PERTEMUAN

1884 Words
Rania merasa lelah terus menerus berada di dalam kamarnya. Hanya demi menghindari kedatangan Pak Leo. Ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa mulai hari ini ia tidak perlu takut terhadap apapun. Ia punya Tuhan, Punya banyak teman yang mengerti hukum dan juga punya uang. Rania akan melawan setiap intimidasi yang diarahkan padanya. Tadi malam ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan melakukan apapun untuk kemenangannya.   Rania mematut dirinya di depan pintu almari yang terbuka. Baju panjang dengan aksen bagian bawah lebar dan kecil di pinggang adalah mode yang paling di sukai Rania. Di Samping agar tubuhnya yang kecil tidak terlalu nampak kecil juga karena baju dengan model itu memang sering kali membuat Rania merasa nyaman. Ia memilih warna ungu tua untuk ia kenakan hari ini. Tas ungu muda dan jilbab dengan warna senada. Sepatu hak tinggi berwarna hitam dengan belahan depan membuat jemari kakinya yang putih bersih itu terpampang indah. Bedak tipis juga lipstik warna muda ia oleskan di wajahnya. Rania tampak menarik.   "Mau ke kampus bu ?" tanya Sri pembantunya yang melihat Rania tampil cantik dan sedang duduk di kursi samping meja makan. "Iya mbak." Rania melanjutkan makan pagi dengan lauk telor dadar dan sambal kecap.   Sri juga melanjutkan aktivitasnya di luar rumah. Hingga Rania keluar dari pintu rumah menuju mobilnya. "Hati-hati di jalan ya bu." Suara Sri. Rania tersenyum kemudian mengendarai mobilnya pergi meninggalkan rumah. Ia berniat berjalan-jalan ke Duta Mall, mall terbesar di Banjarmasin. Langit yang bersih tanpa awan menambah ceria suasana, Rania sengaja tidak menghubungi siapapun dalam perjalanannya kali ini. Ia ingin sendiri.   Menyusuri bangunan megah itu sambil mata Rania menebar ke seluruh penjuru, mencari tempat yang tepat untuk memilih barang apa yang ingin ia beli. Tas, baju, jilbab, jam tangan ia sudah punya banyak sekali. Lalu apa ?  Ia mengembangkan inginnya. Mulai mencari sesuatu yang ia inginkan meski tidak terlalu ia butuhkan. Pilihannya sampai pada toko aksesories yang banyak di penuhi anak muda. Rania memilih satu persatu yang unik menurutnya.   Usai belanja ia pun akhirnya memilih tempat beristirahat, duduk dan makan-makanan ringan. Yang tidak mengenyangkan namun enak untuk dimakan.   Ia memilih cafe makanan jepang. Memesan siomay ayam dan takoyaki juga es thai tea rasa original. Rania duduk di meja nomer tujuh puluh dua. Dari tempatnya ia bisa melihat banyak orang yang datang namun orang terhalang pandang melihat dirinya.   Beberapa pasangan masuk ke cafe yang sama. Rania masih sibuk dengan ponselnya. Sesaat kemudian nampak sebuah keluarga, seorang ibu dengan empat orang anak mereka duduk tepat di depan Rania. Rania melotot melihat mereka. Sepertinya Rania kenal dengan mereka.   Rania mencoba meneliti memorinya. Satu persatu kenangan ia buka. Saat kenangannya hampir genap lima puluh persen ia membuka akun facebooknya lalu mengetik sebuah nama.    Rania makin yakin mereka yang duduk tepat di sebrang mejanya adalah keluarga yang sangat ia kenal terlebih ketika seorang lelaki dengan kaca mata minus datang. Pak Leo lengkap dengan anak dan istrinya, mereka makan kemudian berbincang.   Rania mengarahkan kamera ponselnya pada mereka. Mengambil beberapa gaya kemudian mengirimkan foto tersebut pada chat w******p pribadi milik Pak Leo dengan tulisan 'Mesra', 'keluarga bahagia'.   Pak Leo membuka chat tersebut lalu menebar pandang ke sekeliling cafe. Saat pandangan Pak Leo tertuju padanya saat itu Rania tersenyum serta melambaikan tangan menggoda. Pak Leo nampak gugup membalas senyum Rania. Rania mengejek Pak Leo dalam hatinya.   Makanan yang Rania pesan belum habis semua namun Rania memilih meninggalkan makanan tersebut, selera makannya hilang melihat orang-orang yang duduk di depannya. Rania berjalan, melenggang santai mendekati meja itu. Pak Leo makin gelisah. Sesaat kemudian Tania telah sampai di dekat mereka.   "Assalamualaikum," suara Rania merdu. Pak Leo berdiri saat melihat Rania mendekat.  "Waalaikumsalam," suara mereka kompak. "Hei, ini Meris ya ? duuh sudah besar dan cantik." Rania mengajak anak-anak Pak Leo berjabat tangan kemudian mencium kening anak-anak perempuannya. Istri Pak Leo menatap tajam pada Rania. Rania tersenyum sambil mengerling nakal. Pak Leo nampak bingung.   "Apa kabar mbak ?" tanya Rania ramah pada istri suaminya. "Baik" Jawab wanita yang masih saja tidak cantik itu dengan ketus. "Oke silahkan di lanjut acara makan-makannya." Rania mempersilahkan serta bermaksud ingin pergi. Namun istri Pak Leo bertanya lagi. "Dalam rangka apa kamu kesini ?" Rania terkejut mendengar pertanyaan itu.   Namun dengan santai Rania menjawab lagi. "Kuliah, " suara Rania mantap. "Maksudnya ?" "Saya kuliah di Banjar mbak, di kampus Pak Leo dan saya pun juga tinggal untuk waktu yang lama di Banjar masin ini. Sebentar, jadi ayah nggak cerita ke mbak kalau ayah sering ke rumah?"   Pak Leo seperti tertohok batu besar mendengar kalimat Rania barusan. Ia seperti penjahat yang sedang tertangkap. Mata istri Pak Leo tajam memandang ke arah Pak Leo. Menuntut sebuah penjelasan atas apa yang baru saja ia dengar dari mulut Rania.   "Sudah dulu ya saya pulang." Rania memutar langkah menuju tempat duduk Pak Leo. "Ayah, bunda pulang dulu ya." Rania mengajak Pak Leo berjabat tangan, Pak Leo menerima jabat tangan tersebut, beberapa detik kemudian Rania mengarahkan bibir merahnya untuk mencium tipis pipi Pak Leo. Istri Pak Leo menatap nanar kejadian di depan nya.   Rania melenggang dengan kemenangan. Sedangkan di sana, di meja itu terdengar mereka berdebat dengan suara kencang. Tiba-tiba, 'prang' pecahan gelas sudah berserakan di mana-mana. Istri pertama Pak Leo marah. Ia merasa dibohongi dan ia merasa akan dikhianati lagi.   Rania tidak perduli pada riuh rendah suara mereka. Bukan urusan Rania. Mereka mau bertengkar dengan gaya apa pun, Rania tidak akan perduli.   Rania bersenandung kecil menikmati permainan hari ini. Mengusap bibir tipisnya dengan tisu. Ciuman untuk Pak Leo yang ia berikan tadi menimbulkan sensasi tersendiri baginya. Sensasi ingin muntah! ******* Rania melanjutkan perjalanannya menuju kampus. Ia menghubungi Septia dan benar saja Septia berada di sana. Dengan cepat Rania menginjak gas mobilnya agar bisa segera berlari menjumpai Septia juga Pak Budiman. Rania bertekad untuk menceritakan semuanya perihal Pak Leo dan ancamannya.   Kampus sepi, sepertinya para mahasiswa masih betah berada di rumah karena memang belum ada instruksi untuk melaksanakan perkuliahan dengan tatap muka langsung. Rania memarkir mobilnya di bawah pohon rindang. Ia meletakkan kepalanya pada sandaran kursi mobil. Tubuhnya terlalu letih. 'Apa sebaiknya aku pulang ke Jawa dan membiarkan semua berlalu begitu saja?' Rania mulai putus asa. Sepertinya jalan yang akan ia tempuh akan demikian panjang dan melewati banyak episode. 'Tapi bila aku tidak datang dan menuntut talak bagaimana aku bisa menikah dan melanjutkan hidup ku ?' Rania menggumam dalam kilatan hatinya. Andai saja makhluk yang bernama Leo itu mau berbuat bijak, pasti masalahnya tidak seperti ini. Rania gelisah.  Apa susahnya mengucapkan kalimat talak ? Mengapa harus menunggu bertahun-tahun ? Bila masih cinta mengapa tidak segera menyelesaikan ? Kenyataannya Pak Leo masih sangat takut pada istri tua nya. Lalu kemauannya apa ? Rania membenturkan kepalanya pada kemudi. Ia merasa telah menempuh banyak jalan agar niat nya untuk bercerai tidak menemukan jalan buntu. Rania bosan diperlakukan demikian.   Beberapa menit kemudian Rania melihat Pak Yuda masuk ke ruangan. Rania turun bermaksud mengejar beliau. "Pak Yuda," Panggil Rania pada dosen ganteng, tinggi besar dan berkaca mata minus. "Eh Rani, apa kabar ?" Mereka saling menyapa, Pak Yuda mengajak Rania menuju ruangannya, namun belum sempat Rania mengikuti langkah Pak Yuda, seorang pegawai berbicara,"Itu Rania" "Iya, setelah gagal dengan Pak Leo, Pak Budiman sekarang dengan Pak Yuda." Rania ingin sekali marah dan menempeleng wajah orang-orang yang bergunjing di sana namun Pak Yuda melarangnya. "Tidak usah di hiraukan." "Kelakuan mu menunjukkan kualitas diri mu." Tenang saja."   Rania menunduk. Ia mengikuti langkah Pak Yuda. Dosen baik hati yang sangat menyayanginya, sejak dahulu. "Tidak usah berjalan dengan menunduk, biasa saja. Kamu harus berani melihat dunia. Jangan mau kalah hanya karena kamu memiliki kesalahan sedikit saja." Pak Yuda terus bicara sambil langkah tegapnya menyusuri tangga biru bersama Rania.   "Bagaimana kabar mu? aku dengar sekarang serius dengan Pak Budiman?" Rania menatap Pak Yuda dengan tatapan gelisah.   "Ran," Rania masih diam. "Kamu sepertinya begitu tertekan, ada apa ?" "Rani baru saja bertemu Pak Leo." Rania membuang pandangannya. "Lalu ?" Rania menceritakan semua kejadian yang dialaminya tadi dengan berbagai rasa yang membuncah. Rania menangis. Hatinya sakit.  "Saya tidak ingin di perlakukan adil, saya tidak ingin minta sedikitpun harta yang dia punya. Saya hanya ingin DICERAIKAN sesuai tuntunan agama." Rania terus menangis. Hatinya berdarah. Rasanya perih sekali.  Ia tahu, kebodohan terbesarnya adalah saat ia mau dinikah secara sirri beberapa tahun yang lalu tanpa saksi dari orang-orang yang berpengaruh. Saat itu hanya ada abah dan beberapa karyawan. Saat ini abah sudah meninggal.   Rania membiarkan tubuh lemahnya tergeletak di atas sandaran kursi ruangan Pak Yuda.   Pak Yuda menghubungi Pak Budiman. Sepertinya Pak Yuda ingin bertukar pendapat.   Pak Budiman datang, ia demikian terkejut melihat Rania dengan mata bengkak akibat terlampau sering menangis. "Silahkan duduk" Pak Yuda memberi kesempatan pada Pak Budiman untuk duduk.   Pak Budiman duduk, mencoba mengikuti apa yang ingin dibicarakan oleh Pak Yuda. "Sebaiknya segera di selesaikan." Pak Yuda bicara tegas. "Iya pak, kemarin hampir selesai sampai kemudian Rania memilih untuk kembali pada Pak Leo, saya juga tidak mengerti alasannya apa."   Pak Yuda mengernyitkan dahi. "Benar, Ran" Rania mengangguk.   "Hari itu saya pulang ke Jawa untuk ongkos saya akhirnya menggadaikan mobil yang di beli atas nama Pak Leo tapi kreditnya menggunakan uang saya. Pak Leo bilang itu sebuah kejahatan karena pada akhirnya Pak Leo yang menebus mobil tersebut. Saat itu saya sudah mencicil lima kali. Saya gadaikan tiga puluh juta. Atas dasar itu Pak Leo menekan saya, beliau berkata akan menuntut saya. Itu sebabnya saya mau menandatangani surat pernyataan bahwa saya adalah istrinya."   "Ba***ng*n !" tandas Pak Budiman gemas. Ia demikian marah pada Pak Leo.   "Tidak ada hukum hutang piutang atau tipu menipu selama ikatannya masih suami istri. Itu hukum yang benar. Kamu di tipu, Ran." Pak Yuda menjelaskan.   "Saya ganti saja uang empat puluh juta yang di keluarkan Pak Leo."Pak Budiman bicara. "Tidak perlu. Pak Budiman sudah banyak membantu saya, dulu saya memang miskin tapi sekarang saya punya pak, uang empat puluh juta." Semua diam tidak ada jawaban.   "Tapi bagaimana cara mengembalikannya ?"  Semua diam.  "Bagaimana kalau tiba saatnya nanti uang di kembalikan tapi Rania tidak juga menerima kalimat talak?" "Ajak saja jumpa baik-baik. Ngobrol baik-baik. Dirumahnya, bersama istrinya. Dia pasti tidak bisa mengelak."   Semua diam dan berfikir. Sepertinya saran itu benar.   "Bila itu tidak berhasil, maka ancam saja secara kedinasan."   Rania menerawang, mengapa harus sepanjang ini urusannya bila hanya untuk sebuah kalimat talak. Rania menyesal. Cinta yang pernah ia titipkan pada Pak Leo dengan cara yang baik mengapa harus berakhir buruk ? Rania sangat sedih.   "Bagaimana ?"  "Setuju, Pak." Jawab Pak Budiman cepat. Pak Budiman mengajak Rania pulang. Mereka berdua berpamitan pada pak Yuda. Sesaat kemudian ponsel Rania bergetar. Pak Leo menghubunginya lagi, ada apa ?   "Angkat saja, Ran" ucap Pak Yuda. Rania mengangkat telpon tersebut sambil menekan tombol loudspeakernya.   "Bunda dimana ?" "Di kampus." "Bunda nanti malam ayah jemput ya." "Untuk apa ?" Rania nampak makin pucat keringat dingin bercucuran. "Mbak ingin bicara, kita bicara baik-baik sayang." "Malam ini aku nggak bisa. Besok saja." "Oke besok ayah jemput ya." Usai berbincang Rania kemudian mematikan telponnya.   Pak Yuda menyembunyikan senyum sambil menatap langit-langit ruangan. Pak Budiman pun melakukan hal yang sama.   Cinta, selalu punya cara mencari jalan keluar atas harapan yang tidak tercapai. Cinta selalu memberi kemudahan bukan kesulitan. Cinta selalu indah. Bila tidak ada hal tersebut maka pasti itu bukan cinta.   Rania meninggalkan kampus bersama Pak Budiman. Lelaki baik yang rela bersusah payah mengurus hidup orang lain hanya demi mendapat ridho Allah. Lelaki yang sangat istimewa dan sudah langka di dunia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD