Tale 68

1199 Words
Ayla bolak balik ke depan ke belakang. Celingak celinguk ke sana ke mari dan mari ke sana. Tapi Jodi belum kelihatan batang hidungnya. Ayla mulai khawatir kalau seandainya Jodi melupakan janjinya lagi seperti waktu itu. Tapi tiga chat dari Jodi tadi masih tersimpan rapi di inbox Ayla. Tiga SMS yang masih hangat alias baru, yang masih sering dibaca Ayla berkali-kali, bergantian. Nggak mungkin dia lupa. Ayla yakin sebengal-bengalnya Jodi, dia tidak akan pikun di usia dini seperti ini. Ayla kembali lagi ke belakang. Sukses meramaikan kamis malam di cafénya. Jumlah pengunjung yang hanya segelintir bisa dengan jelas mengamati bahwa anak pemilik café sedang ditimpa masalah pelik sehingga stress atau mungkin dia sedang kehabisan obat sehingga kumat. Kepala mereka secara otomatis mengikuti semua gerak-gerik Ila yang terkesan heboh sendiri. Mirip sekali dengan seterikaan. Mondar-mandir Ke depan kebelakang, ke depan, ke belakang. Cahaya lampu menembus kaca depan café diikuti dengan deru tegas khas harley Davidson. Secara refleks membuat semua pengunjung café yang hanya segelintir menoleh, mereka serasa mendapat satu lagi hiburan. Oalah, Jadi ini toh yang bikin anak pemilik café kumat? Ayla bergegas kembali ke depan. Sebelum menemui Jodi, dia mampir dulu ke belakang lemari. Diambilnya cermin kecil yang diselipkan di saku pensilnya. Ila memasang senyum semanis mungkin. Secara cepat, tepat dan tanpa melihat, dia memasukkan kembali cermin itu. Jodi melepas helmnya. JRENG!!! Ayla terpanah. Wajah putih merona Jodi terlihat bersih dan bersinar sekali malam ini. Bibirnya yang selalu basah itu semakin terlihat merah. Mungkin pengaruh dari kaos hitam dia pakai. (Apa hubungannya coba?) Kaosnya ketat, membentuk tubuh Jodi yang emang bagus itu jadi lebih kelihatan. Meskipun cungkring, tapi dia itu semampai banget! Wow, Calon Model! Nggak kebayang seberapa bego wajah Ayla sekarang. Speechless plus priceless. Dia lupa dengan semua kata sambutan yang telah disiapkan secara matang dan sedap sebelumnya. Bahkan sedikit keasinan. Seakan asem manisnya kata sambutan itu tersapu bersamaan dengan deru kendaraan bermotor di depan. Maklum, kan rumah Ayla memang terletak di pinggir jalan raya. "Gimana?" Celetuk Jodi. Sekaligus menjadi malaikat pembawa kesadaran Ayla. " Eh, iya! Di sana! Ayo masuk!" Ayla mempersilakan Jodi duduk selama dia mengambil bibit bunga matahari yang mau diminta Jodi. Jodi melihat ke sekeliling. Rumah Ila sederhana tapi unik. Temboknya berwarna dasar putih dengan motif bulat-bulat warna hitam. Yang seperti ini baru dia jumpai dalam seumur hidupnya. Sekitar 10 menit Jodi di situ. Duduk di sofa yang juga sangat sederhana tapi lucu. Bermotif sapi perah. Tak jauh beda dari motiv tembok, warnanya juga hitam putih. "Nih!" Ayla yang baru saja datang langsung menyodorkan sebuah pot dengan bibit-bibit kecil di atasnya. "lhoh, udah tumbuh?" "Iya." "Kira-kira butuh berapa tahun buat berbunga?" Ayla melotot. Bukan karena lihat kuntilanak lewat tapi karena celetukkan Jodi barusan. Huruf O, H, M, Y, G, O, D sebesar pos kamling meniban kepala Ila secara berurutan. Ini anak pura-pura bego apa emang beneran kurang satu sendok? Masa waktu tumbuh kembang bunga matahari aja nggak tahu? "Hehe, satu abad!" "Yang bener?" Mimik muka Jodi beneran kaget. "Nggak!" "Terus berapa lama dong?" Ekspresi wajah Ayla sangat memperlihatkan kalau dia sedang nervous berat. Jodi kasihan juga melihatnya. Type cewek yang suka sama dia itu emang beda-beda. Ada yang agresif, ada yang pemalu. Tapi nggak segininya amat! "Kalo ngomong sama gue biasa aja, nggak usah tegang! Santai! Gue nggak bakal makan lo kok! Be calm kaya fans-fans gue yang lain!" Ucap Jodi kemudian untuk menyamankan Ayla. Mendengar ucapan Jodi tadi, Ayla speechless sementara. Emang keliahatan banget ya kalo gue nervous? Sedetik kemudian, semangat Ayla terpacu. Nada bicara Jodi tadi emang berkesan akrab banget. Nggak menandakan kesombongan kaya cowok lain yang banyak fans-nya. Ya emang narsis sih. Dan pede banget. Tapi justru itu yang bikin Ayla terpacu. "Ya bercanda lah! Masa berkembang aja nunggu tahunan. Ini 3 bulan aja juga udah numbuh satu bunga yang paling besar dan banyak banget yang kecil-kecil." Huff, Ayla berhasil ngomong sedikit panjang. "Oalah, gitu toh! Baru tahu gue!" Ayla hanya cengengesan saja mendengarnya. "Ech, siapa yang nge-design rumah ini?" Tanya Jodi kemudian. "Ha? Kenapa jelek ya? Aneh? Kaya design tembok di TK? Katro? Ndeso? Norak? Kontras? Mirip bikinan anak play group? Bla bla bla" Tuh kan, Ayla mulai menunjukkan kelebay-annya! Huff, sebegini Charming dan Humblenya Jodi kah, sampai dia bisa menjadi dirinya sendiri di depan ini cowok? Secepat ini kah, Jodi membuat Ayla tunduk kepadanya? Ayla langsung mengelus dadanya sendiri. Kembali ke masalah motiv. Selama ini semua penghuni rumahnya mengatakan bahwa ini adalah design teraneh di seluruh dunia. Tapi dia tetap pede karena menurutnya, design seperti inilah yang menggambarkan dirinya. Sedikit egois memang, karena bukan hanya dia yang tinggal di rumah ini. Dulu orang tuanya mau nggak mau harus memakai design ini. Karena takut Ayla ngambek! "Hahaha, biasa aja kali! Nggak kok! Justru unik banget! Emang siapa yang buat? Elo?" Ila mengangguk dan tersipu. Baru kali ini ada yang memuji karya ajaibnya. Bisa dipastikan bahwa wajahnya sudah semerah udang rebus sekarang. Jodi memutar-mutar pot plastic warna merah berisi belasan bibit bunga matahri tugas dari Ibu Sephia seminggu lalu. Guru Muatan local yang bertemakan lingkungan hidup. Mewajibkan para murid membawa pohon bunga matahari yang sudah besar, tiga bulan setelah dapat tugas. Kenapa harus bunga matahari? Ya nggak tahulah, Tanya aja sama Bu Sephia! Tugas anak SMA zaman sekarang, udah mirip mahasiswa fakultas pertanian. Tapi itu hanya di SMA Bhakti Nusa. Lain lagi dengan SMA Nusa Dua. Mulok di sana, justru pelajaran ekonomi untuk anak IPS. Huh. Ada-ada ajah. Itu namanya menganak tirikan Ekonomi. Alias menganak emaskan akutansi. Seharusnya kan dua pelajaran itu bisa kompak. Jam Ekonomi dan Akutansi jadi satu. Itu baru bener. Hehe. "Ini gimana misahinnya?" Tanya Jodi. "Tinggal comot satu, kaya gini nih!" Ayla mencongkel salah satu dari bibit-bibit itu dengan cethok kecil. Jodi excited sekali melihatnya. "Tapi inget, jangan Cuma dicomot aja. Lo juga harus nyomot tanah di mana dia tumbuh tadi! Kaya ini!" Ila menunjuk segumpal tanah di sekitar akar bibit tadi. "Oh!" Jawab Jodi. "Eh, La! Uhm, gue minta dua lagi boleh nggak? Buat Fariz sama Iput!" "Boleh, boleh aja sih! Orang banyak gitu bibitnya! Anak-anak lain juga minta gue kok!" Seterusnya Ayla menanam tiga bibit tadi di pot yang beda-beda. Dibantuin sama Jodi. Dan terakhir, menyiramnya dengan sedikit air. Jadi deh tugas Jodi, Fariz dan Iput. Tinggal nunggu tiga bulan, terus dikumpulin! "thanks ya!" kata Jodi dengan Senyumnya nggak pernah ketinggalan. Bikin Ayla berasa meleleh. Di saat yang bersamaan, Bundanya Ayla tiba-tiba datang membawa minuman dan makanan kecil. "Lhoh, Tante! Aduh, ngerepotin deh! Udah ke sini tadi minta ini, malah dikasih suguhan segala!" kata Jodi. Dia sangat pede menyebut tante tanpa Tanya itu siapa. Jodi hanya berbekal rasa yakinnya, bahwa itu adalah Bundanya Ayla. Padahal belum tentu kan itu Bundanya Ayla beneran atau bukan? "Nggak apa-apa! Ini adalah semacan penghargaan buat kamu, karena kamu adalah cowok pertama yang rela main ke sini!" ucap Bunda Ayla yang bikin muka anaknya merah padam. Bundanya ini kok malah membocorkan aib anak sendiri. "Ah, tante bisa aja! Makasih ya, Tan!" Bunda Ayla mengangguk dan pergi setelahnya. Meninggalkan anaknya dan juga Jodi berdua lagi. Tak lama kemudian, Jodi pulang dari rumah Ayla. Meskipun tadi sempat malu karena aibnya dibocorkan oleh bundanya sendiri, tapi dia tetap excited bahwa Jodi benar-benar main ke sini tadi! Ayla yakin, bakal mimpi indah malam ini! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD