2. L(Over)

1496 Words
Suara air mengalir terdengar di telinga Kin yang sedang menutup matanya. Ia pun membuka matanya dan melihat, ada seseorang yang sedang sengaja menumpahkan air di dalam botol ke tanah begitu saja. "Lu gila ya? Itu air minum terakhir kita!" Ucapnya dengan nada yang cukup tinggi. Laki-laki yang menumpahkan air itu, hanya melirik Kin dengan sekilas, lalu membuang botol ke arah dekat Kin. "Justru itu, gua buang ini buat kita bisa punya alasan." "Alasan basi!" "Lu yang punya otak basi. Kita sekarang udah gak punya makanan apapun apalagi minuman, dan artinya kita harus keluar dari tempat ini. Paham lu sampe sini?" "Lu pikir keluar dari sini segampang lu muterin mata? Lu harusnya mikir, kalau kita gak di izinin buat keluar dari sini, kita mati!" Laki-laki yang menjadi lawan bicara Kin, adalah Ben Gavyn. Mereka sedang berada di sebuah desa terpencil di dekat gunung untuk menyelesaikan proyek potografinya. "Apes banget gua milih pelanggan kaya gini," ucap Ben sambil mengacak rambutnya. "Hm … buat keluar dari tempat kaya gini, kita harus cepet-cepet nyelesain semuanya. Alesan, nggak akan bisa ngubah apapun." "Gua capek, Kin ... kenapa harus kita terima proyek kaya gini?" "Sepuluh juta dolar, ada di depan mata kalau kita benar-benar nyelesain semua ini minggu depan," ucap Kin yang berusaha meyakinkan Ben untuk bisa menyelesaikan pekerjaan ini. Wi-Fi yang mereka gunakan sudah mulai kehilangan jaringannya, karena desa yang mereka tempati ini sangat-sangatlah terpencil. Kin mulai merapihkan tas yang berisi kamera dan berbagai macam lensanya, lalu menggendong tas itu, dan menepuk bahu Ben yang sudah sangat pasrah. "Gak ada pilihan lain, sekarang kita harus selesaikan secepatnya, dan cari makan ke beberapa penduduk desa." Mau tak mau, Ben mengangguk dan berjalan mengikuti Kin di hadapannya. Tak lupa mereka menutup pintu gubuk bambu yang sebentar lagi akan rubuh. Jika ini bukan proyek yang sangatlah besar, ia tidak ingin pergi ketempat seperti ini yang sangat menyiksa baginya. Walupun potografi adalah hobinya, namun jika harus kerja dengan ditekan seperti ini, sangatlah menyulitkan. ... Kegiatan keseharian Cleo ketika liburan semester adalah berbaring di atas kasur tanpa batas waktu. Jam menunjukkan pukul 10 pagi, namun ia masih setia dengan kasur kesayangannya. Perut Cleo berbunyi, ia baru tersadar jika sejak kemarin perutnya belum di isi dengan makanan sama sekali. "Ah ... Laper banget," katanya sambil memegang perut. Cleo bangun dari kasurnya, ia menatap dirinya di cermin. "Udah jelek, sering nangis pula. Hancurlah muka ...." Baju tidur usang yang terus saja di pakai membungkus badan Cleo. Matanya memiliki kantung panda, dan rambut yang sudah berantakan menghiasi dirinya saat ini. Merapikan sedikit rambutnya dan mengusap matanya, Cleo berjalan kearah dapur. Melihat sekeliling rumahnya tidak ada siapapun di sini, ia sengaja tidak ingin memiliki pembantu dan Cleo mengurus semuanya sendiri. Membuka lemari pendingin, banyak sekali berbagai makanan mentah. Ada sayuran, buah-buahan, dan makanan lainnya tersedia di lemari pendingin tersebut. Cleo memutuskan untuk memasak sayur bayam dan tempe goreng. Menu sederhana yang sering kali ia buat ketika sedang jenuh. Ia pun mulai memasak dengan santai, sambil sesekali menggigit apel untuk mengganjal perutnya. Cuaca hari ini di ibu kota cukup mendung, matahari terhalangi oleh awan hitam. Dalam hati Cleona bertanya, mengapa pagi-pagi sudah mendung seperti ini? Seakan semesta tau, keadaan hatinya. Cleo menyalakan musik dari lemari pendingin pintarnya, lantunan lagu dari BlackPink menambah semangatnya untuk memasak. Hanya butuh waktu 20 menit untuk memasak, sayur bayam dan tempe goreng pun sudah tersaji. Cleo duduk manis di kursi, meja makan. Meja makan yang berisi 6 kursi itu hanya satu yang ia gunakan. Cleo pun mulai makan. Tak lama, terdengar suara ketukan pintu yang berasal dari lantai bawah. Cleo penasaran siapa yang datang di hari yang mendung seperti ini, besar harapannya itu adalah Kin. Cleo sedikit berlari untuk sampai di pintu rumahnya, ketika ia membuka pintu rumahnya ternyata itu adalah Nola. "Hey ... Aku kira siapa. Sini masuk," ucap Cleo pada Nola. Nola pun mengangguk dan berjalan mengikuti Cleo kearah ruang makan. "Lo baru bangun tidur ya, Cle?" Tanya Nola sambil membenarkan kaca matanya. "Enggak kok, aku baru beres masak, lagi makan." Cleo dan Nola berteman sejak SMP, dari semenjak SMP sampai SMA mereka di kelas yang sama. Itu yang menjadikan mereka berteman akrab, atau bisa dibilang mereka bersahabat. Cleo hanya memiliki teman satu, yaitu Nola. Pun sebaliknya, Nola hanya memiliki satu teman, yaitu Cleona. Sampai di meja makan, Cleo kembali melanjutkan makannya, dan Nola duduk di sebelah Cleo. "Cle, bosen gue di rumah terus. Serasa uler gue." "Emangnya uler diem di rumah terus, Nol?" Tanya Cleo. "Iyalah, setau gue, uler itu jarang keluar rumah." "So tau!" "Hehehe ... Lagian bener. Intinya gue males banget diem di rumah." "Nginep aja di sini. Biar ada temennya." "Hmm gue pengen ngajakin lo beli sepatu sih. Jalan-jalan aja di mall." Cleona terdiam sejenak, jika dirinya keluar rumah pasti akan berurusan panjang dengan Kin. Kin sangat posesif terhadapnya, Kin bisa marah besar jika Cleo tidak izin keluar rumah, apalagi tanpa dirinya. "Aduh, aku mikir dua kali ... Ya kamu pasti tau lah maksud aku apaan?" Kata Cleona. Nola pun menghembuskan napasnya pelan. "Yaelah ... Gak paham gue sama Kin yang banyak aturan banget. Giliran dirinya di atur kaga mau." "Dari kemarin-kemarin aku bisa aja jalan-jalan keluar rumah, Nol. Tapi ... Ya gimana lagi. Janji itu hutang. Apalagi dia sekarang lagi susah buat di hubungi." "Ya ampun, Cleona ... Sekarang gini, dia bisa ngatur-ngatur lo, sedangkan lo gak bisa ngatur-ngatur dia. Bahkan dia bisa-bisanya hidup tanpa ngasih kabar sama lo. Udah dua minggu, Cleo ... udah dua minggu Kin ngasih kabar sama lo sesempetnya. Lo gak sadar?" Ucap Nola dengan satu tarikan napas. Ia sangat jengkel sekali melihat Cleo yang terus di bodoh-bodohi oleh Kin. "Ya mungkin dia beneran sibuk kali, Nol. Lagian udah aku tanyain kok sama temen-temennya, katanya Kin lagi motret di desa gitu," ucap Cleo membela dirinya sendiri. "Dan bahkan lo tau keberadaan pacar yang lo agung-agungkan itu dari orang lain? Udahlah Cle, gue kasian sama diri lo sendiri. Enggak seharusnya lo hidup terus kaya gini." Bibir Cleo tersenyum mendengarkan Nola berbicara, namun hatinya terasa tertikam mendengar perkataan itu. Cleo bingung, mengapa dirinya selalu dianggap bodoh dengan hal percintaan? Padahal dalam hatinya, ia hanya ingin menjaga hati pasangannya. Ia tidak ingin membuat orang lain kecewa dengan dirinya. Itulah mengapa, Cleo selalu menuruti semua perkataan Kin pada dirinya. Lagipun, Kin satu-satunya orang yang bisa menenangkan Cleo, Kin yang tulus bisa hidup di dalam kehidupan Cleo yang sangat sepi ini. "Udah deh, dari pada kamu terus ngoceh tentang Kin yang enggak akan ada habisnya. Mending kamu makan ya, nih aku ambilin." Cleo bangun dari duduknya dan berjalan untuk mengambilkan Nola piring yang sudah berisi nasi beserta lauk pauknya. Tak lupa Cleo mencuci bersih beberapa apel dan memotong melon. "Makan yang kenyang. Punya mulut buat dipake makan ya, bep. Bukan buat dipake ngomongin orang. Heheh ... Kasian nanti orangnya, telinganya bisa panas." "Pantes badan lo aga semok, ye. Makan mulu kerjaan lo." "Kaga semok kaga seksi dong, hahaha ...." Mereka pun tertawa bersama, seakan-akan ingin cepat-cepat melupakan Kin dalam obrolan mereka. "Bentar, aku ke kamar dulu ya," ucap Cleo yang berjalan kearah kamarnya. Sesampainya di kamar, Cleo langsung mengambil ponselnya dan membuka ponsel tersebut. Senyum kecilnya terbit di sana. Ternyata tidak ada pesan sama sekali yang dikirimkan Kin kepadanya. Tidak ingin membuang waktu, Cleo mengirimkan pesan kepada Kin sebuah SMS yang bertuliskan : Selamat siang, Kak. Maaf untuk semalam ya, bukan maksud aku buat ngusir kamu gitu aja. Aku cuma takut ganggu kamu. Jangan lupa makan dan jaga kesehatan ya. Aku tau dari teman-teman kamu, kalau kamu lagi ada project. Semangat, Kak. Oh ya, berminggu-minggu di rumah aku bosen banget, sekarang Nola ada di rumah ngajak aku buat pergi nemenin dia beli sepatu. Aku boleh pergi, Kak? Aku tunggu balasan kamu ya. Aku harap kamu menyempatkan waktu buat balas pesan ini. Pesan itu pun terkirim dengan cepat. Besar harapan Cleo untuk dapat balasan dari Kin. Setelah membaca ulang pesannya, Cleo merasa geli dengan diri sendiri. "Udah kaya zaman dulu aja, ngirim SMS kaya ngirim surat." "Ah ... Tidak apa-apa deh, yang penting sudah memberi kabar." Cleo mematikan ponselnya dan kembali menghampiri Nola yang sedang berada di meja makan. "Lama banget. Habis ngapain?" Tanya Nola ketika melihat Cleo berjalan kearahnya. "Habis bersihin sampah di kamar." Nola hanya mengangguk dan kembali melanjutkan makannya sambil sesekali bersenandung mengikuti musik yang masih nyala. Selesai dengan kegiatan makan mereka, Nola membantu Cleo untuk mencuci piring. "Udah kamu duduk aja, biar aku yang bersihin," ucap Cleo kepada Nola. "Bagus deh. Jadi tinggal duduk." "Emm ... Cle, liburan kita masih panjang, lo enggak ada niatan nyamperin nyokap bokap lo?" Kata Nola, penasaran dengan jawaban Cleo. "Ngapain aku harus nyamperin mereka, yang penting duitnya ngalir, hahaha ...." Nola ikut tertawa dengan Cleo. "Iya juga sih ya. Pertanyaan gue enggak nyambung ya, Cle? Ngapain juga lo nyamperin mereka ya." "Aku pengen nyamperin mereka. Tapi ... Air mata aku terlalu berharga," ucap Cleo sambil tersenyum. "Masih ada gue yang bakal setia disamping lo, Cleo." "Iya-iya aku paham kok, Nola ... Kamu memang terbaik," kata Cleo sambil mengacungkan jempolnya yang berbusa. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD