janji ke rumah lo. Okay?" "I-i-iya-iya gampang." Ayla sampai tergagap-gagap. "Alhamdulillah!" katanya, lalu melengos pergi ke bangkunya tanpa memperdulikan perasaan orang yang diajaknya berbicara tadi. Padahal jantung cewek itu udah mau copot saking kerasnya detaknya. "JODI!!!" teriak Bu Yaisah. Secara otomatis, Jodi segera berbalik dan menuju meja Bu Yaisah. "Maafin saya, Bu! Tadi saya dihukum sama Pak Irwan gara-gara saya kemarin berantem sama preman. Saya juga nggak ngerti, Pak Irwan tahu darimana kalo saya berantem. "Padahal kan kalo di luar lingkungan sekolah nggak apa-apa ya, Bu? Apalagi kejadiannya tadi malem, itu kan di luar jam sekolah juga. Kok itu orang senewen banget sama saya! Heran! Kok tega tiap hari hukumin orang seganteng saya!" terang Jodi panjang lebar. Yang membuat Bu Yaisah semakin geram dan merasa tak dihormati! Terang saja anak-anak pada ngakak mendengar itu semua. Ujung-ujungnya, Jodi disuruh mengulangi pernyataan panjangnya tadi dengan menghadap tembok sampai jam pelajaran habis. Haha. Baru kali ini ada orang yang betah banget ngomong sama tembok. Pulang sekolah, Jodi segera menyabet tas dan helm-nya. Dia buru-buru pulang soalnya laper. Sampai di ambang pintu, dia tebar pesona dulu sama teman-teman sekelasnya. Ngelempar senyum ke semua cewek yang ada. Termasuk si Ayla. Apalagi yang satu ini ada bonus. "Ntar kalo gue SMS, buruan dibales ya. Tuntun gue temuin rumah lo! See you tonight!" "CIEEEE ...," sambut Wulandari, Alip dan Mila. Bikin Ayla tambah salting. Entah mengapa hati Ayla berbunga-bunga mendapat perhatian dari Jodi. Degup jantungnya, serasa menonjol dari dadanya. Menemus tulang-tulang rusuknya. Tanpa disadari, bibirnya terus tersenyum. Fix ... Ayla resmi jatuh cinta sama Jodi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD