Berusaha

1089 Words
Frans menghentikan mobilnya, setelah lebih dari satu jam dia melajukan mobilnya, akhirnya sampai juga dia di tempat yang ia tuju, sedangkan Andin tertidur di dalam mobil, setelah dari tadi dia merasa jengkel..karena Frans tidak memberitahukan kemana dia akan pergi, Frans yang melihat Andin tertidur di sampingnya, merasa gemas..wajah polos Andin saat tidur, sungguh sebuah pandangan terindah menurut Frans. "Andin ... Andin ... bangun ... kita sudah sampai!" Frans membangunkan Andin yang ketiduran di dalam mobil. Perlahan gadis itu membuka matanya, Andin sedikit kaget karena wajah Frans tepat berada di depan wajahnya, hanya dalam jarak beberapa inci, Frans tersenyum melihat tingkah Andin yang sedikit gugup. "A—apa kita sudah sampai? maaf aku ketiduran ..." Andin berusaha untuk menutupi kegugupannya itu. "Sudah, kita sudah sampai. Mau aku gendong ...? Atau jalan sendiri ...?" goda Frans kepada istrinya. "Apaan, sih! nggak lucu tau!" Andin menjulurkan lidahnya ke arah Frans layaknya anak kecil. "Coba aja ... kayak gitu lagi, aku gigit lidah kamu ..." "Upssh ... !!!" Andin langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya karena dia benar-benar takut Frans menggigit lidahnya, bahkan dia sampai bergidik ngeri, lidahnya benar-benar digigit suaminya. "Kenapa, kamu kayak ketakutan gitu?" "Habis kamu horor ..." "lho! emang kenapa aku horor?" "Ya, iyalah ... kamu tau ada seorang petinju yang menggigit lawannya, sampai berdarah ngeri gitu, apalagi kalau lidah aku kamu gigit, gimana rasanya? hihhh!" Andin sampai bergidik membayangkan Frans benar-benar menggigit lidahnya. Frans yang mendengar jawaban polos Andin, sampai tertawa terpingkal-pingkal. Andin merasa heran, melihat suaminya tertawa sampai seperti itu mendengar kata kata Andin ... "Memangnya apa yang lucu ...?" tanya Andin dengan polosnya. Frans yang memegangi perutnya yang sedikit kram, karena tertawa, tertarik untuk mengerjai Andin, ternyata si bar barnya terlalu polos untuk urusan yang satu ini. Tanpa persetujuan dan aba aba dari Andin, Frans langsung melumat bibir Andin dengan rakusnya, Andin yang kaget dengan reaksi Frans hanya mampu memukul-mukul punggung Frans, tetapi suaminya tidak peduli dengan pukulan Andin. "Lep—" Baru saja Andin membuka sedikit mulutnya untuk meminta Frans melepaskannya, pria itu sudah memasukan lidahnya ke dalam mulut Andin yang sedikit terbuka, sehingga membuat gadis itu sulit bernapas, Frans semakin hanyut dengan ciumannya, pria itu memainkan lidah Andin dengan lembutnya, hingga menimbulkan perasaan aneh yang menjalar di tubuh Andin. Hingga akhirnya pria itu menghentikan aktivitasnya setelah menyadari istrinya menitikan air mata, dengan lembutnya dia menghapus air mata Andin. "Maaf ... aku tidak bermaksud melukai," ucap Frans sembari menempelkan keningnya pada kening Andin. "Tidak, Frans. Kamu tidak salah, hanya aku belum siap, berikan aku waktu ..." Andin sadar sepenuhnya, dalam hal ini Frans tidak bersalah, karena walau bagaimanapun Frans berhak atas dirinya, dan sudah menjadi kewajiban Andin melayani suaminya. "Aku mengerti ... aku akan menunggu hari itu tiba." Frans merengkuh istrinya ke dalam pelukannya. Entah mengapa, Andin merasa begitu damai di dalam pelukan suaminya, tanpa dia sadari Andin membalas pelukan Fran, dalam lubuk hatinya yang paling dalam, pria itu tersenyum. Tok! Tok! Tok Suara ketukan pada kaca mobil mengagetkan keduanya yang sedang larut dalam pelukan, beruntung mereka tidak terlihat dari luar, seorang satpam sudah berdiri di samping mobil Frans.. "Maaf tuan, di sini di larang parkir, karena menggangu pengunjung lain yang ingin berkunjung ke tempat ini." Kata satpam itu setelah Frans membuka kaca mobilnya. "Oh, ya. Maaf pak, tadi saya hanya membangunkan istri saya yang tertidur." "Oh, ya. Silakan Tuan masuk aja ke area parkiran!" "Terima kasih, Pak" Andin terkesima melihat sikap Frans yang santun, meskipun mereka jauh di bawahnya, seketika hatinya berdebar mengingat Edo yang selalu bersikap santun pada siapapun, sungguh ... Andin ingin membuang bayang-bayang Edo di dalam setiap pikirannya, tetapi semakin dia berusaha, semakin nyata bayang-bayang Edo dalam pikirannya.. *** "Permisi tuan ... informasi yang anda inginkan, yang berhubungan dengan nona Andin, sudah saya dapatkan," ucap seseorang yang berbadan tegap, setelah masuk ke dalam sebuah ruang kerja.. "Ya, tolong katakan sedetail mungkin, Mac. Aku ingin semua informasi mengenai nona Andin Permana," ucap pria itu yang tak lain adalah Edo. Setelah mendengar pengakuan Frans soal pernikahannya dengan Andin, Edo tidak bisa percaya begitu saja dengan ucapan Frans. Pria itu memerintah orang kepercayaanya yang bernama Mac, untuk menyelidiki tentang Andinnya. Mac adalah kaki tangan Edo yang sangat bisa di andalkan, keahliannya dalam mencari informasi tidak bisa di ragukan lagi, Mac lah orang yang paling tau betapa hancurnya Edo saat dengan terpaksa dia membatalkan pernikahannya dengan Andin, andai waktu bisa berputar, Edo tidak akan pernah menyentuh alkohol yang membuat semuanya hancur, kesalahan yang tanpa sengaja dia buat, harus membuatnya kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Butuh waktu lama untuk Edo menata kembali kehidupannya, Mac lah orang yang selalu menguatkannya. "Begini, Tuan. Nona Andin Permana memang sudah sah secara hukum dan agama sebagai istri nya Tuan Frans Adiguna." Sesaat d**a Edo terasa panas, hatinya bergemuruh menahan sakit yang berusaha dia tutupi dengan sebaik baiknya. "Lanjutkan Mac!" "Keduanya menikah karena terpaksa, bahkan sebelumnya Tuan Frans begitu membenci Nona Andin, begitu juga sebaliknya. Nona Andin tidak pernah menginginkan pernikahan itu, ternyata setelah saya selidiki, penyebab pernikahan mereka terjadi karena campur tangan Nyonya Sarah. ibunda Tuan Frans, beliau tanpa sengaja memergoki tunangan Frans yang bernama Nisa sedang berselingkuh di belakang Frans, dan ternyata selingkuhannya sahabat nya sendiri Tuan Frans, namanya Nico. Kalau saat ini tuan Frans bersikap baik kepada nona Andin, saya rasa perselingkuhan Nisa sudah tercium oleh tuan Frans, begitulah informasi yang sudah saya dapatkan Tuan ..." Edo tersenyum mendengar penuturan Mac, ada perasaan lega di dadanya, mengetahui fakta itu, sudah dia duga, tidak mudah buat Andinnya untuk mencintai laki-laki lain, mengingat betapa kuat cinta mereka dulu. Andin yang selalu tersipu malu saat dekat dengannya, serta betapa bahagianya Edo saat bersama gadisnya, impian hidup berdua sampai akhir hayat memisahkan mereka, kini hanya tinggal sebuah luka.. "Terima kasih banyak untuk infonya Mac. Kamu memang paling bisa di andalkan, aku yakin kamu juga tau di mana mereka sekarang." Mac tersenyum mendengar pertanyaan Edo. "Tentu Tuan, mereka ada di sebuah tempat wisata di daerah Bandung." "Terima kasih atas infonya Mac. Ini ambil lah sekarang mobil itu resmi menjadi milikmu!" ucap Edo sambil menyerahkan sebuah kunci mobil sport keluaran terbaru miliknya, yang dia berikan untuk Mac. "Ini ... Tuan, bukannya ini berlebihan." Mac masih tidak percaya dengan apa yang dia terima sekarang, dengan mudahnya Edo memberikan mobil sportnya yang harganya begitu fantastis. "Tidak, Mac. Aku sangat puas dengan kerjamu, cutilah ... aku akan pergi ke Bandung hari ini juga, kamu boleh cuti dulu." Edo langsung pergi meninggalkan Mac yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia terima dari Edo, tanpa berpikir panjang Edo berangkat ke Bandung hari itu juga ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD