" TASYA.!!! Kamu pikir kelas ini tempat peristirahatan kamu!"
Suara menggelegar memecahkan seisi ruang kelas yang hening karena khusuknya kegiatan belajar mengajar matematika siang ini.
Plokkk!.
Sebuah penghapus menyapa Tasya yang tertidur di kelas pelajaran Matematika siang ini dan tepat mengenai mejanya.
Guru kiler yang membuat seluruh penghuni kelas ketakutan karena terkenal galak dan tanpa ampun.
" Saya.. ga..."
Belum selesai Sasya melanjutkan kalimat saktinya, Bu Saripah sudah memotong kalimat Sasya.
" Kamu, kalau lagi konsentrasi akan memejamkan mata-kan?! Dan yang mendengar itu telinga kamu bukan mata? Itukan jawaban yang akan kamu berikan pada saya?" Gertak Bu Saripah membuat murid kelas 3-A mengkeret.
" Ibu, bisa aja deh! Saya perhatikan kok pelajaran ibu, saya nyimak dari tadi..." Kilah Sasya sembari meringis dan tertawa seperti orang bodoh.
" Iya, nyimak dalam mimpi..." Ucap Bu Saripah menghentikan omelannya karena ada seorang guru yang menyapanya dan membisikkan sesuatu.
" Ibu, tinggal dulu ya, karena guru harus rapat sebentar, begitu ibu masuk, kalian harus menerangkan satu persatu..." Ancamnya sebari bergegas meninggalkan kelas bersama guru lainnya.
Sorak sorai murid sepeninggal guru killer yang juga merupakan tante dari Sasya.
Sasya adalah salah satu siswa yang tak menyukai pelajaran matematika, setiap kali menghadapi pelajaran matematika, dirinya akan mencontek teman sebangkunya yang kebetulan juara kelas.
Tapi yang berani sampai tidur di kelas, ya, cuma Sasya. Dia akan senang kalau di keluarkan dari kelas ketika pelajaran matematika. Karena berada di dalam kelaspun akan percuma, otaknya seolah tertutup rapat oleh pelajaran yang cukup rumit itu.
Dan sepeninggal Bu Sarinah, Sasya kembali memejamkan matanya dengan tenang. Entah mengapa, ketika pelajaran matematika berjalan, kantuknya akan menyerang tak terbendung.
Keriuhan kelas tiga, semakin menjadi terlebih ketika kehadiran murid baru yang merupakan murid pindahan. Dan yang membuat para wanita histeris adalah murid baru itu bertampang sangat tampan dengan kacamata minusnya.
Semua mata menoleh kearahnya yang duduk tepat di samping meja Sasya, karena kebetulan kursi itu kosong.
Sasya yang merasa terganggu dengan sorakan mengangkat kepalanya yang tertopang di meja kelas. Dia mendongakkan kepalanya sembari memicingkan kepala.
Curiga jika teman-temannya menyoraki dirinya yang mungkin tanpa sengaja mendengkur.
Sasya merapikan rambutnya dan mengelap pipinya siapa tahu dia mengences. Tapi semua masih memandang kearah mejanya, hingga akhirnya Sasya melihat sekitar mejanya.
Sasya menoleh ke kiri tak mendapati apapun, lalu menoleh kekanan. Matanya sontak membelalak lebar, jantungnya berdegub kencang menatap sesosok pria tampan dengan wajah dingin duduk di dekatnya.
Mata yang tadi seolah terdapat lem di dalamnya hingga sulit untuk membuka lebar, kini terbuka dan bening seketika, seperti menggunakan pembersih sekali gosok cling!
Astagfirullah. Mimpi apa gue, tiba-tiba ada cowok secakep ini duduk sebelahan sama gue. Apakah ini yang di namakan dapet durian runtuh?
Sasya tersenyum simpul, hingga ruangan kelas tiba-tiba hening karena ibu guru killer sudah kembali ke dalam kelas.
Sasya yang kini telah siap siaga untuk belajar dengan mata bak lampu pijar terang benderang, membuat Saripah terheran-heran, lalu dia menyunggingkan senyum kiri.
Dasar, mata keranjang! Giliran deket cowo cakep langsung tuh mata melek, awas aja tar di rumah.
Ibu Saripah berdiri di depan kelas dan menatap kearah semua murid, yang dia tahu para murid banyak yang tidak menyukainya.
" Anak-anak, maaf ya, tadi kami para guru harus berkumpul sebentar. Dan kelas kita kedatangan murid baru yang berasal dari jauh, Perkenalkan diri kamu, ke teman-teman,ayo Bara..." Ucap Bu Sarinah menatap Rakha yang menatap bu guru dan kemudian berdiri tegak.
" Teman-teman, perkenalkan, Saya Barra Faresta Baihaqi, Saya adalah murid pindahan dari Singapura, mohon teman-teman membuka hati atas kehadiran saya..."
Ucap Bara, menyelipkan senyum tipis yang kemudian menghilang di balik kacamatanya.
Para siswi di kelas itu menatapnya dengan terkagum-kagum, sedangkan Sasya tak bisa berkata sepatahpun.
Karena ketampanannya perkenalan Barra di sambut antusias oleh para siswi. Banyak yang menanyakan alamat tinggal, bahkan sosial media pribadinya.
Barra adalah sosok yang pendiam atau istilah kekiniannya di sebut Cool.
Setelah pelajaran berakhir dan istirahat di mulai semua siswi mengerubungi Barra yang hanya menjawab dengan anggukan.
Hingga pelajaran berakhir, dia menoleh kearah Sasya " Maaf ya, karena harus membuatmu tak nyaman dengan kehadiranku di kelas yang harus duduk di sebelahmu, karena Bu Saripah mengatakan, hanya kursimu di sebelahmu yang kosong..." Suara merdu dan tegas membuat Sasya tak bisa berkata ataupun, dia hanya membalas anggukan.
Tanpa basa-basi lagi Barra segera menyandang tasnya dan bergegas meninggalkan ruangan kelas dan wanita-wanita yang mengerubunginya.
Seorang siswi tercantik di kelas pun tak ketinggalan menggodanya, hingga membuat Sasya mundur teratur.
Tante Saripah emang yang terbaik, seenggaknya aku udah ngerasain duduk sebelahan ama dia, meskipun dia gak anggep aku, tapi ini pengalaman yang gak bakal aku lupain seumur hidup, karena kantukku hilang sejak ngeliat dia.
^__^
Sebulan berlalu , kelas semakin heboh, karena banyak adek kelas maupun seangkatan yang candu dengan pesona ketampanan Barra.
Wajah putih mulus terawat, hidung mancung, alis tebal bibir tipis dan rambut yang selalu klimis dengan minyak rambut, dan entah mengapa kacamata itu menambah ketampanannya.
Hari-hari di lalui Sasya hanya bisa menatap Barra dari kejauhan, karena wanita tercantik di sekolah dengan gencar mendekati teman sebangkunya.
Dwita, teman sebangku Sasya telah di pindahkan ke seberang Sasya.
Sasya merasa bersyukur dengan tante killer nya yang mengatur sedemikian rupa, agar dirinya bisa dekat dengan Barra, pria tertampan di sekolah.
Meski duduk sebangku, jangan harap Barra dan Sasya bakal berkomunikasi dengan intens. Karena Barra seperti memagari dirinya dari orang luar.
Sebulan menjadi bagian dari KingsQueen International School membuat Barra menjadi pria terpopuler dan selalu menjadi topik pembicaraan di kalangan para siswi.
Hal itu membuat Sasya akhirnya menahan diri dan tak berani dekat dengan Barra.
Semua rasa akan hilang seiring berjalannya waktu, jadi percayalah Sya. Rasa yang ada di hati lo ini cuma rasa kagum dan serakah, karena melihat Barra di kagumi banyak orang, jadi lo berniat untuk menguasai. Toh kenyataannya Barra adalah pria yang tak tersentuh. Dia bak barang antik yang tak akan tergapai. Jadi stop menyukainya.
Sasya kerap kali memperingati hatinya, agar tersadar pada kenyataan, bahwa menyukai Barra adalah hal yang tak boleh dia lakukan.
Terlebih para wanita yang mendekati Barra dengan gencar kerap kali bersikap extreme jika ada wanita lain yang berkomunikasi intens dengan Barra.
^__^
Fans fanatik Barra di sekolah tak terbendung dari hari kehari. Dan hal itu terus terjadi hingga mereka lulus sekolah. Barra tetap menjadi pria terfavorite.